Kisah PSK Langganan ABK Asing di Laut Balikpapan

Tergiur karena Dibayar Dollar

Senin, 03 September 2012 – 10:52 WIB
Gadis-gadis “penjaja cinta” yang satu ini rada berbeda. Mereka menerima panggilan pria hidung belang hingga ke laut. Praktik prostitusi di laut bagi mereka memang lebih menggiurkan. Apalagi kalau bukan tarif yang lebih mahal, karena pelanggannya orang asing. Pendapatan satu kali kencan bisa sampai tiga kali lipat ketimbang praktik serupa di darat. Gadis-gadis muda  berusia 19 hingga 26 tahun ini langganan kapal-kapal asing yang kebetulan berlabuh di laut Balikpapan atau perairan sekitar.

==============

SUATU sore, pertengahan Juli lalu, beberapa hari sebelum bulan puasa. Sekira pukul 15.00 Wita, Budi (33) -- bukan nama sebenarnya -- stand by dengan speedboat-nya di pelabuhan rakyat Kampung Baru-Mamuju, Balikpapan Barat. Dia tengah menunggu sekelompok perempuan muda yang memesannya untuk mengantarkan mereka ke laut Balikpapan. “Ada kapal asing, Mas. Biasa anak buah kapalnya (ABK) mau enjoy,” kata ayah anak dua yang saat itu mengenakan topi, celana pendek jeans biru dipadu kaos garis-garis berkerah. Selang 20 menit, sebuah taksi tiba di kawasan pelabuhan rakyat itu.

Empat perempuan muda berdandan modis turun dari taksi, lantas berjalan menuju tempat Kaltim Post dan Budi menunggu. Aroma parfum segar menyeruak ke rongga hidung saat keempat gadis itu mendekat. Dandanan mereka tak mencolok perhatian. Mengenakan kaos serta celana panjang jeans, sepatu hak tinggi dan menenteng tas. 

“Sorry, Bang, tadi agak macet  depan Rapak Ramayana, lama nunggunya ya,” kata Tika --bukan nama sebenarnya. Tika inilah yang awalnya mengontak Budi untuk diantar ke sebuah kapal asing yang memesan mereka. Paras Tika cantik. Kulitnya putih dengan rambut panjang yang dibiarkan terurai.

“Ah, enggak apa-apa, kita berangkat sekarang atau ada yang ditunggu lagi?” kata Budi, ramah. “Sekarang saja, kita berempat saja kok,” jawab Tika.

Speedboat dipacu Budi dengan kecepatan normal menuju arah utara. Sekira 15 menit kemudian, rombongan kecil ini sudah mendekat pada kapal besar yang mengangkut beberapa crane. Kapal itu sedang lepas jangkar.

Di pagar anjungan kapal, tiga pria asing berusia 30 tahunan berkulit putih, menanti. Tampilan mereka santai, ada yang mengenakan celana pendek selutut ada pula mengenakan pakaian safety yang berupa baju terusan celana.

Setelah mesin dibuat normal, speedboat mengikuti gerakan gelombang perlahan merapat ke sisi kanan belakang kapal. Dari speedboat, tinggi kapal itu sekira 10 meteran. Tangga monyet diturunkan oleh seorang ABK. Tangga berupa tali putih yang mengikat pada papan kayu sebagai pijakan diturunkan hingga mencapai speedboat. Seperti sudah terbiasa, gadis-gadis muda itu santai menaiki tangga monyet ini secara bergantian. Pantas saja di antara mereka tak ada yang mengenakan rok mini, rupanya supaya lebih mudah mendaki tiap anak tangga.

Sebelum menaiki tangga, Tika yang mendapat giliran terakhir berpesan pada Budi. “Nanti saya telepon ya, Bang,” katanya. Maksudnya, setelah mereka selesai “transaksi”, Budi diminta kembali menjemput di kapal asing itu.  Media ini dan Budi pun lantas kembali ke pelabuhan rakyat. Sambil menunggu dihubungi, isi perut dulu dengan menu ikan bakar di warung sekitar pelabuhan.

Budi mengenal Tika sudah lebih tujuh bulan. Gadis itu menggunakan jasanya untuk antar jemput baru beberapa kali. “Kalau sama saya, belum belasan kali, mungkin teman yang lain ada juga yang jadi langganannya mengantar,” kata Budi.

Siapa penghubung mereka jika ada kapal asing datang dan mencari perempuan untuk memuaskan nafsu"  “Saya kurang  tahu, biasanya mereka punya teman yang memberikan informasi kalau ada kapal asing datang. Kemudian orang itu datang menawarkan ke ABK kapal asing,” jawab Budi. Jika ABK berminat serta sepakat harga, mereka mengontak salah satu dari perempuan tadi. Setelah itu biasanya mereka tinggal berhubungan via telepon. Misalnya Tika yang ditelepon, kemudian Tika menawarkan lagi pada teman-temannya. Tika memang tinggal satu kos di Jenderal Sudirman, dengan beberapa rekan yang punya pekerjaan sama.

Untuk antar jemput, Budi mengaku tak menetapkan harga kepada gadis-gadis tersebut. Tapi biasanya, tarif antar jemput untuk satu orang Rp 100 ribu. “Tinggal dikalikan saja berapa orang yang naik speedboat saya, paling banyak enam penumpang,” katanya. Kalau kapalnya jauh melepas jangkar, biasanya sampai luar perairan Balikpapan, satu orang bisa dikenakan Rp 150 ribu–Rp 200 ribu. “Tapi memang untuk daerah yang jauh jarang. Kalau ada yang bermalam di kapal, besoknya saya jemput juga,” katanya.

