jpnn.com, SANAA - Jam menunjukkan pukul 08.00 saat petugas membuka sel-sel di penjara Beir Ahmed, Aden, Yaman, pada 10 Maret lalu. Seluruh tahanan diminta berbaris di lapangan hingga tengah hari.
Siksaan itu belum seberapa. Sekitar 15 petugas yang memakai penutup kepala datang. Wajah mereka tak terlihat. Tetapi, dari aksennya, jelas bahwa para petugas itu adalah orang Uni Emirat Arab (UEA).
BACA JUGA: Perempuan Filipina Muak dengan Kelakuan Cabul Duterte
Petugas dari UEA tersebut memerintahkan agar semua mata tahanan ditutup. Tangan mereka juga diborgol. Mereka dikelompokkan dan digiring ke ruang yang berbeda-beda. Di ruangan itulah siksaan dimulai. Seluruh tahanan diminta melepas pakaian dan berbaring.
Petugas kemudian membuka kaki mereka dan merogoh satu per satu anus tahanan. Alasannya, mereka mencari handphone yang mungkin diselundupkan ke dalam penjara. Kemaluan para tahanan juga dipegang-pegang.
BACA JUGA: Lebaran Sebentar Lagi, Yaman Kembali Dibombardir Saudi
Mereka yang mencoba melawan dipukuli dan ditakut-takuti oleh gonggongan anjing. Pada akhirnya, sebagian besar tahanan lelaki itu hanya bisa berteriak kesakitan dan menangis. Setelahnya, mereka dipaksa berdiri dan tetap telanjang.
’’Saat itu yang terlintas dalam pikiran saya adalah penjara Abu Ghraib,’’ ujar salah seorang tawanan yang memberikan kesaksian kepada Associated Press. Itu adalah penjara di Iraq, tempat para tentara AS melakukan pelecehan terhadap para tahanan selama perang berlangsung.
BACA JUGA: Mbak Eva: Grace Bisa Jadi Ikon Melawan Fitnah Seksual
Insiden pelecehan masal awal Maret lalu tersebut kemungkinan besar dipicu aksi mogok makan dan protes yang dilakukan para penghuni sel.
Sebagian besar memang ditahan tanpa pernah diadili ataupun tahu kesalahannya. Para tahanan itu ditangkap hanya karena diduga anggota Al Qaeda atau alasan lainnya.
Berdasar laporan terbaru, siksaan pada para tahanan terjadi di 18 penjara rahasia. Pelecehan seksual pada Maret lalu tersebut hanya sebagian kecil siksaan yang dialami para tahanan.
Salah satu tahanan mengirimkan surat dan gambar-gambar siksaan yang mereka alami. Dia menggambarnya di atas piring gabus dengan bolpoin biru.
’’Bagian yang terburuk, setiap hari saya berharap mati, tapi tidak terjadi,’’ ujar tahanan yang ditangkap tahun lalu tanpa tuduhan apa pun itu.
Dia sudah dipindahkan ke tiga penjara berbeda. Di gambar-gambar yang dikirimnya tampak orang telanjang yang disetrum, disodomi, serta ditelanjangi setelah dipukuli. Kemaluan beberapa tahanan diikat dan diberi pemberat batu.
Tahanan biasanya dipukuli pada hari pertama, disiksa dan dilecehkan di hari kedua dan dibiarkan begitu saja pada hari ketiga serta dimasukkan ke sel isolasi di hari keempat. Siklus itu berulang terus-menerus selama mereka berada di dalam tahanan.
Beberapa tawanan mengungkapkan nama-nama petugas yang menyiksa mereka. Salah satunya adalah petugas asal Yaman yang bernama Awad al-Wahsh. Dia kerap menyiksa dengan brutal.
Sayangnya, atasan al-Wash, Kepala satuan anti terorisme Aden Yosran al-Maqtari, tak bisa dimintai keterangan. Petugas lainnya yang berasal dari UEA hanya disebut lewat nama panggilannya, yaitu Abu Udai, Abu Ismail, dan Hitler.
Siksaan yang dilakukan pada para tahanan itu justru berimbas buruk pada keamanan di Yaman. ’’Bergabung dengan ISIS dan Al Qaeda menjadi jalan untuk membalas dendam atas semua pelecehan seksual dan sodomi yang mereka alami. Di penjara itulah mereka mencetak ISIS,’’ ujar salah seorang komandan pasukan Yaman. (sha/c20/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Duterte: Saya Mencium Semua Perempuan, Bibir ke Bibir
Redaktur & Reporter : Adil