Kisah Seorang PSK di Lokalisasi Malanu, Dolly-nya Kota Sorong

Legal tapi Wajib Kondom

Sabtu, 05 Desember 2015 – 10:57 WIB
Ilustrasi.

jpnn.com - ANDA mau menjadi pekerja seks komersial (PSK)? Menjajakan tubuh demi kepuasaan orang? Tentu itu bukan pilihan. Banyak dari PSK mengaku, menjadi aktor utama dalam bisnis lendir ini karena keterpaksaan, jeratan faktor ekonomi, masalah rumah tangga, hingga pelarian. Di balik kehidupan mereka, di antaranya punya cerita tersendiri.

Andre P Siregar dan Victor Y Patty, Radar Sorong

BACA JUGA: TERUNGKAP! Diler Sebut Roda Lamborghini Maut tak Terkunci, Penjelasannya...

Kehidupan malam di lokalisasi Malanu, Sorong Utara, Sorong, Papua Barat semakin ramai. Area wajib kondom yang sering disebut Dolly-nya Sorong ini diramaikan pria-pria yang ingin kepuasan seks semalam. Suatu malam itu, tim Radar Sorong menelusuri lorong-lorong kecil di antara wisma-wisma, untuk mengetahui bagaimana para pria mencari pasangan yang diinginkan. Tentunya pasangan kencan berbayar.

Suara dentuman karaoke bersahutan dari wisma ke wisma lainnya yang hanya terpisah lorong berukuran 1,5 meter. Lampu redup menambah pekatnya malam. 

BACA JUGA: Gara-Gara Obat Nyamuk, Keluarga Lamijo Kehilangan Rumah

Di bagian depan wisma, papan neon masih redup, saat itu masih sekitar pukul 23.00 WIT. Sebagian PSK yang belum kedatangan tamu duduk di teras. Siulan kecil sebagai penanda, senyum semringah menjadi ciri bujuk sapaan.

Tim menelusuri dari lorong ke lorong, tawa renyah dari kejauhan terdengar di celah kebisingan alunan musik. Suara karaoke pengunjung tak menentu, bahkan lebih tepat disebut tak beraturan. Nada lagu lebih jelas tertimbun suara parau.

BACA JUGA: Pengganti Eddy Sofyan Tinggal Tunggu Diteken Mendagri

Sepertinya pengunjung bukan mementingkan ketepatan nada bernyanyi tapi hanya sekedar berteriak tak tentu arah. Di surut-sudut wisma, di teras lebih banyak PSK yang sedang dihampiri para pria. Meski tak jelas obrolan apa yang diperbincangkan, tapi tampaknya mereka sedang transaksi. 

Lokalisasi Malanu memang menjadi area wajib kondom yang legal, pria mana saja bisa lalu-lalang untuk mencari wanita yang bisa diajak bersenang-senang.

Di salah satu sudut teras wisma, seorang PSK sedang duduk sendiri sambil tersenyum membaca pesan singkat di handphonenya. Tim berpura-pura untuk menanyakan tarif wanita berkaos ketat dan celana jeans pendek itu. Sebut saja Inem (35) (bukan nama sebenarnya), seorang wanita yang mengaku baru menggeluti dunia PSK sejak 1,5 bulan ini.

“Kalau mau maen Rp 150 ribu mas, biasa saya minta Rp 200 ribu,” jawabnya sambil tersenyum.

Memang tidak gampang untuk mengajaknya mengobrol lama. Karena ia sedang menjaring tamu, para pria yang doyan kelayapan malam di tempat itu. Tim lalu mencoba mendekatinya dan membelikan minuman ringan agar obrolan bisa berlangsung lebih akrab. “Saya lagi malas mas, baru bangun tidur…saya lho dari sore tidur saja, gak tahu kok malas banget…,” ia memulai perbincangan.

Obrolan pun mulai akrab, ia bercerita tentang dirinya yang masih baru tinggal di Lokalisasi Malanu. Wanita berperawakan tinggi dan mengkal ini lama tinggal di Kota Batam. Masalah rumah tangga yang berujung perceraian dengan sang suami, membuat wanita bertato kecil di lengan kanan pun memutuskan pergi menjauh. 

Ia sebenarnya sudah memiliki anak yang kini berumur 9 tahun.

“Saya kan telpon teman, nah…dari teman dikasih tahu, kesini..kesini begitu, ya saya pergi sendiri sampai di sini, saya memang langsung datang ke sini mas,” imbuhnya.

Tiap malam, wanita yang tak merokok dan tak mau diajak minum minuman keras ini harus berdandan seksi. Modal awal dalam menggaet tamu-tamu yang datang. Ada yang sekadar menghampiri untuk menanyakan tarif, ada yang menawar hingga jatuh murah, tapi ada juga yang memang langsung oke.

Ia mengakui, tak betah menjadi PSK, tetapi karena tuntutan ekonomi, semuanya terpaksa ia lakoni. Sebenarnya, lanjut wanita berambut panjang itu, ia ingin mencari pekerjaan lain, misalnya membuka warung makan atau apa saja. “Pengennya begitu mas, tapi kan butuh modal juga,” sahutnya pelan.

Untuk mengobrol dengan wanita itu, tim harus benar-benar mendekat. Karena suara keras pun terkalahkan dengan kerasnya music karaoke. Menurutnya, jika nanti ia mendapat pekerjaan lain, ia akan segera mengakhiri pekerjaan sebagai PSK.

Menjajakan seks memang harus diakuinya hanya sekadar cara mendapatkan rejeki. Dalam semalam, ia pernah meladeni 4 pria yang memintanya untuk ditemani di ranjang. Tetapi, lebih sering tak ada tamu yang memintanya untuk berduaan di kamar. 

Ia tinggal di kamar salah satu wisma dengan kesepakatan pemilik wisma. Kamar itu memang tidak disewa. Tetapi, dibayar saat menerima tamu. Ukuran untuk pembayaran sewa kamarnya, untuk satu tamu yang dilayani, ia harus mengeluarkan Rp 20 ribu sebagai biaya kamar. Berbeda jika tamunya ingin menginap, untuk bobok ditemani PSK, tamu dikenakan tarif Rp 600 ribu, itu juga bisa nego. Sebelum di-nina bobokan, tamu harus meminta izin dulu ke security.

“Di sini gak betah mas, tapi ya mau bagaimana lagi,” ujarnya sambil meminta diri beranjak dari obrolan. (radarsorong/adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Beraat... Surat Suara untuk Pilkada Kalteng Kurang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler