jpnn.com - Ratusan pendaki tengah memasak, mengopi, atau tiduran di batas terakhir pendakian, saat Gunung Merapi mengalami letusan freatik, Jumat (11/5) pagi.
TRI WIDODO, Boyolali
BACA JUGA: Puan Pastikan Bantuan Pengungsi Gunung Merapi Tersalurkan
SUARA bergemuruh itu benar-benar mengagetkan Fajar Sidiq. Apalagi disusul kepulan asap tebal. Jelas sudah, Merapi tengah ”batuk”.
Padahal, saat itu Fajar dan banyak pendaki lain tengah berada di kamp Pasar Bubrah. Itu batas terakhir pendakian. Di atas mereka sudah puncak.
BACA JUGA: 166 Pendaki Gunung Merapi Berhasil Dievakuasi
Bayangkan, berada sedekat itu dengan pusat letusan gunung paling aktif di dunia. ”Saya dan kawan-kawan langsung lari mencari perlindungan. Di mana saja yang kami rasa aman,” kata Fajar kepada Jawa .Pos Radar Solo yang menemuinya di kawasan base camp Selo, Boyolali, Jawa Tengah.
Letusan Jumat pagi memang tipe freatik. Hanya sekali dan yang dimuntahkan Merapi adalah abu vulkanis, pasir dan material piroklatik. Bukan wedhus gembel alias awan panas yang menewaskan begitu banyak orang di letusan besar terakhir Merapi pada 2010.
BACA JUGA: Gunung Merapi Meletus, Masyarakat Diminta Tenang
Tapi, nun di atas sana, siapa yang tahu itu jenis letusan apa. Meski batuknya sekali, tetap saja sangat menggetarkan. Apalagi, ada 160 pendaki di kawasan Merapi saat letusan itu terjadi.
Sopan Pangestu, pendaki lain, seperti halnya Fajar, mengaku sangat panik saat gemuruh terdengar dari puncak. Padahal, ketika itu dia baru saja memasak sayur untuk sarapan pagi sebelum turun.
”Saya lihat awannya mengarah ke mana. Lalu kami arahkan berlindung ke arah utara di balik-balik batu,” ujar mahasiswa Universitas Muhammadiyah Solo tersebut.
Zainal Arifin dan sejumlah kawan malah dalam posisi turun dari puncak saat letusan itu terjadi. Sebelumnya mereka menghabiskan sekitar satu jam di kawasan puncak gunung setinggi 2.930 meter tersebut.
Otoritas pengelola Merapi sebenarnya sudah melarang para pendaki ke puncak. Tapi, Zainal dan kawan-kawan tetap nekat. ”Awalnya terasa getaran, lalu disusul suara menggelegar. Kami langsung saja lari,” katanya.
Di Pasar Bubrah, ketika letusan itu terjadi pada pukul 07.32, banyak pendaki yang tengah bersantai. Ada yang tengah memasak, sedang ngopi, dan ada pula yang masih tidur. Zainal mengaku sampai beberapa kali terjatuh hingga lecet di beberapa bagian tubuh. Berlari dalam posisi turun memang tak mudah.
”Ada belasan pendaki yang di puncak sebelum terjadi letupan. Ada juga pendaki yang pingsan, mungkin karena shock,” ceritanya.
Dari Jakarta, Sutopo Purwo Nugroho, kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), memastikan bahwa seluruh pendaki telah berhasil dievakuasi. Mereka sampai di base camp Selo sekitar pukul 15.15. ”Sebanyak 160 orang pendaki sudah dievakuasi dan selamat. Ada beberapa yang pingsan,” ujarnya kepada Jawa Pos.
Menurut Zainal, dirinya dan rombongan sebenarnya memang sudah diperingatkan guide agar tidak mendaki ke puncak. Sebab, beberapa waktu terakhir, bau belerang di puncak sangat menyengat. Gemuruh kawah Merapi juga terdengar lebih keras daripada biasanya.
”Untung masih diberi selamat. Ini jadi pembelajaran untuk kita agar mematuhi peraturan,” tuturnya sambil menghela napas panjang.
Sama bersyukurnya dengan Zainal, Abi Rivaldi, pendaki lain, mengaku tak akan melupakan peristiwa yang dia alami di Pasar Bubrah bersama ketiga rekannya. ”Jelas panik. Setelah situasi cukup tenang, kami langsung packing dan turun,” katanya.
Sutopo juga mengimbau semua pendaki mematuhi rekomendasi dan tidak memaksakan diri mendekati kawah. Apalagi, sejumlah relawan Gunung Merapi yang ditemui Jawa Pos Radar Solo mengeluhkan ulah beberapa pendaki yang merobohkan papan larangan mendaki ke puncak Merapi. (*/lyn/c9/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Garuda Indonesia Batalkan 14 Penerbangan dari & Menuju Jogja
Redaktur & Reporter : Soetomo