jpnn.com, JAKARTA - Sejak tahun 1960-an revolusi hijau dilakukan sebagai usaha meningkatkan produktivitas pertanian. Berbagai macam usaha intensifikasi pertanian seperti penggunaan pupuk kimia, pestisida kimia, dan penggunaan varietas tertentu dilakukan untuk mencapai produksi yang diinginkan.
Penggunaan input sintetis yang dilakukan secara sistematis, terprogram, dan terus-menerus terbukti dapat meningkatkan produksi pangan.
BACA JUGA: BKP Kementan: Masalah Komunikasi & Distribusi Perlu Dibenahi
Namun, sistem pertanian berbasis high input energy seperti pupuk kimia dan pestisida berpotensi merusak tanah. Lebih dari itu, pangan yang dihasilkan oleh sistem budidaya konvensional berisiko terhadap kesehatan karena paparan residu kimia yang berlebihan, dan jika terus menerus dikonsumsi dapat terakumulasi di dalam tubuh.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pangan yang aman, serta jawaban terhadap revolusi hijau yang telah digalakkan di atas, pertanian organik dapat dijadikan salah satu solusinya.
BACA JUGA: Kementan Targetkan Bangun 10 Industri Bahan Pangan Lokal
“Pertanian organik mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis, dengan prinsip kelestarian dan peningkatan kesehatan tanah, tanaman, hewan, bumi, dan manusia sebagai satu kesatuan,” jelas Agung Hendriadi, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian.
Kementerian Pertanian telah mengembangkan pertanian organik di Indonesia. Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO) telah dibentuk untuk merumuskan kebijakan terkait organik.
BACA JUGA: Kementan Dorong Konsumsi Pangan Bergizi Seimbang dan Aman
“OKPO saat ini berkedudukan di Badan Ketahanan Pangan, kita akan terus review dan perkuat kebijakan pangan organik ini,” jelas Agung.
Untuk menjamin integritas organik suatu produk, diperlukan suatu penjaminan dengan menggunakan logo organik seperti diatur dalam Permentan Nomor 64 tahun 2014 tentang Sistem Pertanian Organik.
“Saat ini ada delapan Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) di Indonesia yang dapat memberikan penjaminan organik,” papar Agung.
Kita juga punya program “seribu desa pertanian organik” yang dibagi dalam sektor tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Hingga tahun 2018 ini jumlah total desa organik di Indonesia mencapai 1.060 desa organik.
“Ini adalah pencapaian yang membanggakan, serta wujud komitmen semua pihak terkait di Kementerian Pertanian, ” urai Agung
Indonesia merupakan negara ke-4 di Asia yang mempunyai lahan organik terbesar. “Hal ini menggambarkan bahwa Indonesia berpeluang besar menjadi negara penghasil produk organik terbesar di dunia,” tutup Agung. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Badan Ketahanan Pangan Kementan Bangun 3.818 Lumbung Pangan
Redaktur : Tim Redaksi