KLHK: HGU PT BUK di Luar Kawasan Hutan

Jumat, 17 Juni 2022 – 23:36 WIB
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Foto: klhk

jpnn.com, JAKARTA - Manajemen PT Bibit Unggul Karobiotek (BUK) memastikan areal hak guna usaha (HGU) mereka tidak berada dalam kawasan hutan sebagaimana yang kerap dituduhkan pihak-pihak tertentu.

Bukti kepastian areal HGU BUK berada di luar kawasan hutan alias areal penggunaan lain (APL) tertuang dalam surat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bertanggal 16 November 2021 yang ditujukan kepada Kepala Desa Sukamaju, Tigapanah, Karo, Sumatera Utara (Sumut).

BACA JUGA: Pengusaha Perambah Hutan Tahura Bukit Mangol Dijebloskan ke Rutan Salemba, Lihat Tampangnya

Karena itu, kata Rita Wahyuni kuasa hukum BUK, surat itu dengan jelas membantah sikap dan keterangan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah XV Kabanjahe, Karo yang menyebutkan areal HGU perusahaan (BUK) Nomor 1 masuk dalam kawasan hutan.

Berdasarkan pengecekan ulang 12 titik koordinat juga memastikan kesesuaian HGU Nomor 01 Tahun 1997 milik PT BUK dan tidak berada di kawasan hutan Puncak 2000, Karo, Sumut.

BACA JUGA: Sepasang Kekasih Dicegat 4 Kawanan Begal, Mbak TR Dibawa ke Hutan, Terjadilah

“Kami menilai, KPH XV telah memberikan informasi (dalam rapat koordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Karo pada 25 Mei lalu) menyesatkan kepada berbagai pihak, terkait HGU PT BUK di Desa Kacinambun, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo,” ujar Rita Wahyuni dalam keterangannya di Jakarta.

Keterangan Rita Wahyuni itu merupakan buntut dari sengketa lahan antara masyarakat dan PT Bibit Unggul Karobiotek di kawasan Puncak 2000, Kabupaten Karo.

BACA JUGA: KLHK Dorong Perambah Hutan di Kawasan Tahura Bukit Mangkol Dihukum Berat, Ini Alasannya

Setelah sempat terjadi bentrokan pada pertengahan Mei 2022, berbagai pemangku kepentingan termasuk Kantor Staf Presiden berupaya untuk segera menyelesaikan sengketa lahan yang sudah berkepanjangan itu.

Keterangan KPH XV Kabanjahe soal areal HGU itu, kata Rita, kerap berubah-ubah. Dalam satu kesempatan KPH XV menyatakan areal HGU PT BUK masuk dalam kawasan hutan, tapi dalam kesempatan lain mengaku tidak mengetahui koordinat HGU BUK.

“Secara logika, dari mana KPH XV tahu bahwa HGU PT BUK di kawasan hutan, sedangkan mereka tidak mengetahui koordinatnya,” kata Rita heran.

Oleh sebab itu, kata Rita, keterangan KPH XV Kabanjahe berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum terkait proses penyelidikan dan penyidikan Kepolisian Resor (Polres) Tanah Karo atas aksi perusakan pagar seng milik PT BUK di Desa Kacinambun.

PT BUK melaporkan perusakan pagar seng ini pada 18 Mei lalu yang dilakukan kelompok Simon Ginting dan kawan-kawan (dkk).

Rita menambahkan, KPH XV sama sekali tidak berwenang mengurusi hal-hal terkait HGU. Pasalnya, HGU merupakan kewenangan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Berdasarkan keterangan BPN, HGU Nomor 1 milik PT BUK di Desa Kacinambun seluas 89,5 hektare tidak berada ataupun beririsan dengan kawasan hutan. Pertanyaan yang muncul, mengapa KPH XV terlalu jauh masuk ke dalam yang bukan domainnya,” ujar Rita lagi.

Karena sikap KPH XV itu, kata Rita, maka memunculkan dugaan adanya persekongkolan oknum tertentu dengan pihak lain yang ingin berbuat kerusuhan di Puncak 2000, Desa Kacinambun. Celakanya, KPH XV juga menerima hasil tindak kejahatan pidana berupa material pagar seng dan kayu milik PT BUK dari Simon Ginting dkk yang tertuang dalam Berita Acara Penitipan (BAP) Barang pada 14 April 2022. Di BAP itu tertulis material tersebut berasal dari kawasan hutan Siosar.

“Ini aneh, mengapa KPH XV menerima material pagar milik PT BUK tersebut, sedangkan mereka sama sekali buta terkait areal serta koordinat HGU Nomor 1 milik PT BUK,” timpal Rita.

Manajemen BUK karena itu, kata Rita, mendesak Gubernur Sumut Edy Rahmayadi untuk memberi sanksi tegas kepada oknum tertentu di KPH XV, termasuk oknum di Dinas Kehutanan Sumut. Soalnya, keterangan menyesatkan KPH XV berpotensi memunculkan konflik berkepanjangan di Siosar Puncak 2000.

“Maka kami berharap Gubernur Pak Edy Rahmayadi memberikan sanksi tegas,” pungkas Rita.

Sebelumnya, sengketa lahan berkepanjangan di Puncak 2000 antara PT BUK dan masyarakat Sukamaju memunculkan ketegangan. Puncaknya terjadi konflik pada 17 Mei 2022 yang bermula dari kegiatan perusahaan BUK di lahan miliknya tapi kelompok Simon Ginting dkk justru datang menghalangi kegiatan itu.

Lalu, Simon Ginting dkk melakukan penyerangan terhadap salah satu pekerja PT BUK sehingga mengalami luka akibat tertusuk tombak.

Situasi pun memanas dan konflik kedua belah pihak tidak terhindarkan. Ada sekitar 4 korban dalam peristiwa itu baik dari perusahaan maupun dari masyarakat.

Karena peristiwa itu, lantas kepolisian menetapkan 17 tersangka dan saat ini masih dalam proses hukum. Untuk menyelesaikan sengketa lahan ini, maka semua pemangku kepentingan diminta untuk segera menyelesaikannya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler