jpnn.com - jpnn.com - Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha yang membidangi pertambangan dan energi menyatakan, pemerintah harus mengutamakan konstitusi dalam persoalan perizinan untuk PT Freeport Indonesia (PTFI). Pasalnya, yang selama ini terjadi justru pemerintah Indonesia sejajar dengan PTFI.
Berbicara pada diskusi bertajuk Republik Freeport di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (25/2), Satya menyatakan bahwa pemerintah adalah pemberi izin. Sedangkan PTFI hanya mengantongi kontrak pertambangan.
BACA JUGA: MPR: Kalau Perlu Keluarkan Freeport dari Indonesia
Karenanya, keputusan pemerintah mengubah izin kontrak karya (KK) untuk PTFI menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) harus semata-mata mengacu UUD 1945 yang menjadi konstitusi dasar Republik Indonesia. “Sebagai negara berdaulat, hukum kontrak tidak bisa semata-mata melebihi hukum konstitusi kita," kata Satya.
Seperti diketahui, pemerintah Indonesia pada 10 mengubah status KK untuk PTFI menjadi IUPK. Namun, Freeport MacMoRan yang menjadi induk usaha PTFI menentang keputusan pemerintahan Joko Widodo.
BACA JUGA: GMNI Ajak Semua Pihak Dukung Jokowi Hadapi Freeport
Karenanya, Freeport memberi kesempatan selama 120 hari kepada pemerintah Indonesia agar PTFI tetap mengantongi ketentuan sebagaimana dalam KK. Jika tuntutan itu tak dipenuhi, maka Freeport akan menggugat ke Arbitrase Internasional.
Satya pun menyarankan kepada pemerintah ataupun PTFI agar memanfaatkan waktu selama 120 hari untuk berunding. Tujuannya agar persoalan PTFI tak sampai bergulir ke pengadilan.
BACA JUGA: Jangan Bahas Masalah Freeport Secara Emosional
Meski demikian politikus Partai Golkar itu menegaskan, solusi yang akan dihasilkan tidak boleh bertentangan dengan hak dan kewajiban Indonesia sebagai negara berdaulat. Apalagi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara sudah dengan tegas mengatur kewajiban perusahaan tambang membangun smelter untuk melakukan pemurnian di dalam negeri.
PTFI pun wajib memenuhi ketentuan membangun smelter. Namun, kata Satya, PTFI justru mengantongi kelonggaran demi kelonggaran sehingga bisa mengekspor konsentrat.
Satya menegaskan, seharusnya polemik ini tidak terjadi bila Freeport patuh pada UU dan konstitusi Indonesia. Jika memang mau memperpanjang KK, sambung Satya, maka PTFI harus membangun smelter.
“Kalau smelter dibangun sebelumnya, ini (polemik, red) tidak akan terjadi. Dan sudah ada dua kali relaksasi. Kami sudah me-warning pemerintah hati-hati, karena ini terjadi pelanggaran UU," tegas dia.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ego Masing-Masing Bikin Persoalan Freeport Meruncing
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam