JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka menyesalkan sikap pemerintah yang menyimpulkan peristiwa rusuhnya tenaga kerja Indonesia di KJRI Jeddah, Arab Saudi, sebagai aksi bakar-bakaran plastik saja.
"Saya sesalkan pihak pemerintah menyebut aksi unjuk rasa di Konsulat Jenderal RI itu sebagai aksi bakar-bakar plastik," kata Rieke Diah Pitaloka, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Senin (10/6).
Dikatakan, terjadinya penumpukkan TKI di KJRI tersebut sesungguhnya untuk mengurus amnesti yang diberikan pemerintah Arab Saudi bagi TKI yang selama ini bermasalah.
"Pemerintah Arab Saudi memberikan amnesti TKI untuk melegalisasi seluruh persyaratan yang harus dipenuhi. Anehnya KJRI malah mempersulit dengan membatasi pos pelayanan yang hanya dua tempat dan dibuka satu hari seminggu lalu dibatasi lagi kuota yakni 200 TKI," ungkap Rieke.
Dikatakannya, mekanisme itu sangat aneh. Dia menilai KJRI berniat mengganjal niat baik pemerintah Arab Saudi yang mengeluarkan solusi bagi TKI bermasalah di Arab.
Mestinya, mekanisme yang harus harus diperbaiki. "Perbanyak pos-pos amnesti kini hanya ada di Riyadh dan Jedah," harapnya.
Dari informasi yang dia terima, sesungguhnya banyak diantara TKI yang ingin pulang ke Indonesia tapi KJRI mempersulit mereke dengan membuka loket pelayanan hanya 1 hari saja.
"Bahkan banyak yang sakit karena urus amnesti tapi juga tidak ada layanan kesehatan. Padahal APBN sudah menyediakan Rp250 miliar untuk perlindungan TKI di luar negeri. Lumayan itu kalau benar-benar dimanfaatkan untuk melindungi dan urus TKI," tegas politisi PDI-Perjuangan itu. (fas/jpnn)
"Saya sesalkan pihak pemerintah menyebut aksi unjuk rasa di Konsulat Jenderal RI itu sebagai aksi bakar-bakar plastik," kata Rieke Diah Pitaloka, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Senin (10/6).
Dikatakan, terjadinya penumpukkan TKI di KJRI tersebut sesungguhnya untuk mengurus amnesti yang diberikan pemerintah Arab Saudi bagi TKI yang selama ini bermasalah.
"Pemerintah Arab Saudi memberikan amnesti TKI untuk melegalisasi seluruh persyaratan yang harus dipenuhi. Anehnya KJRI malah mempersulit dengan membatasi pos pelayanan yang hanya dua tempat dan dibuka satu hari seminggu lalu dibatasi lagi kuota yakni 200 TKI," ungkap Rieke.
Dikatakannya, mekanisme itu sangat aneh. Dia menilai KJRI berniat mengganjal niat baik pemerintah Arab Saudi yang mengeluarkan solusi bagi TKI bermasalah di Arab.
Mestinya, mekanisme yang harus harus diperbaiki. "Perbanyak pos-pos amnesti kini hanya ada di Riyadh dan Jedah," harapnya.
Dari informasi yang dia terima, sesungguhnya banyak diantara TKI yang ingin pulang ke Indonesia tapi KJRI mempersulit mereke dengan membuka loket pelayanan hanya 1 hari saja.
"Bahkan banyak yang sakit karena urus amnesti tapi juga tidak ada layanan kesehatan. Padahal APBN sudah menyediakan Rp250 miliar untuk perlindungan TKI di luar negeri. Lumayan itu kalau benar-benar dimanfaatkan untuk melindungi dan urus TKI," tegas politisi PDI-Perjuangan itu. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemlu Telisik Kemungkinan Ada Provokasi
Redaktur : Tim Redaksi