Klaim Pemilik Tanah, Massa Kuasai Bandara

Senin, 20 Februari 2012 – 13:02 WIB

KUPANG--Ratusan massa yang mengaku sebagai pemilik tanah sempat menduduki kawasan Bandara El Tari. Sementara TNI melakukan pengamaman di lokasi. Semua pintu masuk ke Bandara ditutup dan dijaga ketat anggota Paskhas TNI AU bersenjata lengkap.
Dalam aksi itu, massa memaksa masuk dan menduduki kawasan Bandara, akibatnya bentok fisik dengan anggota tidak bisa dihindari.

Akibatnya, seorang warga yang ikut dalam aksi ini harus dilarikan di rumah sakit akibat terkena hantaman popor senjata anggota Paskhas TNI AU yang diturunkan melakukan pengamanan di lokasi.  Dua warga lainnya saat ini masih disandera anggota TNI AU di Markas Komando Pangkalan udara (Lanud) El Tari.

Seperti disaksikan koran ini, sedikitnya ratusan massa dari enam suku yang mengaku sebagai pemilik tanah seluas 543 hektar pada lokasi Bandara El Tari Kupang yang kini dikuasai TNI AU, kembali menduduki areal tersebut. Hampir semua pintu masuk ke lokasi tersebut ditutup dan dijaga ketat anggota Paskhas TNI AU bersenjata lengkap. Walau demikian, massa tetap ngotot masuk ke kawasan dekat runway di bagian timur bandara El Tari.

Massa berhasil menduduki lokasi tersebut sejak pukul 11.00 Wita dan pada pukul 16.00 Wita sempat terjadi kontak fisik antara anggota TNI AU dengan warga. Dalam insiden ini, satu warga, Noh Tosi,50, harus dilarikan polisi ke Rumah Sakit Bhayangkara (RSB) Kupang akibat menderita luka akibat terkena hantaman popor senjata anggota Paskhas TNI AU. Noh Tosi yang juga warga RT 25/RW 08, Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang menderita luka robek sepanjang lima centimeter dipelipis bagian kanan, dan harus mendapat 17 jahitan.

Kepala Suku, Daniel Neno selaku jubir dalam aksi tersebut mengatakan, insiden itu terjadi karena saling teriak antara TNI AU dan massa. Akibatnya, anggota Paskhas TNI AU akhirnya mengusir paksa massa dengan menyiksa dan memukul dengan senjata. Akibatnya  tiga warga mengalami luka-luka salah satunya adalah Noh Tosi yang mengalami luka robek di pelipis kanan dan hingga kini masih dirawat di RSB Kupang. Sementara dua warga lainnya yakni Joel Bosoin dan Asbel Laibois disandera anggota Paskhas TNI AU. Hingga berita ini diturunkan, keduanya belum dilepaskan.

Dalam kasus ini, kata Daniel Neno, enam suku pemilik kawasan tersebut yakni suku Nifu, Sabaat, Takuba, Ome, Lael, dan Banu, menyatakan tetap akan menduduki Bandara El Tari sampai ada mediasi untuk mempertemukan pihaknya dengan pemerintah. "Sebelumnya TNI AU sudah janji akan memediasi pertemuan kembali dengan pemerintah. Kami juga pertanyakan keabsahan sertifikat hak pakai yang dijadikan alasan TNI AU yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional NTT," sebutnya.

Menurutnya Daniel, sebelumnya enam suku pemilik tanah telah menempuh langkah hukum, namun keputusannya sangat jauh bahkan tidak sedikit pun memihak kepada mereka. Komandan Danlanud El Tari Kupang, Letkol Nav. Joko Winarto saat dikorfimasi lewat telepon selular mengatakan, pihaknya telah mengantongi sertifikat hak pakai karena tanah tersebut milik negara dan sengketa tanah tersebut sudah diselesaikan melalui jalur hukum dimana hak pakai oleh TNI AU diperluas putusan Mahkamah Agung. "Kami harus mengamankan tanah negara. Kalau warga enam suku tidak puas, silakan menempuh upaya hukum, " ujar Joko.

Pihaknya kata dia, akan terus melakukan pengamanan terhadap hak milik negara tersebut. Sementara kepada warga yang menduduki lokasi tersebut, diminta untuk tetap menjaga keamanan dan ketertiban. "Saya harap tindakan dalam menyalurkan pendapat yang dilakukan warga harus tetap menjaga keamanan dan ketertiban. Jika tidak, kami terpaksa mengusir massa, karena dianggap menggangu ketertiban umum dimana bisa menggangu penerbangan pesawat baik dari dan keluar Kota Kupang," tegasnya.

Terkait insiden pemukulan terhadap warga, Letkol Nav. Joko Winarto mengatakan, sebelumnya pihaknya sudah berupaya untuk persuasif, namun karena massa anarkis dengan memecahkan alat bantu navigasi berupah lampu pendaratan pesawat, sehingga demi kelancaran penerbangan dan pengaman terhadap bandara sebagai obyek vital nasional, pihaknya pun akhirnya mengusir paksa massa. "Sesuai laporan anggota kepada saya, tindakan mengusir paksa dilakukan karena massa mencoba mensabotase proses penerbangan di bandara. Lagi pula, massa dalam melakukan aksinya tidak mengantongi izin dari polisi," sebutnya.

Joko juga membantah keras anggotanya telah melakukan pemukulan dan penyandaraan terhadap warga. "Bisa jadi korban saat diusir anggota saya, terjatuh dan terkena batu. Kalau dua orang lainnya, memang ditahan untuk diambil keterangan karena dalam keadaan mabuk. Keduanya, melalui POM-AU, juga sudah diserahkan kepada polisi," sebutnya sembari menambahkan, kedua warga tersebut setelah diperiksa ternyata diketahui adalah warga Kecamatan Kupang Barat.

Sebelumnya, Kepala BPN NTT Yance Tuwera menjelaskan, pengurusan sertifikat atas tanah itu sudah sesuai prosedur yang berlaku karena ada dasar pengajuan dari pihak TNI. Dasar pengajuan pembuatan sertifikat adalah Surat Keputusan (SK) Panglima Perang Tahun 1950 dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Tahun 1968. Atas dasar itulah diterbitkan sertifikat pada 13 Juni 1969 untuk hak pakai dengan jangka waktu 30 tahun. Sertifikat itu diperbarui lagi pada 1 April 1983. Seperti disaksikan Koran ini sejak pagi aparat kepolisian dari Polres Kupang Kota terus melakukan pengamanan di sekitar wilayah bandara El Tari. (mg-11/vit)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kalbar Jajaki Pembangunan PLTN


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler