jpnn.com, JAKARTA - Pertemuan kedua Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (2nd EDM-CSWG) negara-negara anggota G20 di Jakarta resmi berakhir Selasa (21/06).
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian LHK Laksmi Dhewanthi mengatakan pertemuan kedua di Jakarta ini menjadi sangat penting.
BACA JUGA: KLHK Apresiasi Gerakan Ekonomi Sirkular Le Minerale
Pertemuan kedua ini menjadi perantara pertemuan pertama di Yogyakarta dan pertemuan terakhir di Bali akhir Agustus yang akan membahas Ministerial Communique.
“Pertemuan tadi sudah menghasilkan satu dokumen yang disebut pre-zero draft yang merupakan dokumen awal yang akan dibahas terus menerus sampai dengan nanti Agustus menghasilkan suatu dokumen yang disebut Ministerial Communique of Environment and Climate and Sustainability,” ungkap Laksmi.
BACA JUGA: Menteri Siti Nurbaya Ajak Aparat dan Masyarakat Bahu-membahu Antisipasi Karhutla
Laksmi menambahkan pre-zero draft communique akan ditindaklajuti dengan beberapa pertemuan sampai dengan pertemuan tingkat menteri di Bali.
“Pada saat ini kami belum bisa membagikan communique-nya karena masih dalam proses. Kami baru punya pre zero draft. Kami akan punya serangkaian diskusi-diskusi, pertemuan negosiasi untuk Communique tersebut, sampai nanti menjelang pertemuan ketiga di akhir Agustus di Bali,” jelas Laksmi.
BACA JUGA: Menteri Siti Nurbaya: Amerika Serikat Dukung Indonesia FOLU Net Sink 2030
Communique akan memuat elemen-elemen atau paragraf-paragraf yang mencerminkan komitmen.
Laksmi memberikan contoh misalnya, nanti G20 berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya-upaya untuk pengendalian perubahan iklim.
Hal ini agar bisa berkontribusi dalam menjamin kenaikan rata-rata suhu permukaan global tidak naik atau tidak lebih dari 1,5 C.
Kemudian terdapat juga komitmen mendorong negara-negara maju untuk bisa memenuhi rencana pledge atau janjinya untuk memberikan pendanaan bagi negara-negara berkembang.
“Communique ini merefleksikan hal-hal yang dibahas dalam pertemuan dan hal-hal yang ingin disampaikan oleh negara G20 di dalam EDM-CSWG ini sebagai komitmen, seruan, dan sebagai suatu rencana ke depannya,” sambung Laksmi.
Laksmi mengatakan dengan menjadi Presidensi G20, Indonesia memiliki kesempatan untuk menetapkan agenda besar G20.
Terdapat 3 agenda utama, yaitu kontribusi kepada global health architecture, terutama karena Indonesia menjadi Presidensi G20 di masa pandemi Covid-19, kedua digital transformation untuk mendukung economic growth dan ketiga soal energy transition.
Dengan ditetapkannya tiga tema ini dalam masing-masing Working Group, maka Indonesia memiliki kesempatan untuk mengedepankan dan menyuarakan agenda-agenda bangsa untuk diterima sebagai agenda negara-negara G20.
"Inisiatif yang dilakukan Indonesia selama ini di tingkat nasional akan diperkenalkan dan ditiru, serta bekerjasama dengan berbagai negara tidak hanya G20 tapi juga negara-negara mitra. Ini adalah kesempatan baik Indonesia untuk menunjukkan bahwa kita memimpin dalam beberapa agenda terkait dengan perlindungan lingkungan hidup dan kehutanan,” tutur Laksmi.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian LHK, Sigit Reliantoro pada kesempatan ini juga menyampaikan pada bagian EDM, pertemuan kedua ini telah membahas mengenai Land Degradation, Halting Biodiversity Loss, Integrated and Sustainable Water Management, Resource Efficiency and Circular Economy, Marine Litter, Ocean Conservation, dan Sustainable Finance.
Sedangkan pada bagian CSWG terdapat 3 isu, yaitu:
1 Peran co-benefit antara aksi mitigasi dan aksi adaptasi untuk bisa menyiapkan suatu kondisi atau komunitas yang punya ketahanan iklim;
2. Memperkuat aksi dan kerja sama kemitraan khusus untuk inisiatif pengelolaan laut yang berkelanjutan.
3. Mendorong dan mempercepat implementasi dari NDC dengan pendekatan atau transisi yang berkelanjutan dari kondisi sekarang menjadi kondisi yang rendah karbon dan berketahanan iklim.
“Melihat jalannya konferensi tadi, kami mendapatkan apresiasi mengenai isu-isu dan bagaimana kita bisa menggabungkan concern dari negara-negara G20 ini. Mengenai land degradation, sebenarnya tidak terlalu banyak catatan yang bertentangan, ada beberapa isu berkaitan dengan kesamaan target, dan target yang lebih ambisius, keduanya perlu disinkronkan dengan kebutuhan negara maju dan kebutuhan negara berkembang,” ungkap Sigit.
Dia melanjutkan dari EDM terdapat agenda dari kebijakan Presiden Joko Widodo mengenai pemulihan gambut dan pemulihan mangrove yang didorong untuk menjadi agenda G20.
“Kita akan mendorong apa yang sudah dimiliki oleh Indonesia. Kita memiliki regulasi dan technical expertise dan bukti-bukti kerja di lapangan yang bisa dibagi terutama ke negara yang memiliki ekosistem gambut tropis. Namun, ide ini disambut juga oleh negara yang memiliki gambut dengan iklim sedang,” terang Sigit.
Menurut Sigit, pemulihan gambut dan mangrove tersebut merupakan isu yang sangat penting, meskipun hanya 3% dari permukaan bumi, tetapi peatland dan mangrove atau wetland memiliki fungsi yang luar biasa karena bisa menyerap CO2 empat kali lipat lebih besar daripada hutan tropis biasa.
“Kawasan gambut juga berfungsi sebagai pengatur air, dan mangrove berfungsi untuk pengurangan bencana seperti tsunami dan sebagainya. Itu penting bukan hanya saja bagi Indonesia namun juga bagi dunia,” ungkap Sigit.(flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia