jpnn.com - Film horor-mistik ‘’KKN di Desa Penari’’ menjadi fenomena baru dalam jagat hiburan Indonesia karena memecahkan rekor sebagai film box office sepanjang masa dengan jumlah penonton terbanyak di Indonesia.
Tercatat hampir 7 juta orang menonton film ini. Sebuah rekor yang fantastis untuk ukuran Indonesia.
BACA JUGA: Rudiyanto Tak Ingin Pemberantasan KKN di Medan Sekadar Basa-Basi
KKN ini bukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, tetapi singkatan dari kuliah kerja nyata.
Kisahnya mengenai sekelompok mahasiswa yang melakukan KKN ke sebuah kota B yang mempunyai tempat yang dikenal angker dan wingit.
BACA JUGA: Film KKN di Desa Penari Laris, Adinda Thomas Ingin Berperan Jadi Hantu
Film ini kemudian bercerita mengenai serangkaian kejadian mistis yang melibatkan dunia jin dan demit. Ada horor dan ada korban 2 mahasiswa yang mati akibat ulah dedemit.
Selama ini, sudah sangat banyak film bergenre mistik yang berhasil menarik banyak penonton.
BACA JUGA: KKN Di Desa Penari Kalahkan Film Hollywood, Adinda Thomas: Sebuah PenghargaanÂ
Di masa lalu, ada artis seperti Suzanna yang dikenal dengan spesialisasinya dalam peran film-film mistik.
Serial film Nyai Roro Kidul menjadi trade mark Suzanna. Perannya dalam film seperti ‘’Beranak dalam Kubur’’ membuatnya menjadi diva film mistik.
Kecintaan masyarakat Indonesia terhadap dunia mistik dan klenik sekali lagi terbukti.
Budayawan dan wartawan senior Mochtar Lubis setengah abad yang lalu mengatakan bahwa salah satu ciri utama bangsa Indonesia adalah suka kepada mistik dan takhayul.
Ada enam karakter manusia Indonesia yang disampaikan Mochtar Lubis dalam Pidato Kebudayaan di Taman Ismail Marzuki 1977, yaitu hipokrit munafik, enggan bertanggung jawab, berjiwa feodal, percaya takhayul, berjiwa artistik, dan punya watak lemah.
Hipokritis dan munafik menjadi ciri yang menonjol di tengah kehidupan masyarakat Indonesia.
Manusia Indonesia tidak suka berterus terang dalam menyampaikan sikapnya.
Ketika menyampaikan sikap suka berputar-putar dan tidak langsung pada tujuannya.
Hal ini merupakan legasi dari sistem feodal yang berlangsung ratusan tahun.
Tidak ada konsistensi antara apa yang diucapkan dengan apa yang diperbuat.
Pernyataan dan janji-janji hanya dianggap sebagai hiasan bibir untuk kepentingan menarik perhatian, tetapi kemudian janji itu diingkari secara telanjang.
Janji-janji politik disampaikan dengan muluk, tetapi kemudian tidak ada realisasi. Bagi si pembuat janji hal ini menjadi sesuatu yang biasa.
Bagi publik yang menerima janji pengingkaran ini juga diterima sebagai sesuatu yang biasa saja.
Elite yang mengumbar janji dan mengingkarinya serta publik yang menjadi korban janji sama-sama sudah terbiasa dengan budaya hipokrit dan munafik.
Ciri berikut adalah enggan bertanggung jawab atas perbuatannya. Sering sekali seseorang melempar tanggung jawab lalu menuding orang lain dan menjadikannya sebagai korban.
Sikap tidak bertanggung jawab ini merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari sikap hipokrit dan munafik.
Seseorang yang punya sifat hipokrit akan dengan mudah melempar kesalahan kepada orang lain.
Menurut Mochtar Lubis, kata "bukan saya" adalah kalimat paling populer bagi manusia Indonesia.
Kesalahan yang dilakukan oleh atasan digeser ke bawahannya, dan terus dilakukan sampai pemegang jabatan paling bawah. Makin ke bawah makin tidak jelas tanggung jawabnya.
Kasus kelangkaan minyak goreng menjadi contoh bagaimana manusia Indonesia adalah munafik dan enggan bertanggung jawab.
Sudah enam bulan kasus ini berjalan, tetapi belum ada penyelesaian yang tuntas. Menteri Perdagangan yang seharusnya menjadi manusia yang paling bertanggung jawab malah sibuk melemparnya ke sana ke mari.
Berbagai tuduhan dilemparkan. Ada kartel, ada mafia, ada oligarki. Lalu, beberapa orang ditangkap dan dijadikan tersangka.
Yang terbaru, seorang pengamat ekonomi terkenal ditangkap dengan tuduhan terlibat dalam mafia minyak goreng.
Masyarakat bisa saja bertanya apa hubungan pengamat ekonomi dengan mafia migor? Ternyata sang pengamat ekonomi disangka menjadi think tank di balik krisis migor.
Ada pejabat setingkat dirjen sudah ditangkap dan menjadi tersangka. Birokrasi Indonesia adalah cerminan dari karakter manusia Indonesia.
Salah satunya satu ciri birokrasi adalah menjadi mesin yang menjalankan perintah atasan.
Ungkapan, ‘’saya hanya menjalankan perintah’’ menjadi frasa umum di birokrasi, tetapi dalam kasus korupsi ini sang dirjen tidak akan berani mengatakan ‘’saya hanya menjalankan perintah’’.
Feodalisme dianggaop sebagai biang dari sikap hipokrit dan lempar tanggung jawab itu.
Salah satu tujuan dari revolusi kemerdekaan Indonesia adalah membebaskan manusianya dari feodalisme , tetapi pada kenyataannya, bentuk-bentuk feodalisme baru terus bermunculan hingga kini.
Sikap-sikap feodalisme terlihat dari bagaimana kekuasan dibagi-bagi tidak berdasarkan ‘’merit system’’ tapi melalui hubungan kekerabatan dan perkoncoan.
Feodalisme diperkuat dan dilembagakan oleh penjajah selama ratusan tahun sehingga terinternalisasi menjadi habitus yang sangat kuat dan mengakar. Sangat sulit untuk dibongkar.
Kekuasan dalam sistem feodal dibangun atas dasar keturunan dan kekerabatan. Kekuasaan feodal diwariskan kepada anak dan cucu menjadi sebuah dinasti yang turun-temurun.
Sistem demokrasi seharusnya bisa mengikis feodalisme dan politik dinasti, tetapi dalam praktiknya politik dinasti masih tetap langgeng dan menjadi praktik yang jamak.
Ciri lain yang paling menonjol pada manusia Indonesia adalah percaya kepada takhayul, mistik, dan klenik.
Kepercayaan di masa lalu terhadap praktik animisme dan dinamisme berkelanjutan sampai sekarang. Keyakinan kepada kehidupan makhluk gaib menjadi bagian dari budaya yang tidak mudah terkikis.
Dalam masyarakat tradisional, kepercayaan terhadap takhayul dan klenik adalah fenomena yang umum.
Di Eropa pun, masyarakat tradisional pernah terkungkung oleh takhayul dan feodalisme.
Tradisi ini kemudian terkikis oleh munculnya pencerahan atau aufklarung yang melahirkan pemikiran rasional yang menghasilkan ilmu pengetahuan.
Rasionalisme dan ilmu pengetahuan itulah yang menjadi ciri manusia modern.
Di Indonesia, modernisme hadir lebih sebagai gaya hidup ketimbang gaya berpikir yang melahirkan rasionalisme dan ilmu pengetahuan.
Hal itu terlihat dari masih suburnya kepercayaan terhadap takhayul. Hiburan di televisi banyak dipenuhi konten dunia lain dan setan perayangan.
Film-film layar lebar masih banjir kisah mistik dan takhayul.
Penontonnya datang dengan pakaian model terbaru, potongan rambut ala artis Korea, dan menggenggam gajet seri terbaru.
Akan tetapi, daya pikir mereka masih tradisional dan belum mendapatkan pencerahan rasionalisme intelektual.
Itulah paradoks manusia Indonesia versi Mochtar Lubis.
Kepercayaan tradisional yang menjadi bagian dari budaya manusia Indonesia menjadikan manusia yang dekat dengan alam.
Hasilnya, manusia Indonesia memiliki daya artistik yang cukup tinggi.
Banyak hasil kerajinan masyarakat Indonesia yang diakui dunia.
Berbagai karya seni tembaga, batik, tenun, patung kayu, batu, dan ukiran menjadi daya tarik dunia internasional.
Hal itu bagian dari daya imajinasi yang tumbuh subur di tengah masyarakat Indonesia.
Bagi Mochtar Lubis, ciri ini merupakan salah satu yang paling menarik dan memiliki pesonannya sendiri.
Ciri ini mampu menjadi tumpuan hari depan manusia Indonesia.
Namun sayang, manusia Indonesia memiliki watak yang lemah serta karakter yang kurang kuat.
Manusia Indonesia masuk dalam kategori ‘’high context culture’’ yang tidak suka menyatakan pendapat secara terbuka, apalagi berdebat.
Manusia Indonesia lebih suka berkompromi dan melakukan adaptasi dan adopsi terhadap hal-hal yang asing.
Hal ini membuat karakter manusia Indonesia menjadi lemah dan tidak demokratis karena lebih banyak melakukan kompromi.
Dengan segala kelemahan itu manusia Indonesia mempunyai kelenturan menghadapi segala macam kesulitan hidup.
Dengan segala kelemahan itu manusia Indonesia terbukti bisa survive menghadapi berbagai krisis di sepanjang sejarahnya.
Film KKN di Desa Penari menjadi hiburan di tengah deraan derita pandemi dan berbagai krisis yang meyertai. Manusia Indonesia harus berterima kasih kepada Raam Punjabi yang menjadi produser film ini.
Punjabi sudah menghibur manusia Indonesia selama puluhan tahun melalui ratusan produksi sinetron dan film layar lebar.
Soal kualitas artistik atau mutu sinamatografik tidak usah diperdebatkan.
Beruntunglah manusia Indonesia mempunyai Raam Punjabi di tengah semua kondisi prihatin ini.
Pepatah Indonesia mengatakan ‘’Tidak ada rotan akar pun jadi’’. Dunia hiburan Indonesia punya pepatah ‘’Tidak ada akar Raam Punjabi’’. (*)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror