Klaim Lahan Masih Pakai Surat Zaman Kerajaan

Kamis, 29 Mei 2014 – 01:15 WIB

jpnn.com - PANGKALAN LADA - Maraknya aksi klaim lahan dan penyerobotan lahan warga di Kecamatan Pangkalan Lada, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, sudah terjadi sejak kecamatan pemekaran dari Kumai itu berdiri.

Banyak yang mengklaim lahan menggunakan surat garapan dan surat keterangan tanah (SKT) fiktif. Selain itu, klaim lahan juga dilakukan dengan bermodal surat-surat bertuliskan huruf arab yang diyakini sebagai surat tanah pada zaman kerajaan.

BACA JUGA: Hanya Dipicu Dendam, Tetangga Satu Gang Dibunuh

Di sisi lain, penyerobotan lahan di wilayah Desa Sumber Agung merupakan buntut dari berhasilnya klaim terdahulu yang menghasilkan uang ganti rugi atau tali asih pada pihak pengklaim yang sebenarnya tidak memiliki bukti kuat sebagai pemilik lahan tersebut.

Hal tersebut diungkapkan Yohanes Giyarta, Sekretaris Kecamatan Pangkalan Lada, Rabu (28/5). “Sepertinya ini patut diduga sebagai buntut dari suksesnya klaim lahan yang dulu terjadi di lokasi yang hampir berdekatan dan saat itu pengklaim lahan berhasil mendapatkan tali asih sekitar Rp 125 juta,” ujarnya kepada Radar Sampir (Grup JPNN).

BACA JUGA: DPRD Kotamobagu Dorong Pembentukan Dinas Perumahan

Yohanes menuturkan, selain hanya dilakukan dengan ucapan, banyak juga aksi klaim lahan yang menggunakan dasar surat garapan dan SKT fiktif yang dikeluarkan pejabat pemerintahan di luar Pangkalan Lada.

Bahkan, dengan bermodal surat-surat bertuliskan huruf arab yang diyakini sebagai surat tanah pada zaman kerajaan pernah dilakukan oleh beberapa pihak untuk memiliki lahan di wilayahnya.

BACA JUGA: Bandara Hasanuddin Terancam Ditutup

“Kalau di Sumber Agung ini kan infonya dengan surat garapan, namun dulu pernah juga dengan surat-surat bertuliskan huruf arab yang diyakini sebagai bukti kepemilikan sebidang tanah. Namun, saat kami minta baca dan menerjemahkan apa isinya, mereka tidak mengerti,” katanya.

Yohanes mendukung langkah hukum yang ditempuh warganya untuk mendapatkan tanah yang telah menjadi haknya dan diklaim pihak lain.

“Jika negoisasi untuk tali asih sudah tidak bisa, kita dukung langkah hukumnya. Sebenarnya, langkah untuk pemberian tali asih atau ganti rugi itu salah, sebab, sebenarnya pemilik lahan yang sah dengan sertifikatlah yang dirugikan, bukan pihak pengklaim atau penyerobot,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Sumber Agung Nur Ali Fahrudin ketika dihubungi Radar Pangkalan Bun terkait proses hukum peryerobotan lahan milik warganya mengatakan, proses masih terus berlanjut dan pihaknya menyerahkan semua ke kepolisian.

“Proses masih berlangsung mas, kita serahkan semua ke aparat penegak hukum, karena hanya itu langkah satu-satunya yang bisa kita tempuh setelah semua jalan dicoba, termasuk tawaran tali asih,” katanya. (sla/ign)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Kapal Penumpang Bersenggolan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler