jpnn.com, JAKARTA - Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Djati Witjaksono Hadi menerangkan, belakangan telah terjadi peningkatan pencinta satwa, baik pribadi maupun yang tergabung dalam komunitas.
Menurut dia, hal ini perlu dibarengi dengan kesadaran semua lapisan masyarakat akan kesejahteraan satwa. Perlindungan kesejahteraan satwa juga perlu dilakukan melalui upaya advokasi dan edukasi yang lebih gencar.
BACA JUGA: Ini Terobosan Pemerintah Hadapi Karhutla di 2020
“Untuk itu, peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) 2019, yang diperingati setiap tahun pada tanggal 5 November, menjadi momentum untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya puspa dan satwa sehingga bisa meningkatkan kepedulian, upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatannya secara berkelanjutan untuk kehidupan manusia,” ujar Djati dalam acara Ngobrol Konservasi (Ngoser): Medis Konservasi Satwa Liar dalam rangka peringatan HCPSN 2019, di Jakarta, Rabu (6/11).
Acara Ngoser ini dimoderatori oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta Ahmad Munawir, dengan menghadirkan narasumber Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Indra Exploitasia, Ketua Umum Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Aquatik, dan Hewan Eksotik Indonesia (ASLIQEWAN) Huda Shalahudin, National Technical Advisor FAO ECTAD Indonesia Achmad Gozali, dan Praktisi Mind Power Rajanti Fitriani.
BACA JUGA: KLHK Siapkan Bibit Pohon Untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Dalam kegiatan ini dikemukakan lima prinsip animal welfare atau biasa disebut kesejahteraan satwa yang harus dipenuhi dalam pemeliharaan dan pemanfaatan hewan. Kelima prinsip kesejahteraan satwa yaitu bebas dari rasa haus dan lapar, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit, bebas dari mengekspresikan perilaku alaminya, serta bebas dari stress dan tekanan.
"Prinsip inilah yang harus dimiliki setiap binatang yang ada di muka bumi ini. Kesejahteraannya harus diperhatikan dan dikedepankan. Mereka juga terjamin untuk dapat berkembang biak dan bereproduksi. Secara alami pun bisa lestari, sehingga tidak terjadi kepunahan," ujar Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Indra Exploitasia.
BACA JUGA: Daddies Susah Payah Tembus 16 Besar Fuzhou China Open 2019
Indra menambahkan, secara umum, medis konservasi satwa liar terbagi dua, yaitu medis konservasi insitu dan medis konservasi eksitu. Di konservasi insitu, atau di habitat alaminya, berbagai kegiatan yang dilakukan pada prinsipnya interaksi yang terbatas, misalnya saat rescue (penyelamatan), pelepasliaran, dan pengamatan satwa.
"Sekecil mungkin tidak ada interaksi manusianya. Itu prinsip dasar dari medis ketika kami bekerja di insitu. Jadi lebih pada pemantauan jarak jauh, kajian epidemiologi atau asal usul sebaran penyakit. Sedangkan konservasi di eksitu, misalnya di lembaga konservasi, peran medisnya lebih banyak," tutur Indra.
Sementara itu, Ketua Umum ASLIQEWAN Huda Shalahudin mengatakan bahwa medis konservasi tidak hanya dapat dilakukan oleh dokter hewan, dan perlu didukung oleh keilmuan lain.
"Saat ini tuntutan terhadap profesi dokter hewan cukup tinggi. Sementara, kami tidak hanya masih kurang dari jumlah, melainkan kualitas. Oleh karena itu, kami terus memperkaya diri baik dari aspek keilmuan maupun aspek legal," kata Huda.
Saat ini, di Indonesia juga tengah mengembangkan konsep One Health. Konsep ini merupakan kalaborasi multi disiplin dan multi sektoral dalam mengantisipasi dan menangani penyakit pandemi. One Health menekankan penyakit zoonosis yang ditularkan dari hasil interaksi manusia dan hewan agar dapat diantisipasi secara intensif.
"Dunia saat ini sedang mengupayakan bagaimana kesehatan hewan, kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan terbalut secara sistematis dengan pendekatan One Health. Ini untuk menanggulangi isu zoonosis atau penyebaran penyakit dari hewan ke manusia, begitu pun sebaliknya. Prinsip utamanya yaitu komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi,” kata National Technical Advisor FAO ECTAD Indonesia Achmad Gozali. (cuy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan