Acara Catatan Najwa Goes to Melbourne yang diselenggarakan hari Sabtu (6/7/2019) di kampus Universitas Melbourne menyisahkan pertanyaan mengapa pembicara yang hadir tidak menampilkan keragaman Indonesia. Reaksi penonton Catatan Najwa
BACA JUGA: Waspada, WNI di Australia Nyaris Jadi Korban Penipuan Kantor Pajak Gadungan
Acara berjudul Merawat Indonesia diselenggarakan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Komunitas Monash, Indonesian Diaspora Network Victoria (IDN-VIC) dan Narasi TV, dengan pembicara Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, tokoh masyarakat Yenny Wahid, serta Yunarto Wijaya dari lembaga Charta Politika dengan dipandu Najwa Shihab.
Materi yang dibahas selama 3 jam tersebut adalah soal toleransi dan identitas, dua topik yang sedang ramai diperbincangkan di Indonesia.
BACA JUGA: Takut Mengadu ke Media, Seorang Warga China Dilarang Keluar Dari Negaranya
Ada sekitar 800 peserta yang hadir dalam diskusi, namun tidak hanya pujian, sebagian ada pula yang mempertanyakan latar belakang pembicara yang pernah berada di kubu 'sama'.
Gubernur Ganjar Pranowo adalah politisi PDI Perjuangan, sementara Yenny Wahid merupakan salah satu tim sukses Presiden terpilih Joko Widodo.
BACA JUGA: Tak Ada Lagi Cebong dan Kampret: Ajakan Merawat Indonesia dari Melbourne
Panitia penyelenggara telah berusaha keras untuk tidak lagi membicarakan dua dikotomi yang ada di Indonesia saat ini yaitu kubu pendukung 01, Joko Widodo dan pendukung 02, Prabowo Subianto.
Namun beberapa peserta yang hadir mengatakan kepada ABC Indonesia jika mereka menyayangkan tidak adanya pembicara yang mewakili kubu 02.
Salah seorang yang hadir dalam acara adalah Natasha Lohanatha, mahasiswi yang mengatakan dia ingin mendengar pendapat dari sudut pandang yang berbeda dalam diskusi tersebut.
Mahasiswi Jurnalistik di Deakin University sebenarnya berharap mantan kubu 02 ikut berada di atas panggung.
"Diskusinya menarik tapi saya sebenarnya berharap agar lebih ada diskusi yang menjembatani dengan orang-orang yang berbeda pandangan."
Ia bahkan mengatakan sudah dapat menebak isi diskusi dengan hanya melihat narasumbernya.
"Isi diskusi ini adalah konten yang sudah menjadi ekspektasi dari awal. Memang topiknya adalah sesuatu yang wajib diingatkan terus menerus, tapi kalau mau membuat perbedaan bagi negara seharusnya memasukkan konten berbeda yang bisa kita pelajari." Photo: Najwa Shihab, pemilik acara Mata Najwa dan Catatan Najwa, berkunjung ke Melbourne bersama tiga pembicara yang mengajak untuk merawat Pancasila. (Foto: ABC News, Erwin Renaldi)
Di sisi lain, seorang warga yang tinggal di Melbourne Geubrina Djufri yang akrab disapa Geby merasa senang dengan hasil akhir diskusi langsung yang bertempat di Robert Blackwood Hall, Monash University Clayton, Victoria.
Ia merasa panelis yang hadir berhasil menyampaikan pesan 'Merawat Indonesia' dengan baik.
"Sebagai audiens saya merasa pesannya tersampaikan sekali, dan menurut saya itu yang kita butuhkan saat ini," kata Geby kepada Natasya Salim dari ABC News.
"Panelis dengan cara berbeda dan sudut pandang masing-masing mengatakan bahwa pemilu sudah selesai, rakyat tidak perlu bertengkar atau menyalahkan satu sama lain dan takut pada perbedaan."
Yacinta Kurniasih, dosen mata kuliah Indonesia di Universitas Monash yang aktif terlibat dalam kegiatan masyarakat di Victoria ikut melihat kesuksesan acara ini dari sudut pandang berbeda.
Menurutnya, acara ini merupakan kampanye positif yang telah berhasil menyatukan berbagai lapisan warga Indonesia lintas suku, agama dan status.
"Di acara ini saya bertemu dengan warga yang datang mulai dari anak kecil sampai keluarga muda yang jadi warga di sini dan juga para pekerja di Melbourne. Rasanya seperti Indonesia kecil," kata Yacinta.
"Tidak ada yang sempurna, tapi acara itu menyatukan banyak orang dari berbagai elemen mulai dari penerima beasiswa, diaspora Indonesia, kelompok besar WNI yang semakin peduli akan Indonesia dan lain-lain."Anies Baswedan diundang tapi tidak bisa hadir External Link: Twitter Kita dan Mereka
Menanggapi pertanyaan mengenai tidak adanya wakil dari kubu yang berbeda dengan pembicara lainnya, Indra Prasetyo mahasiswa S2 Monash yang juga menjadi panitia penyelenggara mengatakan pihak penyelenggara sudah berusaha menghadirkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan sebagai 'wakil' dari kubu 02.
Namun Anies Baswedan harus membatalkan kedatangannya karena kerusuhan yang terjadi di bulan Mei.
"Awalnya kami mengundang dua kubu, salah satu narasumber adalah Anies Baswedan. Namun ketika kemarin di Jakarta ada kerusuhan, beliau harus membatalkan kunjungannya karena tidak bisa meninggalkan Jakarta."
Akibatnya, tema diskusi yang awalnya adalah 'Move On dari Pilpres 2019' berubah menjadi 'Merawat Indonesia'.
Sementara Iwan Wibisono mengatakan bahwa seharusnya kata "kubu" sudah tidak digunakan oleh masyarakat Indonesia.
"Memang pada waktu itu sempat ada pertanyaan tentang kenapa hanya mengundang dari satu kubu, tapi kita sepakat setelah keputusan MK sudah tidak ada lagi istilah "kubu" karena sudah tidak relevan dan kita mau move on."
Namun menurut seorang pengamat yang hadir dalam acara tersebut,beberapa pernyataan yang dikeluarkan masih juga memojokkan lawan-lawan politik Presiden Jokowi dengan penyebutan kata "kita dan mereka".Lagu Indonesia Raya lengkap 3 stanza
Selain isi pembicaraan, salah satu hal yang menarik perhatian mereka yang hadir adalah dinyanyikannya Lagu Indonesia Raya lengkap tiga stanza.
Beberapa pengunjung kepada ABC mengekspresikan keheranan mereka, karena belum pernah mendengar versi lengkap lagu kebangsaan ini dinyanyikan.
Ada juga yang mengatakan bahwa tindakan ini menunjukkan rasa nasionalisme yang berlebihan, mengingat acara yang diselenggarakan di luar Indonesia.
Geby yang berasal dari Aceh mengatakan cukup terkejut karena sebelumnya tidak pernah mendengar stanza 2 dan 3 selama membawakan lagu ciptaan W.R. Supratman tersebut.
Kesempatan menyanyi ini namun menumbuhkan rasa penasaran Geby akan lagu kebangsaan itu.
"Liriknya sih bagus karena mengajak kita semua untuk bersama-sama lebih cinta kepada Indonesia. Tapi saya baru dengar dan mau cari tahu lagi itu versi dari mana." Photo: Suasana penonton menyanyikan lagu Indonesia Raya 3 stanza. (ABC Indonesia)
Yacinta Kurniasih melihat bahwa pembawaan tiga stanza ini adalah hal menarik dan percaya bahwa tidak ada alasan tertentu di balik pemutaran lagu itu.
"Itu ritual menarik dan upayanya adalah ingin menyatukan dan mengingatkan kembali bahwa kelebihan dan keberagaman yang tidak diseragamkan. Kita punya satu tujuan."
Dalam reaksinya, Iwan Wibisono, ketua Indonesian Diaspora Network (IDN) Victoria yang juga menjadi salah satu panitia penyelenggara acara mengatakan bahwa pembawaan lagu dalam acara tersebut hanya mengikuti aturan yang tercantum dalam UU No. 24 Tahun 2009 sejak April 2017.
"Memang sekarang kalau di instansi pemerintahan yang dinyanyikan 3 stanza. Sekaligus kita juga ingin mengenalkan kepada para diaspora di sini."
Simak berita-berita ABC Indonesia lainnya di sini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Ungkap Dua Korban Tewas Kerusuhan 21-22 Mei 2019 Ditembak Orang Tidak Dikenal