jpnn.com - Muhtar menangguk berkah dari meroketnya harga garam. Dia tak tiada hentinya mengucap syukur karena mahalnya harga garam bersamaan dengan panen yang melimpah.
Sakinah Fitrianti, Pangkep
BACA JUGA: Petambak Garam Kaya Mendadak, Sekali Panen Bisa Raup Rp 300 Juta
Muhtar adalah salah satu petambak yang merasakan “manisnya” harga garam. Warga yang beralamat di Kampung Bonto Nompo, Kelurahan Bori Masunggu, Kecamatan Labakkang, Pangkep, Sulsel, ini mengisahkan, dahulu, harga satu karung garam (sak) hanya Rp20 ribu. Sekarang ini melonjak tinggi mencapai Rp150 ribu hingga Rp175 ribu.
Harganya sangat tinggi. "Kita tidak pernah menyangka bisa dapat keuntungan yang melimpah. Sebab dulunya mencari pembeli garam saja susah. Kita sudah sangat bersyukur kalau ada yang beli garam satu karung itu Rp40 ribu. Itu sudah mahal sekali,” ujarnya.
BACA JUGA: Harga Garam Naik 500 Persen, Kasihan Nelayan Produsen Ikan Kering
“Nah, sekarang ini malah pembeli harus antre karena banyak sekali yang mau beli garam. Sampai orang dari Jawa selalu datang ke kampung kami," bebernya.
Selain itu, menjadi petambak garam juga baginya adalah suatu mukjizat.
BACA JUGA: Harga Garam Melambung, 50 Pengolahan Ikan Asin Gulung Tikar
Karena bukan cuman tangan manusia saja yang kerja. Tetapi kondisi alam sangat berperan. Karena, menurutnya, mengelola garam itu, yang paling penting adalah kondisi cuaca.
"Saya sebut ini mukjizat karena usaha ini kita tidak bisa perkirakan. Cuaca menjadi sangat penting, karena biarpun ada sepuluh pekerja yang siap garap garam. Tetapi, kalau tiba-tiba hujan, maka sama saja gagal panen. Olehnya itu, memang menjadi petambak garam harus banyak-banyak bersabar dan bersyukur. Supaya hasilnya lebih berkah lagi dan lebih banyak," katanya.
Ia juga menambahkan, salah satu kunci suksesnya panen garam di daerahnya adalah karena keterlibatan Pemerintah Kabupaten Pangkep.
"Semenjak ada bantuan terpal plastik dari pemerintah hasil garam juga jadi lebih banyak dan bagus-bagus hasilnya. Putih bersih sekali hasilnya. Saya dapat bantuan 50 meter terpal yang digunakan sebagai pelapis. Agar air laut tidak bercampur dengan tanah atau lumpur," ungkapnya.
Muhtar kembali menceritakan saat masa-masa sulitnya mengelola garam dahulu. Bahkan ia harus bekerja sebulan menggarap lahan garam. Tetapi, tidak membuahkan hasil apa-apa.
Kadang juga ia terpaksa meminjam uang untuk biaya hidup keluarganya. Ataupun ada masyarakat lain yang sengaja menyimpan uangnya, jika garam sudah ada hasil. Barulah dibayarkan.
"Pernah juga ada yang mau beli garam. Tetapi belum ada garam. Tetapi dia bayar di depan. Karena sudah kasihan sama petambak garam," ujarnya.
Bupati Pangkep, Syamsuddin Hamid mengakui bahwa, memang sudah ada program yang telah dijalankan oleh dinas terkait untuk melakukan pembinaan dalam pengelolaan garam.
"Selain pembinaan kepada petambak garam. Kita juga sudah salurkan bantuan plastik untuk pelapis lahan garam. Supaya hasilnya lebih baik dan berkualitas. Tidak hanya itu, kita juga siapkan bantuan modal untuk petambak yang kekurangan anggaran dalam modal awal," ungkapnya.
Selain itu, pihaknya juga berencana untuk memboyong petambak garam dan pelaku usaha garam di Pangkep untuk melakukan studi banding di luar Sulawesi. Tujuannya supaya mereka juga bisa menambah wawasan dalam pengelolaan garam. (*)
Redaktur & Reporter : Soetomo