jpnn.com, JAKARTA - Membangun UMKM bukanlah perkara mudah, apalagi dengan berbagai keterbatasan.
Namun, hal itu telah dilalui I Ketut Sumayana selama delapan tahun membangun Bali Pure, yang memproduksi berbagai produk organik.
BACA JUGA: Kementan Bawa Produk Organik Unggulan Indonesia ke AS
Delapan tahun dengan berbagai cerita dan kisah perjalanan yang panjang. Mengawali produksi di garasi mobil pinjaman, saat ini Ketut sudah bisa memproduksi produk-produk Bali Pure di pabriknya sendiri. Pabrik yang berhasil dibangun karena mimpi dan kegigihannya.
Produk-produk Bali Pure kini diproduksi di sebuah pabrik dengan luas 168 meter persegi yang berlokasi di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali.
BACA JUGA: Peluang RI jadi Penghasil Produk Organik Terbesar di Dunia
Kisah Bali Pure pun bertambah setelah mendapatkan kesempatan dari Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC) untuk berpartisipasi dalam Wellness Food Japan 2023 di Tokyo Big Sight, Jepang, awal Agustus 2023.
SETC merupakan program pemberdayaan UMKM yang digagas PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) di bawah Payung Program Keberlanjutan “Sampoerna Untuk Indonesia” (SUI).
Keterlibatan Bali Pure karena terpilih menjadi salah satu dari lima produk UMKM unggulan binaan SETC, bekerja sama dengan mitra tanggung jawab sosial perusahaan Business & Export Development Organization (BEDO), yang menampilkan produknya dalam pameran itu.
“Saya senang bisa ikut Wellness Food Japan 2023, dan sangat bersyukur bisa terpilih. Pas awal tahu terpilih ikut pameran ini, nge-blank, terkejut. Kayak mimpi, keren abis. Susah diceritakan dengan kata-kata. Berkat Sampoerna, saya bisa memperkenalkan Bali Pure ke luar Indonesia,” kata Ketut.
Dalam pameran ini, Bali Pure membawa berbagai produk unggulannya, seperti virgin coconut oil (VCO), minyak pijat, dan sabun yang dibuat dari minyak kelapa.
Bagi Ketut, pengalaman mengikuti Wellness Food Japan 2023 ini menjadi jalan untuk membuka pasar Bali Pure di Negeri Sakura. Sebuah pencapaian yang seakan mewujudkan mimpinya. Buah dari perjalanan panjang dan kegigihannya merintis usaha ini.
Berawal dari garasi mobil pinjaman
Cerita Bali Pure dimulai pada 24 Juni 2015. Ketut memulai bisnis ini di Desa Sembiran, Buleleng, Bali.
Menurutnya, di wilayah itu dipenuhi dengan perkebunan kelapa. Biasanya, kelapa-kelapa hasil panen dijual dengan harga murah karena tidak diolah.
“Saya lihat, penghasilan petani kelapa itu kurang. Jadi saya inisiasi bikin minyak kelapa murni, virgin coconut oil. Dari modal Rp 300.000, produksi di garasi mobil rumah teman yang kami pinjam,” kata Ketut.
Pada tahun pertama, produksi VCO Bali Pure dijual di berbagai toko yang ada di Seminyak, Kuta, dan Canggu. Bukan awal perjuangan yang mudah karena ia harus berhadapan dengan banyak penolakan saat menawarkannya ke sejumlah resort. Merek produknya belum dikenal dan masih dengan kemasan sederhana. Namun, ia tak putus asa.
“Dalam enam bulan pertama baru menghasilkan sekitar Rp 3,8 juta. Ada kecewa, tetapi saya tidak putus asa. Tuhan masih menghendaki saya melanjutkan bisnis ini. Lama kelamaan omzet naik. Ini makin bikin saya semangat,” ujar Ketut.
Meski lokasi produksi di wilayah pelosok, Ketut senang karena kini banyak yang ingin datang ke pabrik dan melihat proses produksi produk Bali Pure.
“Bahkan, ada tamu dari Pecatu yang harus berkendara 3-4 jam hanya ingin melihat produksi kami. Saya senang sekali,” lanjut dia.
Bangun pabrik Bali Pure
Pada 2018, dari hasil penjualan Bali Pure yang semakin meningkat, Ketut bisa membeli lahan. Di atas lahan seluas 20 are itu, ia membangun pabrik Bali Pure pada 2019. Pabrik itu dibangun dengan standar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Namun, proses pembangunan pun tak berjalan mulus, karena dunia dihantam pandemi Covid-19. Pembangunan pabrik yang dihentikan pada 2020, dilanjutkan kembali pada 2021, dan telah beroperasi hingga saat ini.
"Empat bulan lalu, keluar izin BPOM untuk kosmetik golongan B. Jadi, kami juga membuat produksi seperti sabun dan massage oil dari VCO yang kami jual ke spa-spa di Bali,” katanya.
Saat ini Bali Pure juga memproduksi minyak kemiri, serbuk daun kelor, jamu kunyit, dan jamu jahe merah. Tahun 2024, Ketut berencana memproduksi minyak atsiri.
Bahan baku yang digunakan Ketut memanfaatkan hasil panen para petani di Desa Sembiran.
Menurut Ketut, perkembangan dan kemajuan bisnisnya tak terlepas dari peran SETC dan BEDO sejak Bali Pure bergabung sebagai salah satu UMKM binaan pada 2018.
Setelah bergabung dengan SETC, ia mengikuti sejumlah pelatihan dan aktif di berbagai pameran. Wawasan soal bisnisnya bertambah, dan nama Bali Pure makin dikenal.
Ketut juga ikut pelatihan-pelatihan itu di antaranya soal kemitraan, pendampingan wirausaha, dan business matching. Bahkan, para pelaku UMKM yang tergabung di SETC didorong untuk melakukan kolaborasi dan kemitraan dengan pelaku bisnis ritel anggota Sampoerna Retail Community (SRC).(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul