"Nama lain dari RS ikan tersebut adalah Loka Penyidikan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LPPIL)," jelas Cicip.
Tidak main-main, RS ikan pertama di Indonesia itu menelan biaya sekitar Rp 26 miliar. Hal itu juga karena sampai saat ini belum ada Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di Indonesia dan menangani penyakit serta lingkungan secara khusus. Jadi LPPIL merupakan laboratorium level 3 atau laboratorium rujukan nasional. RS ikan merupakan tempat pengujian, analisa kualitas air dan tanah, parasitologi, mikologi, bakteriologi, histopatologi, biologi molekuler serta produksi vaksin dan imunologi.
Cicip menambahkan, tujuan RS ikan itu untuk memenuhi standar kesehatan internasional, sehingga memungkinkan Indonesia untuk melindungi ikan serta penanggulangan penyakit yang berhubungan dengan pembatasan impor. Disamping itu, dapat meningkatkan daya saing sektor perikanan budidaya dengan manajemen yang efektif dari penyakit hewan akuatik.
”LPPIL juga membuat antar pembudidaya meningkatkan kompetisi dalam mengembangkan produk yang berkualitas tinggi. Yang nantinya berimbas pada peningkatan sosial ekonomi untuk Indonesia, terutama mereka yang berpenghasilan rendah, yang pada umumnya tinggal di daerah pedesaan,” ungkap Cicip.
Politisi Golkar itu menambahkan, melalui kehadiran LPPIL menumbuhkan kepercayaan masyarakat, terutama pembudidaya yang sedang mengembangkan secara berkelanjutan. Nantinya, pembudidaya juga bisa memperoleh informasi penyakitnya, termasuk tata cara penyembuhan dan obat-obatan yang diperlukan. Nantinya petambak bisa segera mengobati jika terjadi serangan penyakit yang sama atau bila terjadi wabah penyakit ikan. (nel)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Langka, Harga Semen di Banggai Melonjak
Redaktur : Tim Redaksi