jpnn.com - BAYU Pramono merupakan lulusan terbaik Universitas Lampung (Unila). Pemuda asal Lubuklinggau itu menjalani perkuliahan di tengah kerasnya kehidupan yang dia jalani.
DIAN CAHYANI – Palembang
BACA JUGA: Kisah si Ibu Tua, Puluhan Tahun jadi Pencari Cacing Tanah demi Tujuh Anaknya
Sebuah novel kisah nyata (true story) berjudul Jejak sang Mahasiswa menghiasi laman facebook Bayu Pramono. Warna novel yang mencolok membuat posting-an pria berkacamata itu ramai komentar.
Itulah novel karya Bayu, yang kini dosen di STIE Bisnis Indonesia dan PT Bakrie Pangripta Loka Lampung. Bayu masih muda, lahir di Lubuklinggau, 16 Juni 1992. Tapi kini dia telah mencapai sukses.
BACA JUGA: Tidur di Gerbong Kosong, Tentara Cantik Ini Sudah Akrab dengan Suara Bom dan Ranjau
“Semua berkat kerja keras,” ujarnya ramah. Perjuangan hidupnya panjang dan tidak mudah. Diawali dari tekadnya merantau ke Lampung, bertahan hidup sebagai mahasiswa dan lulus sebagai wisudawan terbaik dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,87.
Semua ia tuangkan dalam novel yang kini penjualannya tembus 1.000 eksemplar itu. Sembari berusaha mengingat kenangan di akhir 2013 itu, Bayu mengaku menamatkan kuliahnya dalam waktu 3 tahun, 9 bulan.
BACA JUGA: Kisah Bunda Neni, Menang meski Dikeroyok Sembilan Parpol
Di awal kuliah, ia masih mendapat kiriman uang dari keluarganya. Saat itu sang ibu masih hidup. Ia memang berusaha keras jadi lulusan terbaik. Dalam setiap doanya, Bayu ingin memberikan kado spesial bagi sang ibu yang berulang tahun dua hari setelah dia diwisuda.
Tapi keinginan itu tak kesampaian. “Ibu meninggal dua tahun lalu, sebelum saya diwisuda,” imbuhnya sembari menahan haru. Meski tak bisa memeluk sang ibu di hari spesial wisudanya, Bayu yakin ibunya melihat dan bahagia dari surga.
Sejak kepergian sang ibu, Bayu tak lagi minta kiriman uang dari ayahnya. Ia tak mau memberatkan ayahnya. Anak sulung dari dua bersaudara itu sadar gaji ayahnya kecil, sedang utang dan biaya hidup lain masih banyak.
“Aku mau gaji beliau fokus untuk merawat adikku yang ada di kampung,” jelas Bayu.
Dengan modal bisnis dari program mahasiswa wirausaha, Bayu merintis usaha penyewaan becak mini. Setiap sore, dia buka usaha becak mini itu di kawasan Way Halkim yang memang ramai pengunjung.
Banyak pengalaman didapatkannya. Dia berinteraksi dengan para pedagang kecil, pengamen hingga preman jalanan. Khusus minggu pagi, dia harus buka usaha subuh.
“Jam 4 sudah bangun, setelah salat langsung ke lokasi sebab kalau kesiangan bisa tidak dapat lapak yang strategis,” bebernya.
Berbekal keyakinan dan penuh kesabaran, usahanya berkembang. Dari hanya empat becak mini, sekarang Bayu punya 20 unit becak. Harga satu unit becak mini sekitar Rp1,8 juta. Usaha penyewaan becak mini mengajarkannya kerasnya kehidupan. “Itu sekelumit cerita yang saya tuliskan di novel yang saya buat,” tuturnya.
Alumnus SMAN 1 LubukLinggau tak menyangka, respon pembaca terhadap novel karyanya luar biasa. Ia sangat bersyukur penjualan novel yang mulanya hanya ingin berbagi kisah hidup itu sudah mencapai 1.000 eksemplar.
Kini, dengan menjadi dosen di STIE Bisnis Indonesia dan bekerja di PT Bakrie Pangripta Loka, kehidupan Bayu sudah jauh lebih baik. Dia masih sering menulis dan menerbitkan majalah organisasi kampus. Dia juga sering menulis artikel dan mengirimnya ke berbagai media massa di Lampung. (*/ce1)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Salut, Mantan Buruh Cuci Ini Sukses Jadi Raja Restoran Beraset Miliaran
Redaktur : Tim Redaksi