Kisah Nenek 71 Tahun, Pasien Covid-19 Berhasil Sembuh Patut Diacungi Jempol

Senin, 13 April 2020 – 20:35 WIB
Ruretno Sari (71), pasien positif corona yang berhasil sembuh: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Perjuangan Ruretno Sari (71) pasien positif corona atau Covid-19 untuk bertahan hidup patut diacungi jempol. Berkat semangat juangnya yang tinggi, kini dia bisa kembali menghirup udara segar, setelah sebelumnya menjalani perawatan di beberapa rumah sakit karena tertular virus Covid-19.

Pada 30 Maret 2020, Ruretno dinyatakan sembuh setelah menjalani perawatan di RS Siloam Bekasi. 

BACA JUGA: Pasien Sembuh dari Covid-19 Bertambah, Yurianto Bersyukur

Perempuan yang memiliki sembilan cucu itu, kini kembali ke pelukan keluarganya, meski dia harus ditinggalkan oleh sang suami, yang terlebih dulu terserang virus menular itu.

Sang suami bernama Gunawan Soebroto dinyatakan meninggal oleh pihak rumah sakit, setelah menjalani perawatan selama lima hari karena virus corona.

BACA JUGA: Jumlah Pasien Corona Sembuh Lebih Banyak Dibanding yang Meninggal, Alhamdulillah

Sang suami, kata dia, terlebih dulu mengidap virus yang pertama kali muncul di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China itu. Sekalipun, sang suami dan dirinya tidak menyadari karena terpapar virus corona. Terlebih, suamimya tidak pernah terserang penyakit semasa hidup.

"Jadi tanggal 12 Maret 2020 adalah hari awal suami saya mulai merasa sakit flu dan batuk. Oleh karena itu, sore harinya saya langsung bawa suami ke dokter hari Kamis," ungkapnya, Senin (13/4).

BACA JUGA: Aneh, PSBB tetapi Jalanan dan Restoran Malah Ramai

Namun, meski sudah berobat suaminya itu tetap saja tidak sembuh. Kemudian pada 14 Maret 2020, dirinya pun mengalami hal serupa seperti yang dirasakan suaminya.

"Seluruh badan saya sakit, begitu juga suami saya, kepala sakit, badan sakit. Untuk jalan saja benar-benar sakit, sampai-sampai saya harus diponggoh oleh anak-anak saya. Jalan ke kamar mandi juga harus dipapah sama anak-anak," beber dia.

Mulanya, dia mengaku tidak menyadari terkena virus corona. Padahal sudah melakukan pemeriksaan ke dokter. Karena tak kunjung membaik, akhirnya dirinya melakukan pemeriksaan ke Rumah Sakit Kolombia.

"Hari Minggu saya ke UGD RS Kolombia, diperiksa darah yang akhirnya saya disebut terkena virus dan bakteri. Suami saya diberi obat dan saya tidak," cetusnya.

Meski sudah berulang kali berobat, tetapi sakit di tubuhnya tak kunjung reda. Dia bersama sang suami kembali ke dokter. Namun dokter kali ini hanya memintanya agar banyak minum air mineral.

"Tanggal 15 kami kembali lagi ke dokter, tetapi pindah ke RS Royal Progres, di situ kami meminta yang VIP. Saya kemudian dipisah, suami saya sendiri, dan saya sendiri," katanya.

Namun demikian, dirinya meminta tidak mau menjalani perawatan, karena merasa tidak nyaman dengan situasi yang terjadi saat itu. Ketika menuju pulang ke rumah, dirinya mengalami muntah-muntah.

"Saya muntah-muntah ketika dalam perjalanan menuju rumah. Sampai di rumah tidak bisa tidur, karena badan dan kepalanya terasa sakit semua. Dan akhirnya malam itu saya dijaga oleh menantu saya, pagi hari baru bisa tidur," tuturnya.

Selanjutnya, siang harinya dirinya dilarikan RS Eka Hospital yang berada di Harapan Indah. Dia pun langsung dimasukan ke UGD.

"Saya diinfus, dan langsung dimasukan ke kamar. Sore hari tanggal 18 Maret 2020, saya mendengar kabar suami saya sudah meninggal dunia. Hari itu suami saya kritis, suami saya sudah menjalani isolasi," katanya.

Dia mengaku ketika itu terkejut, karena dia merasa semasa hidup sang suami tidak pernah sakit.

"Saya yang sering sakit. Suami saya itu orang baik, dan saya pernah bedoa kepada Tuhan, kalau memang mau memanggil salah satu dari kami, panggil saya dulu Tuhan, karena saya enggak sanggup hidup tanpa suami," lirihnya.