Tugas Budi hanya antar jemput. Dia tak pernah menawarkan langsung kepada ABK. Tapi diakuinya, ada rekannya sesama motoris yang biasa menawarkan kepada ABK di kapal asing. Jadi saat ada kapal asing berlabuh, mereka mendatangi dan menawarkan perempuan untuk pemuas nafsu. “Eggak semua ABK kapal mau. Umumnya ‘kan mereka saat berlabuh mencari sembako, jadi ada juga yang mencari perempuan. Kapal asing ini kalau berlabuh bisa lebih seminggu. Yang cuma dua sampai tiga hari ada juga,” katanya.

Informasi tentang kapal asing yang sedang berlabuh biasanya juga didapat dari sesama motoris. Misalnya, ada motoris yang di-carter ke kawasan perairan yang agak jauh, tak sedikit yang menemukan ada kapal asing berlabuh. Mereka pun lantas mendekati dan menawarkan. Saat memberikan penawaran kepada ABK, biasanya terkendala bahasa. Karena itu hanya menggunakan kode jari, dengan tambahan kata-kata, ”Seks, seks, Sir”.

Tergiur karena Bayaran Dolar
ANYA -- bukan nama sebenarnya -- mengaku lebih senang melayani tamu di kapal asing. Ditemui belum lama ini di salah kafe di tengah Kota Balikpapan, wanita berusia 22 tahun perantauan asal Jawa itu banyak cerita tentang pengalamannya selama melayani ABK asing. Anya adalah teman satu kos Tika. Tubuh Anya proporsional, dengan tinggi 168 berat 55 kg. Kulitnya sawo matang dengan rambut sepundak. Ujung rambutnya sengaja dibuat bergelombang.

Pemilik wajah oval dengan gigi dipasang kawat behel ini sebenarnya tidak mutlak melakoni pekerjaan sebagai pemuas nafsu para ABK asing. Anya punya pekerjaan paruh waktu lainnya, yakni sebagai ladies salah satu tempat hiburan malam (THM). Siangnya, dia adalah pegawai toko sebuah merek ternama di salah satu mal. Janda anak kedua dari empat saudara ini memang banyak melakoni pekerjaan. Sebab dia harus menghidupi anak lakinya berusia tiga tahun serta membantu biaya kursus bahasa asing dan komputer adik keempatnya di Jawa. Adik perempuannya itu berencana ingin bekerja di luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Di kehidupannya sehari-hari, Anya tak sembarangan menerima tamu untuk kencan di hotel. Dia pilih-pilih. Tapi, kalau ABK asing yang mencari, Anya lebih mengutamakan. Karena selain tamunya tidak cerewet, honor yang diterima bukan rupiah tapi dolar untuk short time. Anya bisa menerima bayaran dari tamunya 100 USD atau sekira Rp 1 juta -- kurs 1 USD  Rp 9.500.

Setiap bulan, Anya menerima pemasukan dari kerja sebagai ladies dan pegawai toko Rp 2 juta. Uang tersebut dipotong lagi Rp 250 ribu untuk patungan bayar kamar kos dengan Tika, bayar angsuran kredit motor Rp 550 ribu, kirim ke Jawa antara Rp 700 ribu sampai Rp 1 Juta, sisanya untuk kehidupannya sehari-hari. “Pendapatan (bekerja sebagai ladies dan pegawai toko) itu enggak cukup, kalau ke kapal, bisa nambah-nambah buat beli peralatan make up, salon dan lainnya. Saya bisa juga nabung,” katanya.
 
Diakuinya, pelanggan di kapal asing tidak cerewet. Ngobrolnya jarang karena kendala bahasa. Enaknya, dibayar dengan dolar. “Awal saya terima tawaran, agak takut, khawatir disandera sama orang asing, sekalinya orangnya baik-baik,” katanya.

Dalam satu bulan, paling banyak dia tiga kali menerima panggilan ABK asing. “Teman saya ada yang sampai enam kali. Tapi tergantung sih. Kalau pas mereka butuh, tapi badan saya capek, ya saya enggak ikut. Kalau bermalam jarang tapi pernah,” katanya.
 
Kalau bermalam, pendapat yang diterima Anya lebih besar lagi. Biasanya sampai USD 250-300. “Tapi kalau dengan ABK asing, meski enggak semua, sebelum melayani biasanya saya ditawari minum alkohol. Paling cuma segelas saja untuk penghormatan. Karena saya enggak suka, rasanya pahit dan kalau mabuk kepala berat sekali,” katanya.
 
Apakah tak khawatir tertular HIV/AIDS? Usai menyeruput minuman bersoda, Anya langsung menjawab tegas, “Tentu khawatir”.

“Saya awalnya memang bawa pengaman, karena khawatir tertular. Pas, akan berhubungan, tamu saya itu sudah menyiapkan duluan (kondom). Ternyata, mereka (ABK asing) sudah biasa menggunakan pengaman, tanpa diminta mereka disiplin.  Jadi selama saya melayani, pasti mereka mengenakan kondom,” katanya.
   
Anya mengakui, dia sebenarnya tak ada jaringan langsung dengan ABK asing. Biasanya, ada teman yang punya channel termasuk Tika, yang kemudian menawarkan kepadanya. “Kalau ke kapal asing enggak berarti kita pasti transaksi. Terkadang kalau mereka enggak cocok, ya kita duduk saja menunggu teman kita. Paling disuguhi makanan dan minuman terus diberi uang USD 20,” katanya. (*/aim/far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ruang Gerak Teroris Dipersempit

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler