jpnn.com - JAKARTA - Kritik yang dilontarkan Presiden RI ke-6 Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) terhadap dana aspirasi DPR yang dibungkus melalui Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP), mendapat tanggapan beragam dari para politisi di Senayan.
Setelah politikus Golkar M Misbakhun, kini giliran Wakil Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy menanggapi kritik SBY tersebut. LE-sapaan Lukman Edy- menjawab secara gamblang pertanyaan Ketua Umum DPP Partai Demokrat itu soal formula, bagaimana meletakkan "titipan" dana Rp20 milyar dalam sistem APBN dan APBD.
BACA JUGA: Ini Mekanisme Baru soal Iuran Bulanan untuk Pensiun PNS
"Formulanya tetap harus melalui APBN, dengan mekanisme transfer ke Daerah, yaitu formula DAK Daerah Pemilihan dengan nama UP2DP. Pelaksana program ini tetap berada dan disesuaikan dengan sektor di pemerintahan. Misal aspirasinya infrastruktur, maka pelaksananya adalah dinas Pekerjaan Umum di Kabupaten/Kota. DPR sama sekali tidak mengelola dana tersebut," kata LE.
Politikus PKB ini juga menjamin penggunaan dana tersebut tidak tumpang tindih dengan anggaran daerah dan yang diinginkan oleh DPRD provinsi, kabupaten/kota.
BACA JUGA: Pemda Diminta Susun Roadmap Pengangkatan Honorer K2
Menurutnya, UP2DP tidak akan tumpang tindih dengan anggaran daerah karena wajib ada rekomendasi kepala daerah dan atau dinas sektor di Kabupaten/Kota. Pada akhirnya rekomendasi usulan tersebut adalah menutupi kekosongan anggaran di Kabupaten/Kota, karena selama ini kurang dari 25 persen dari hasil Musrenbangda yang terakomodasi dalam APBD maupun APBN.
Ketiga, SBY mengkritisi bagaimana jika anggota DPR RI punya dana aspirasi, kemudian implikasinya terhadap anggota DPRD Provinsi dan kota. Ditegaskan LE, bahwa faktanya saat ini DPRD Kabupaten/Kota maupun DPRD Provinsi sebagian besar sudah melaksanakan program seperti ini.
BACA JUGA: Ingin Segera Tuntaskan Urusan, Bareskrim Bakal Panggil BW Lagi
"Contoh di Jawa Timur sudah melakukan semenjak 1999, di Jawa Barat sudah melaksanakan 10 tahun terakhir, di Maluku sudah 3 tahun terakhir sedang di Aceh sudah 10 tahun terakhir pasca tsunami. Di Jawa Timur memang pernah terjadi penyimpangan tapi sudah ditindak, sehingga pelaksanaannya hari ini sudah semakin sempurna," ungkapnya.
Dia juga memberikan penjelasakan soal kritik SBY soal bagaimana membedakan eksekutif dan legislatif dalam program ini. Menurutnya, aksekutif tetap berbeda dengan legislatif. Walaupun legislatif mempunyai fungsi budgeting, ikut membahas anggaran negara bersama pemerintah, tetapi kewenangan itu terbatas hanya pada mengusulkan dan membahas, sedang eksekusi atau pelaksanaan anggaran tetap menjadi kewenangan pemerintah.
"UP2DP ini yang melaksanakan tetap pemerintah bukan DPR. DPR hanya berwenang mengusulkannya kepada pemerintah. Soal pola pengawasan, karena UP2DP ini masuk di dalam APBN maka sistim pengawasan internal dan eksternal tetap berlaku. Secara internal mulai pengawasan inspektorat daerah, sampai pusat, BPKP, dan BPK," paparnya.
Bahkan, tambah LE, DPR sendiri yang mempunyai kewenangan pengawasan, pasti lebih dalam mengawasinya. Secara eksternal, masyarakat bisa langsung mengawasi secara langsung karena UP2DP mulai dari penyerapan aspirasi sampai kepada mekanismenya dilakukan secara transparan.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Harus Belajar dari Pengalaman Soeharto untuk Kelola Pangan Rakyat
Redaktur : Tim Redaksi