jpnn.com, JAKARTA - Komunitas Kiprah Arek Suroboyo (KKAS) mengajak masyarakat Surabaya untuk berani melawan hoaks dalam menuju Indonesia Cerdas.
Caranya dengan menerapkan sikap cerdas agar tidak mudah terprovokasi dengan isu hoaks yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
BACA JUGA: Prabowo Minta Umat Islam Jangan Mudah Terpecah Akibat Hoaks
“Di zaman modern sekarang jangan gampang terprovokasi dengan isu-isu hoaks mana pun yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," kata Ketua Koordinator Lapangan Gus Firman yang biasa dipanggil Gus Man dalam sambutannya pada acara Seminar Literasi Digital dikutip Rabu (6/12).
Dia melanjutkan masyarakat Indonesia khususnya di Surabaya harus bersikap cerdas dengan bisa memahami yang dimaksud dengan berita hoaks itu seperti apa, serta dampak dan risikonya untuk kita semua.
BACA JUGA: Hati-Hati, Beredar Hoaks soal Bansos untuk PMI Sebesar Rp 150 Juta
Gus Man menyampaikan sikap cerdas dalam menggunakan media sosial sangatlah penting agar masyarakat bisa menangkal dalam menanggapi isu-isu berita.
Dia juga mengingatkan bahayanya jika masyarakat tidak cerdas dan ikut menyebarkan berita yang belum pasti kebenarannya karena dapat terjerat UU ITE.
BACA JUGA: Konsolidasi Pendukung di Jabar, Anies Ajak Semua Pihak Tak Sebarkan Hoaks
Masyarakat harus lebih cerdas menangkal dalam menanggapi isu-isu berita, dan tidak langsung mempercayainya. Jika ikut menyebarkan pemberitaan tersebut akibatnya kita bisa di penjara karena terkena UU ITE.
"Jadi, masyarakat harus berani melawan terkait pemberitaan hoaks,” tegasnya.
Di waktu yang sama, aktivis kota Surabaya Ning Diana menjelaskan bahwa melawan hoaks harus dimulai dari diri sendiri.
Selain dari pemerintah, diperlukan sikap yang cerdas dari diri sendiri untuk berani menolak hoaks dan menjadi pengaruh yang baik di lingkungan sosial.
Ning Diana juga menambahkan bahwa susah untuk melarang orang tidak menyebarkan berita hoaks.
Melawan berita hoaka harus berani dan didasari dari moral akan kepedulian untuk menyelamatkan banyak orang agar tidak termakan isu hoaks, yaitu dengan cara membuat antitesa untuk melawan berita-berita hoaks.
“Kita tidak bisa melarang orang untuk tidak menyebarkan hoaks itu, tetapi punya tugas secara moral harus berani, untuk membuat konten antitesa yang melawan berita-berita hoaks. Dengan begitu kita sudah menyelamatkan orang-orang yang tersesat dari sebuah berita hoaks,” tuturnya.
Dia juga menegaskan bahwa menjadi orang yang cerdas adalah sebuah kewajiban di era informasi saat ini. Ketika seseorang dalam menanggapi suatu berita tidak boleh didasari emosi. Melainkan harus menggunakan logika, dan memilah semua informasi yang didapat.
Prof. Dr. Soetanto, budayawan dan pakar hukum menambahkan bahwa masyarakat milenial itu bukan ditentukan dari faktor biologis dan umurnya, melainkan dari kecerdasannya.
Masyarakat harus kreatif dan berpikir kritis untuk tidak langsung percaya dan selalu mencari pembanding untuk bisa membedakan berita tersebut hoaks atau bukan.
Prof. Soetanto juga menegaskan bahwa perilaku sanksi UU ITE itu sangatlah berat. Masyarakat tidak boleh langsung mengasumsikan suatu berita tanpa mengecek keasliannya. Jika ikut menyebarkan berita yang ternyata hoaks, maka akan mendapat sanksi yang berat dari UU ITE tersebut.
“Dengan munculnya UU ITE ini, kita tidak boleh langsung mengasumsikan dan menyebarkan tanpa mengecek lagi keaslian berita tersebut. Dikarenakan sanksi atau hukuman UU ITE itu keras sekali,” ujarnya.
Dia juga mengajak masyarakat untuk terus membaca agar lebih memahami dari segi hukum khususnya UU ITE. Ketika masyarakat paham, maka akan bisa disebut sebagai orang yang cerdas dan bisa menciptakan ruang digital yang baik di media sosial nantinya.
Sebagai informasi, kegiatan Seminar Literasi Digital dengan tema “Menciptakan Masyarakat Cerdas Dengan Berani Melawan Hoaks dan Isu Sara” merupakan rangkaian kegiatan program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). (esy/jpnn)
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Mesyia Muhammad