Pandemi COVID-19 telah membuat perjalanan internasional yang sebelumnya mudah dilakukan menjadi menyulitkan, seperti yang dialami seorang pelajar asal Australia yang sebelumnya tinggal di Yogyakarta. Benson Hewat asal Ballarat tinggal di Indonesia, namun belajar jarak jauh dengan kurikulum Australia Saat hendak pulang ke Indonesia dari India, Benson dan ayahnya terdampar di Kamboja Karena pembatasan COVID-19 belum diketahui kapan mereka bila meninggalkan Kamboja.

 

BACA JUGA: PSBB Diperpanjang, Anies Izinkan Masjid Gelar Salat Berjemaah

Benson Hewat sekarang berada di Kelas 12 tetapi dia tidak berada di Indonesia maupun di Australia.

Selama beberapa bulan terakhir dia terdampar di Kamboja, padahal sedang berada di kelas terakhir sekolah menengah, yakni tahun terakhir yang penting sebelum ke universitas.

BACA JUGA: Anies Baswedan Perpanjang Masa PSBB di Jakarta

Benson adalah satu dari 49 pelajar yang sebelumnya belajar jauh lewat sistem yang disebut 'Virtual School Victoria', yang akan memberikannya ijazah sekolah menengah dari negara bagian Victroia, atau 'VCE', dan bisa digunakan untuk masuk ke perguruan tinggi.

Dia tinggal bersama ayahnya di Yogyakarta namun dalam perjalanan pulang dari India akhir Maret lalu, Benson dan ayahnya terdampar di Kamboja, karena Indonesia menutup perbatasannya karena COVID-19.

BACA JUGA: Tiga Provinsi yang Jadi Perhatian Jokowi

"Saya semula berpikir kami hanya akan melakukan perjalanan selama dua minggu di India, sehingga saya tidak membawa banyak barang," katanya kepada ABC.

"Saya sedang berusaha semaksimal mungkin melakukan sesuatu dalam keadaan serba terbatas saat ini."

"Saya masih bisa mengikuti pelajaran bahasa Inggris karena kebetulan saya membawa buku-buku pelajaran bahasa Inggris."

"Namun sekarang saya harus belajar dengan buku Inggris lainnya, tapi saya tidak punya bukunya. Saya sudah meminta guru saya untuk mengirim beberapa bagian dalam bentuk PDF."

Tetapi Benson mengalami kesulitan dalam pelajaran matematika.

"Saya sebenarnya memang tidak begitu suka dengan matematika dan sekarang dengan tidak punya bukunya, rasanya berpikir untuk buat apa belajar lagi." Photo: Angkor Wat biasanya dikunjungi ribuan turis setiap hari namun karena wabah COVID tidak ada lagi turis yang datang. (Supplied - Benson Hewat)

  Liburan tidak terduga

Keadaan wabah COVID-19 di Kamboja sejauh ini tidak terlalu buruk dibandingkan banyak negara lain.

Tercatat ada 125 kasus dan dilaporkan tidak ada yang meninggal di sana.

"Kamboja tidak menerapkan lockdown ketat dan saya tidak bisa banyak keluar rumah karena saya harus belajar," kata Benson, menambahkan banyak warga Kamboja yang mengenakan masker di tempat umum.

Menurut Benson salah satu hal yang menguntungkan baginya saat ini adalah dia bisa mengunjungi Candi Angkor Wat yang sepi, dimana biasanya ribuan orang berkunjung ke setiap harinya.

"Hampir tidak ada orang sama sekali," katanya.

"Ketika kami membeli karcis, mereka mengatakan hanya 30 karcis yang terjual hari itu, padahal biasanya yang datang ribuan orang sebelum pandemi.

"Perekonomian di sana betul-betul terpuruk."

Benson mengatakan usaha lain seperti misalnya pengendara tuk-tuk (semacam becak) juga mengalami kesulitan.

"Semua orang berusaha mencari kerjaan sampingan jadi penjaga malam atau buruh bangunan," katanya.

"Ini sangat berdampak terhadap warga Kamboja yang menggantungkan diri pada pariwisata." Photo: Angkor Wat di Siem Reap adalah salah satu pusat kunjungan turis utama di Kamboja. (ABC: Amy Simmons)

  Belum tahu kapan bisa pulang

Benson mengatakan dia berharap akan bisa pulang ke Indonesia di pertengahan Juni, namun belum tahu apakah Indonesia akan mencabut larangan masuk bagi warga asing.

Ia sadar dia tidak akan bisa mengunjungi ibu dan saudara-saudaranya yang tinggal di Ballarat, sekitar 115 km dari Melbourne, namun teknologi modern sangat membantu membuatnya tetap bisa mengadakan kontak.

"Saya dan adik laki-laki saya sangat dekat, jadi kami terus kontak menggunakan aplikasi 'Discord' dan kalau ada waktu lowong, saya bergabung dengan dia dan teman-teman lain bermain game online," katanya.

Meskipun mengalami kesulitan belajara saat ini, Benson mengatakan sudah merencanakan perjalanan lagi setelah dia menyelesaikan Kelas 12.

"Saya ingin menjadi relawan dengan salah satu teman ayah saya di Raja Ampat, kemudian saya akan mendaftar masuk Universitas Gadjah Mada dan nantinya bekerja di bidang antropologi atau pembangunan internasional di Papua," kata Benson.

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

BACA ARTIKEL LAINNYA... Selamat Siang, Corona Tak Berkutik di Daerah Ini

Berita Terkait