Namun, lanjut dia, rencana sang pencipta berbeda. Sang suami terlebih dulu menghadap Sang Pencipta dengan kondisi sakit selama lima hari perawatan di rumah sakit. "Saya bersyukur, karena suami saya tidak menderita sakit lama," katanya.

Perpisahan dirinya di Rumah Sakit Royal Progras ternyata merupakan pertemuan terakhir dirinya dan sang suami, karena ketika itu dirinya memutuskan untuk kembali ke rumah tidak menjalani perawatan.

"Ternyata itu pertemuan saya yang terakhir. Yang pada akhirnya saya memutuskan untuk pulang dari RS Eka Hospital, karena saya ingin bertemu sang suami untuk yang terakhir kalinya sebelum dikebumikan," katanya.

Sang suami akhirnya dimakamkan di TPU Pondok Ranggon, meski diberikan sejumlah syarat.

"Malam itu kami tinggal di hotel dekat TPU Pondok Ranggon, agar bisa mengebumikan jenazah suami saya," jelasnya.

"Tetapi saya masih kurang fit dan tidak kuat, akhirnya anak perempuan saya memutuskan agar saya tidak ikut, termasuk menantu saya karena terserang demam. Kami ketika itu masih tidak ngeh kalau itu karena corona," lanjutnya.

Akhirnya, tambah dia, pemakaman sang suami hanya disaksikan oleh anak perempuannya dan suaminya. "Begitu di sana tidak boleh ada acara macam-macam, begitu masuk langsung dikubur," ujarnya.

Setelah mengebumikan sang suami, semua anaknya kembali ke rumah. Di situ kondisi dirinya makin parah, yang pada akhirnya dilarikan ke RS Siloam, Kota Bekasi.

"Saya langsung dimasukkan ke ruang penyaringan dan setelah itu ke UGD. Saya diinfus, dan hasilnya pun mengejutkan paru-paru saya kurang bagus, termasuk menantu saya juga yang ikut diperiksa, akhirnya saya diisolasi dan menantu saya harus diisolasi di rumah," kata dia.

Dirinya juga bercerita mengenai berbagai prosedur yang harus dilaluinya di RS Siloam Bekasi. Mulai dari ruang penyaringan, lalu pemeriksaan di UGD dan kemudian diinapkan di ruang isolasi yang telah dipersiapkan RS Siloam. Ruretno terpaksa diisolasi melihat hasil CT Scan paru-parunya yang kurang baik dan membutuhkan perawatan lebih lanjut.

Lalu bagaimana Ruretno bisa melawati masa-masa kritis akibat virus mematikan itu? Menurut dia, ada tiga hal yang membuat dirinya bisa bertahan selama "dicengkram" oleh virus menular tersebut.

"Pertama adalah, minumlah obat-obatan atau vitamin yang diberikan oleh dokter dengan baik," kata Ruretno.

Ruretno bersyukur dan berterima kasih atas perawatan yang diberikan dokter dan para perawat di RS Siloam Bekasi. Perawatan dan dukungan yang diberikan para dokter dan perawat dirasa tepat dengan dirinya mengalami perbaikan kondisi dari hari ke hari.

“Dari kondisi kepala tidak enak, vertigo, badan sakit semua, napas sesak, memang membuat kita down,” ucap Ruretno.

Namun dirinya semakin termotivasi dengan perawatan yang diberikan sehingga satu demi satu kondisinya membaik. 

Kemudian yang kedua adalah berserah diri dan selalu memuji kepada Sang Pencipta. Dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, maka dirinya bisa bertahan dan dinyatakan sembuh dari virus menular tersebut.

"Ada suatu kekuatan di diri kita yakni selalu memuji tuhan, dan membaca firman Tuhan, itu yang saya lakukan. Jadi pada saat saya lemah, saya selalu mendekatkan diri kapada Tuhan," jelasnya.

Selanjutnya yang ketiga, yang tak lain adalah dukungan dari keluarga. Karena itu, dirinya bisa kembali ke pelukan keluarga yang dicintainya.

"Ini yang tak kalah penting, kesatuan keluarga saya, saya melewati itu semua karena dorongan, semangat anak dan menantu saya. Ini yang menyamangati semua," kata dia.

Karena tiga hal itu, akhirnya dirinya dinyatakan sembuh meskipun sang suami tidak tertolong akibat virus corona itu.

"Mati hidupku karena Tuhan, bukan karena corona, jangan takut ataupun khawatir, saat virus itu menyerang, tetaplah selalu memuji Tuhan dan dekat dengan keluarga," pungkasnya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler