jpnn.com - jpnn.com -Polemik operasi pertambangan PT Freeport Indonesia (PTFI) mengundang keprihatinan warga Mimika, Papua. Puluhan warga yang merasa tergerak hatinya terhadap berbagai dampak, sejak penghentian ekspor konsentrat Freeport Januari lalu, berinisiatif menggelar aksi solidaritas dan doa bersama di lapangan Timika Indah, Kota Timika, Sabtu (25/2) mulai pukul 19.00 WIT.
Solidaritas dan doa bersama yang melibatkan seluruh perwakilan agama ini merupakan aksi spontanitas warga. Aksi ini berawal dari sekelompok pemuda penggiat media sosial Facebook. "Kami panitia awalnya tidak saling kenal. Kami saling membagi info ini lewat Facebook, kemudian bertemu dan membuat aksi ini," kata Koordinator Aksi, Rocky Kawer, seperti dikutip dari Radar Timika, Senin (27/2).
BACA JUGA: Curigai Freeport Sembunyikan Mineral Khusus dari Papua
Rocky menyebutkan, mereka merasa terpanggil untuk berdoa agar kisruh Freeport dan pemerintah segera berakhir. Mereka prihatin terhadap nasib karyawan Freeport yang telah dirumahkan dan di-PHK, sebagai akibat dari polemik ini.
"Kami melihat situasi di Timika mulai kurang baik akibat kisruh Freeport. Karena keluarga, orang tua, dan teman-teman kami mulai terdampak pengurangan pekerja," ujar Rocky.
BACA JUGA: Kok Pemerintah di Era SBY Tak Berkutik Hadapi Freeport?
Warga juga mendoakan ribuan pekerja yang telah dirumahkan dan di-PHK, agar diberikan kekuatan dan kesabaran. Begitu juga kepada warga Mimika dan Papua, yang secara umum yang merasakan dampak efisiensi perusahaan.
"Apa pun keputusan dan kesepakatan antara pemerintah dan Freeport nanti, kami berencana untuk kembali menggelar aksi berikutnya lagi," tambah Rocky.
BACA JUGA: JK Sebut Masalah Pemerintah Dengan Freeport Tidak Rumit
Dalam aksi tersebut juga diisi pembacaan puisi berjudul Jeritan Si Burung Tambang, oleh salah satu pemudi Mimika, Borelino Tapadongko. Pembacaan puisi karya Rizal Napitupulu ini semakin membuat warga terharu. (mix/jpnn)
Jeritan Si Burung Tambang
Puluh ribuan sang buruh yang bukan burung puyuh
Tatapan tajam mengais rezeki di limpahan batu sangar
Dinginnya kabut tebal bukan penghalang
Walau sumsum tulang mulai membeku
Demi asap mengepul sekadar bertahan hidup
Berharap takenjadi peminta-minta dan pengemis
Tak bermimpi menimpakan walau secuil beban di pundakmu
Di tengah karya, ombak menderu dan menerjang
Lubang kerongkongan menjadi maut
Sedetik lagi asa hampir mati
Gemetar tapi tidak terasa
Manis terasa pahit
Jerit tangis menggema
Kini....
Kupertanyakan kepadamu
Katanya hidup di negeri merdeka, namun benarkah merdeka?
Katanya menyejahterakan, tapi manis di bibir
Wahai engkau mata, jika dapat lihat
Wahai engkau telinga bila mampu mendengar
Wahai engkau hati, andai bisa rasa
Lilin kecil ini....
Jadi saksi
Engkau masih menerangi
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingat, Level Kontrak Freeport Bukan di Atas Konstitusi
Redaktur & Reporter : Adek