jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus berupaya dalam menangani masalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Salah satunya dengan siaga kolaboratif dan langkah preventif dengan para pemangku kepentingan dalam menghadapi musim kering tahun ini.
BACA JUGA: Libur Lebaran, KLHK Tetap Rekayasa Hujan Cegah Karhutla di Lahan Gambut
Menteri LHK Siti Nurbaya pun menyampaikan penghargaan dan terima kasih setinggi-tingginya kepada tim rekayasa hujan melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sebagai upaya untuk membasahi lahan gambut di Provinsi Riau.
Pasalnya, di tengah suasana lebaran dan pandemi virus corona, tim tetap bekerja dengan semangat.
BACA JUGA: Bagas Ungkap Alasan hingga Tega Hujani Dodi Saputra dengan Lima Tusukan
Berdasarkan prediksi BMKG, musim panas diprediksi mencapai puncaknya pada periode Juni hingga Agustus.
Rekayasa hujan melalui TMC dilakukan karena melihat mayoritas Titik Pemantauan Tinggi Muka Air Tanah (TP-TMAT) lahan gambut di Provinsi Riau, telah menunjukkan pada level siaga bahkan bahaya.
BACA JUGA: Pria Diduga Pelaku Curanmor Itu Tewas Diamuk Massa
“Saya mendapat laporan, volume air hujan alami ditambah hasil upaya rekayasa hujan yang dilakukan beberapa hari ini telah menambah tinggi muka air tanah gambut di Riau naik ke level aman. Upaya antisipasi ini guna mencegah terjadinya karhutla,” kata Menteri Siti dalam keterangannya, Sabtu (30/5).
Menurut dia, hal ini harus dilakukan karena gambut kering sangat mudah terbakar dan sangat sulit dipadamkan.
"Kepada kalangan dunia usaha diharapkan kerjasamanya untuk melakukan transfer teknologi gambut kepada masyarakat, khususnya untuk teknologi pemantauan tinggi muka air tanah pada lahan gambut,” sambung Menteri Siti.
Diketahui, dari hasil pantauan satelit NOAA, dari Januari hingga awal Mei 2020 terdapat 25 hotspot, atau menurun 94 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019 lalu sebanyak 420 hotspot.
Sedangkan jika menggunakan data satelit Terra Aqua, hotspot periode Januari hingga April 2020 sebanyak 746 titik api atau terjadi penurunan hotspot 440 titik (37,1 persen) dari data hotspot tahun 2019 lalu sebanyak 1.186 titik.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menyampaikan apresiasi atas upaya bersama untuk mencegah dan menanggulangi karhutla dengan KLHK, bersama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan instansi lainnya serta mitra kerja, temasuk anggota APHI.
“Terima kasih kepada KLHK dan BPPT serta instansi terkait lainnya, atas langkah dan upaya untuk mengurangi hotspot melalui rekayasa hujan dengan aplikasi TMC. APHI dan anggotanya mendukung penuh upaya itu, khususnya untuk mempertahankan kebasahan lahan gambut,” kata Indroyono.
Terpisah, Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT, Tri Handoko Seto menjelaskan, aplikasi teknologi modifikasi cuaca paling tepat dilakukan pada saat periode peralihan musim hujan ke musim kemarau karena pada periode tersebut bibit awan masih banyak.
Dalam konteks ini, keberhasilan hujan buatan ini tentunya juga tidak terlepas dari ketergantungan terhadap ketersediaan awan yang diberikan oleh alam.
BACA JUGA: Remaja yang Sayat Leher dan Perut Bayi Pakai Silet Ditangkap, Begini Pengakuannya
“Artinya jika awannya banyak, kami juga akan dapat menginkubasi lebih banyak dan otomatis akan menghasilkan hujan yang lebih banyak juga, begitu juga sebaliknya. Di sinilah pentingnya rekomendasi BMKG,” ujar Seto.(cuy)
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan