Kisah si Ibu: Saya tak Bisa lagi Menggapai Israfil karena Diempas Ombak...

Senin, 28 Desember 2015 – 06:10 WIB
Suryani (kiri) bersama keluarga korban KMP Marina Baru 2B diundang oleh PT Jasa Raharja Sultra untuk menerima santunan, Sabtu (26/12). Fotografer: Muh Yusuf/Kendari Pos

jpnn.com - KAPAL KMP Marina Baru 2B perlahan semakin tenggelam, tapi Suryani tak kunjung bisa mengikatkan pelampung ke tubuhnya. Karena itu, dia memerintahkan kedua anaknya untuk terjun dulu ke laut.

MUHAMMAD YUSUF, Kolaka

BACA JUGA: Ketika Gereja bersolek Bersama Masjid dan Pura

Sebab, mereka, Muhammad Israfil Muin dan Muhammad Firdaus Muin, sudah selesai mengikatkan pelampung masing-masing. Dengan hanya mengalungkan pelampung pada leher, Suryani pun segera menyusul kedua buah hatinya untuk melompat ke perairan Teluk Bone.

”Saya hanya mengalungkan pelampung itu, lalu menyusul mereka (lompat ke laut, Red). Namun, saya hanya bisa memegang pelampung Firdaus. Saya tidak bisa lagi menggapai Israfil karena diempas ombak,” kenangnya. Suryani terus berjuang memegang Firdaus. Meskipun dia tak rela, pilihannya hanya berusaha menyelamatkan Firdaus.

BACA JUGA: Yuk...Lihat Dua Buaya Monster yang Pernah Melahap Manusia

Tapi, ombak yang menenggelamkan KMP Marina Baru 2B Sabtu lalu (19/12) itu terlalu kencang untuk dia lawan. Tangannya pun hanya mampu memegang pelampung Firdaus. Israfil tidak lagi bisa dia jangkau.

Dengan suara tercekat, Suryani menuturkan horor Sabtu sore lalu itu di sela penerimaan santunan korban kecelakaan laut KMP Marina Baru 2B di PT Jasa Raharja Sulawesi Tenggara (Sultra) kemarin (27/12).

BACA JUGA: Prostitusi Kelas Atas di Kaltim, Gampang-gampang Susah

Tuturannya tak lancar, kerap tiba-tiba terhenti. Mungkin karena masih sangat membekasnya trauma akan tragedi yang total menewaskan 67 orang hingga kemarin itu. Apalagi, ada pengingat berupa luka di dagu yang belum kering betul.   

”Teriakan histeris terdengar di mana-mana. Banyak orang terseret ombak. Israfil pun akhirnya lepas dari pandangan saya,” katanya seperti dilansir Kendari Pos (Jawa Pos Group).

Bersama Firdaus yang baru berusia sembilan tahun, Suryani terombang-ambing di lautan. Sesekali mereka meneguk air laut untuk melepas haus. Namun, tidak banyak yang bisa mereka minum.

Mereka baru ditemukan Minggu (20/12) sekitar pukul 10.00 Wita oleh sebuah kapal feri berwarna putih yang sedang melintas. Sekitar 19 jam sejak KMP Marina Baru 2B dikabarkan tenggelam pada pukul 15.30 Wita.

Wajar jika kemudian Firdaus menangis karena lapar dan dahaga. ”Dia (Firdaus, Red) sempat tidak sadarkan diri selama satu jam lebih. Untungnya, saat itu kami langsung ditemukan dan dibawa ke kapal feri itu,” terangnya.

Suryani berharap Firdaus, yang kemudian dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Djafar Harun, Kolaka Utara, bisa selamat. Tapi, harapan tersebut kandas. Buah hatinya itu mengembuskan napas terakhir. 

Suryani menuturkan, dirinya menaiki KMP Marina Baru 2B ke Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, untuk membesuk orang tuanya yang sedang sakit. Kedua anaknya diajak karena sudah lama tak bersua kakek-nenek mereka.

Dari total 118 orang yang diangkut kapal itu, sudah 107 korban yang ditemukan tim gabungan yang terdiri atas anggota Basarnas, TNI, Polri, dan BPBD serta nelayan. Di antara 107 orang tersebut, 67 korban meninggal. Adapun sebelas orang lain masih dicari.

Di antara 67 korban meninggal tersebut, yang pertama ditemukan tim pencari adalah Siti Badriah. Bahrin Rais, sang suami, mengenang, sebelum kapal tenggelam, saudara sang istri, Rusdi Sair, yang naik kapal yang sama, mengontaknya.

Rusdi mengatakan bahwa KMP Marina Baru 2B mulai kemasukan air. Dia hanya meminta tolong untuk didoakan agar mereka selamat. Namun, ketika Rusdi menawari untuk bicara dengan sang suami, Siti menolak.

Bisa jadi karena Siti sudah sangat panik saat itu. ”Setelah menunaikan salat Asar, saya kembali menghubungi handphone mereka secara bergantian. Handphone-nya aktif, tapi tidak diangkat-angkat juga,” kenang Bahrin.

Sekitar pukul 17.30 Wita, warga Konawe, Sultra, itu mencoba menghubungi lagi keduanya, tapi handphone sudah tidak aktif.

”Setelah salat Magrib, saya gelisah dan memutuskan untuk ke Kolaka, mencari informasi. Mayat istri saya ditemukan sekitar pukul 11.00 Wita,” ungkapnya. Adapun jasad Rusdi baru teridentifikasi oleh tim DVI Polda Sultra kemarin.

Bahrin mengaku mendapat firasat kurang bagus sebelum keberangkatan istrinya itu. Awalnya, Siti berencana berangkat ke Pangkep untuk menjenguk keluarga melalui transportasi udara.

Tapi, rencana tersebut batal. Begitu pula rencana berangkat lewat darat. Padahal, menuju Pangkep lewat Siwa, jaraknya cukup jauh. ”Waktu saya antar, juga kok tiba-tiba tali fan belt motor saya rusak,” katanya.

Menurut Jumriana Mandasari Bahrin, anak Siti dan Bahrin, setelah dari Pangkep, sang ibu akan mengunjunginya di Makassar. Jumriana saat ini menempuh pendidikan di Program Studi Bahasa Inggris PPS Unhas, Makassar.

Tapi, Siti tak pernah sampai ke Makassar. ”Padahal, rencananya, kami sama-sama pulang ke Konawe,” ujar Jumriana dengan sedih.

Kalau Jumriana hanya bisa meratapi rencana kepulangannya bersama sang ibu yang kini hanya tinggal kenangan, Suryani tetap memelihara impian bisa melihat Israfil lagi. Kemarin Tim DVI (Disaster Victim Identification) Polda Sutra memang mengidentifikasi jenazah dengan nama M. Israp asal Penanggo, Kolaka Timur.

Tapi, Suryani yakin bahwa itu bukan Israfil. ”Saya masih berharap Israfil ditemukan dalam keadaan selamat,” ucap dia. (*/JPG/c11/ttg)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wisudawan Terbaik, Ongkosi Kuliah dari Becak Mini, Alhamdulillah kini...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler