Kisah Nenek Ramlia, Rela Makan Pisang Bakar Demi Biaya Sekolah Cucu

Senin, 19 Juni 2017 – 00:23 WIB
TULANG PUNGGUNG: Nenek Ramlia Lanoni, 70, (kiri) saat ditemui di rumahnya, Sabtu (17/6). Foto: SAMSUDIN CHALIL/MALUT POST

jpnn.com - Ramlia Lanoni, 70, bertekad menyekolahkan cucunya yang ditinggal orang tua. Menjadi tulang punggung, banyak hal yang harus ia korbankan.

SAMSUDIN CHALIL, Daruba

BACA JUGA: Demi Sepeda Motor, Cucu Tebas Kakek dan Neneknya

Perempuan tua itu tengah mencuci pakaian di sumur depan rumahnya. Usia 70 tahun tak mengurangi sedikit pun gesit tubuhnya.

Ia berpenampilan sederhana. Berdaster tua dengan handuk kecil yang diikatkan ke kepalanya.

Di belakang si nenek, berdiri rumah yang tak kalah sederhananya. Berdinding papan dan beratap rumbia, rumah mungil itu berkamar dua.

Di sanalah, nenek Ramlia Lanoni dan cucunya Rifani, 12, tinggal. Berdua saja.

Sehari-hari, Ramlia harus menghidupi dirinya sendiri dan sang cucu. Sudah 12 tahun warga Desa Wewemo, Morotai Timur, Maluku Utara, itu harus mengasuh cucunya. Sejak orang tua Rifani, Jumlia Ube dan Asnal Sappi, berpisah.

"Setelah pisah, Rifani mereka titipkan ke orang lain di Desa Mira. Usianya baru 7 bulan saat itu," tutur Ramlia, Sabtu (17/6).

Ketika mendengar cucu perempuannya dititipkan ke orang, Nenek Ramlia tak sampai hati. Ia lalu menuju Mira untuk mengambil cucunya.

Sejak itu, Rifani hidup bersama sang nenek. "Saya tidak mau dia dipelihara orang lain," katanya.

Sejak memutuskan mengasuh Rifani, Ramlia harus banting tulang memenuhi kebutuhannya. Apalagi ketika Rifani masuk bangku sekolah.

Saat ini, siswa SD Wewemo itu sudah duduk di bangku kelas VI. "Tahun depan sudah ujian," ujar Ramlia.

Pendapatannya sebagai petani tak seberapa. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah Rifani pun kadang tak cukup. Ongkos sekolah diutamakan, makan seadanya.

"Makan pun kadang kami numpang di tetangga. Kalau tidak, saya dan cucu makan pisang bakar saja," akunya.

Meski kondisi ekonominya serba terbatas, Ramlia tak ingin cucunya putus sekolah. Karena itu, ia tak keberatan mati-matian banting tulang. Setidaknya, Rifani bisa sekolah hingga bangku SMA.

Menurut Ramlia, jika Rifani tak sekolah, maka ia akan mudah dibodohi seperti dirinya yang buta huruf.

"Saya selalu bilang pada cucu, sabar dan berdoa. Mudah-mudahan saya bisa kuat untuk mengantarkannya hingga bangku SMA," ucapnya.

Ramlia yang telah ditinggal mati suaminya itu memiliki 11 anak. 2 diantaranya sudah meninggal dunia. Salah satu anak Ramlia, yakni Rasid Sappi, juga tinggal di Wewemo.

Meski begitu, Ramlia tak ingin menjadi beban anaknya. Ia juga menolak tinggal bersama mereka. "Saya harus besarkan cucu dengan keringat saya sendiri. Saya tidak ingin membebani anak-anak yang lain," tuturnya.

Ramlia sendiri sudah masuk daftar lansia yang akan menerima bantuan Rp 3 juta per tahun dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pulau Morotai.

Sayangnya hingga saat ini bantuan tersebut tak pernah diterimanya. "Kalau memang betul bantuan itu ada, saya gunakan untuk biaya sekolah cucu saya," ungkapnya.

Selama 12 tahun membesarkan Rifani, tak sekali pun kedua orang tua Rifani datang menjenguk. Tak pula sesen biaya hidup Rifani diberikan. Seakan bagi orangtuanya, Rifani maupun Ramlia tak ada di dunia ini.

"Saya juga tidak pernah berharap kedua orang tua Rifani untuk datang. Selama saya masih bisa mencukupi kebutuhan Rifani sehari hari," tutupnya dengan raut wajah sedih.(din/kai)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler