Kisah Para Mantan TKI yang Memanen Sukses di Tanah Air

Dari Babysitter, Nuryati Jadi Dosen, Imam Dirikan Pasar

Jumat, 17 Desember 2010 – 08:08 WIB

Menjadi buruh migran tak membuat 12 eks tenaga kerja Indonesia (TKI) ini patah semangat untuk terus berkaryaInilah kisah sukses mereka setelah kembali ke tanah air.
 
=======================
ZULHAM MUBARAK, Jakarta
=======================

"SAYA hidup dalam mimpi," kata Nuryati Solapari, 31, mantan TKI asal Subang

BACA JUGA: Keseharian Nazriel Irham alias Ariel di Rutan Kebon Waru, Bandung

Tangan mantan babysitter di Arab Saudi itu bergetar
Matanya berlinang ketika didaulat berpidato singkat di Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra), Jalan Medan Merdeka, Jakarta, kemarin (16/12).
 
Nuryati merupakan seorang di antara 12 finalis Indonesia Migrant Worker Award 2010, ajang penghargaan bagi mantan TKI yang dinilai sukses setelah pulang ke tanah air

BACA JUGA: Berpolitik Sembari Mengikuti Jejak Wali

Kemenko Kesra dan UKM Center Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia akan memilih tiga eks TKI yang paling berprestasi dalam tiga kategori.
 
Tiga kategori itu adalah penghargaan Purna-TKI Wirausaha untuk TKI yang beralih menjadi pengusaha, Remitansi Produktif untuk keluarga TKI yang berhasil memanfaatkan uang kiriman sebagai kegiatan produktif, serta Purna-TKI Motivator untuk mereka yang patut menjadi teladan bagi para buruh migran.
 
Selain Nuryati yang kini berprofesi sebagai dosen, finalis lainnya adalah Imam Nahrowi (membangun pasar TKI), Mahfud (guru bahasa Korea dan petani), Nanang Dwi Saputro (instruktur pelatihan dan produsen sol sepatu), Septiana (pengusaha bengkel motor dan ruko), dan Anton (pengusaha kerajinan tangan).
 
Kemudian, Henny Yusiati (pengusaha alat tulis kantor), Siti Maryam (pengusaha video shooting, salon, dan warung), Siti Masrofah (pemilik jasa pengiriman tenaga kerja), Wahyudin (eksporter mebel), Fatimah Sirajudin (usaha pertanian, peternakan, dan jasa persewaan TV kabel), serta Zaharuddin Ahmad (pengusaha mebel dan pertanian).
 
Di antara 12 finalis tersebut, kisah Nuryati terbilang paling unik dan dramatis
Wanita berjilbab yang kini menjadi dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang, Banten, itu semula merupakan TKW (tenaga kerja wanita) di Arab Saudi

BACA JUGA: Ketika Kaum Waria Jakarta Gelar Doa Natal Bersama

Selama tiga tahun (1998?2001) dia rela menjadi babysitter
 
Dia mengaku tak pernah membayangkan akhirnya menjadi pembantu rumah tangga di tanah rantau setelah lulus SMASebab, perempuan kelahiran 2 Juni 1979 itu adalah lulusan terbaik SMA Prisma, Serang, BantenBahkan, sejak kelas satu dia langganan juara dan mendapat beasiswa
 
Namun, kenyataan berkata lainOrang tuanya tak punya biaya untuk menguliahkan diaApalagi lima adik Nuryati juga harus bersekolahPenghasilan ayahnya yang merupakan pegawai rendahan tak mampu untuk membiayai kuliah Nuryati"Setelah mempertimbangkan masak-masak, akhirnya saya bulatkan tekad untuk berangkat menjadi TKI di Arab Saudi," terang istri Agus Setiawan itu.
 
Tapi, Nuryati tidak berangkat dengan kepala kosongDia memendam impian untuk bisa berkuliah setelah pulang dari mengumpulkan uang dari pekerjaannya di ArabKarena itu, hampir separo isi koper yang dibawa ke Arab adalah buku-buku pelajaran SMA serta buku pengetahuan umumDia ingin tetap bisa terus belajar meski tidak di bangku formal.
 
"Untuk memuluskan proses pekerjaan di Arab, saya dipaksa mengaku sebagai lulusan SD," tuturnya.
 
Beruntung, Nuryati akhirnya diterima bekerja di keluarga dokterBahkan, karena dinilai well educated, dia kerap diminta mendampingi putri sang majikan saat belajar dan mengerjakan tugas sekolahDia juga mendapat izin tidur siang dan meluangkan waktu untuk membaca buku
   
Selama bekerja di Arab, Nuryati berusaha berdisiplin dalam berbagai halTermasuk dalam pembukuan gaji yang dia terimaBahkan, dia selalu meminta kuitansi pembayaran gaji yang ditandatangani sang majikanDengan cara begitu, dia bisa tahu berapa gaji sebenarnya yang diterima setiap bulan.
   
Selain itu, untuk keselamatan pribadi, nomor-nomor telepon penting, seperti nomor konsulat dan kedutaan dicatatnya dengan sulaman berkode khusus di kerudung yang selalu dipakainya ke mana-manaAngka nol, misalnya, ditulis dengan kode matahariAngka 1 dengan kode pohon kelapa, dan seterusnya"Alhamdulilah, hal yang saya khawatirkan selama bekerja di sana tidak menimpa saya," terangnya.
   
Setelah dua tahun dan 8 bulan bekerja, Nuryati secara tidak sengaja menyaksikan acara wisuda di Universitas Al Azhar di televisi lokalHasrat untuk pulang pun menggebu-gebuIbu Bintang Hafizh Setiawan, 4, dan Bunga Qarira Lituhayu, 1, itu pun berpamitan kepada majikan untuk pulang ke Indonesia.
   
Hanya tiga hari setelah mendarat kembali di tanah air, Nuryati langsung mengikuti tes masuk Fakultas Hukum Universitas TirtayasaDia pun dinyatakan lulus.
   
Perjuangan dia belum selesai sampai di situSambil kuliah, dia bekerja di Pizza Hut Cilegon dan menjajakan makanan kateringDia pun harus belajar secara sembunyi-sembunyi di toilet Pizza Hut"Setiap kali saya sedang belajar, saya taruh tanda "toilet dalam perbaikan" agar tidak mendapat teguran atasan," kenangnya lantas tersenyum.
   
Kecerdasan dan ketekunan yang dijaganya membuat Nuryati mampu lulus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,7 dan meraih predikat cum laudeDia lulus dalam waktu tiga tahun"Saya kemudian menjadi satu-satunya sarjana di kampungHidup saya pun berubah drastis dan menyenangkan," terangnya
   
Empat tahun kemudian, Nuryati menyabet gelar master bidang hukum dari Universitas Jayabaya, JakartaNuryati berhasil meraih sertifikat advokat dari Persatuan Advokat Indonesia, namun kemudian memutuskan untuk mengabdi di almamaternya, Untirta, sebagai dosen
   
Berkat kisah perjuangannya yang berliku, Nuryati kerap mendapat undangan menjadi pembicara dalam seminar-seminar tentang ketenagakerjaan"Sekarang saya menempuh studi doktoral di Universitas Padjajaran Bandung," kata Nuryati yang kini juga aktif dalam gerakan advokasi hak-hak TKI.
   
Cerita Imam Nahrowi lain lagiMantan TKI Korea Selatan itu kini menjadi pengusaha sukses di kampung halamannya, Way Jepara, Lampung TimurImam memiliki toko bahan bangunan, ruko, dan aset lain senilai total Rp 2,1 miliarNamun, yang membuatnya tersohor adalah suksesnya mendirikan pasar TKI di Labuhan Ratu, Lampung TimurDia mendirikan pasar dengan 70 toko yang semua penjualnya adalah mantan TKI"Pasar itu untuk memotivasi mereka agar tidak lagi menjadi TKI dan sukses berwirausaha," katanya.
   
Sukses pria yang orang tuanya berasal dari Blitar itu bisa menjadi contoh dan pelecut para TKI yang ingin sukses di kampung halamanPada 2000, Imam bekerja pada perusahaan tekstik di KorselPria yang kini menjabat ketua umum Gerakan Pemuda Anshor Cabang Lampung Timur itu dikontrak dua tahun hingga 2002
   
Selama bekerja di Korea, Imam mendapatkan gaji Rp 5 juta per bulanSebagian gaji tersebut dia tabung, sebagian dia kirimkan untuk modal usaha di kampung.
   
Pada akhir 2002 Imam menyelesaikan kontrak kerjanya dan memilih pulang ke LampungDengan tabungan Rp 50 juta, Imam mendirikan toko alat bangunanKeuletannya dalam bekerja membuat keuntungan berlipat dan kepercayaan konsumen naik tajamSelain masyarakat umum, sebagian besar pelanggan toko Imam adalah mantan TKI dan keluarga TKIKini, tokonya beromzet Rp 140 juta per tiga bulan.
   
Tak berhenti sampai di situ, Imam pun terpanggil untuk mendorong TKI lain menggapai sukses seperti dirinyaKarena itu, dia mendirikan pasar TKIPasar itu didirikan khusus untuk TKI dan harus dicicil dengan uang kiriman TKI dari luar negeriTujuannya, "memaksa" para TKI tidak menghabiskan uang hasil jerih payahnya untuk bahan konsumsi semata, tapi juga untuk berwirausaha setelah pulang nanti
   
Imam prihatin dengan sikap sebagian besar TKIMenurut dia, ketika masih bekerja di luar negeri mereka membangun rumah besar dan mentereng di kampungNamun, beberapa tahun setelahnya mereka mulai menjual hartanya karena terlilit utang"Karena itu, saya dirikan pasar TKIIni saya dedikasikan untuk memotivasi para TKI agar ingat masa depannya setelah pulang nanti," tandasnya(*/c2/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Alfred Riedl, Dalang Kebangkitan Timnas Indonesia (2-Habis)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler