KLHK Tegaskan Komitmen Indonesia soal Merkuri di COP2 Swiss

Senin, 19 November 2018 – 19:43 WIB
Dirjen PSLB3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, saat menghadiri pembukaan COP2 di Swiss. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, SWISS - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hadir mewakili Indonesia di The Second Meeting of the Conference of the Parties to the Minamata Convention on Mercury (COP 2).

Kehadiran KLHK ini untuk menegaskan komitmen pemerintah Indonesia terkait pengaturan merkuri. Agenda COP2 berlangsung mulai hari ini, dari 19–23 November, di Jenewa, Swiss.

BACA JUGA: KLHK Terus Lakukan Pemulihan Daerah Aliran Sungai

Pertemuan tersebut bertujuan merumuskan strategi tindak lanjut pengelolaan dan penanganan merkuri global.

Ini merupakan agenda lanjutan dari konvensi Minamata tahun 2017, sebagai respon masyarakat internasional termasuk Indonesia menghadapi dampak penggunaan, emisi dan lepasan merkuri terhadap kesehatan manusia dan ke lingkungan hidup.

BACA JUGA: Perempuan Indonesia Dukung KLHK Budayakan Wawasan Lingkungan

Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, menjelaskan bahwa kehadiran KLHK pada pertemuan COP2 Konvensi Minamata, akan menegaskan pada dunia internasional tentang capaian dan kebijakan nasional dalam pengurangan, serta target penghapusan merkuri.

''Kami menjajaki kerjasama bilateral regional dalam peningkatan capacity building dan institutional development. Indonesia juga mengusulkan kerangka program sharing experience dan technical assisstance bagi negara-negara berkembang,'' kata Vivien dalam rilis pada media, Senin (19/11).

BACA JUGA: Pesan Untuk Generasi Pramuka Milenial

Pemerintah Indonesia telah menyusun rencana aksi nasional pengurangan dan penghapusan Merkuri pada tahun 2030. Selain itu juga telah membetuk komite penelitian dan pemantauan merkuri.

Hal ini dilakukan untuk melindungi masyarakat dari dampak penggunaan merkuri melalui transfer teknologi pengolahan emas dan/atau alih mata pencaharian penambang PESK (Pertambangan Emas Skala Kecil).

Selain itu Indonesia mengusulkan skema pendekatan transformasi sosial, ekonomi dan lingkungan hidup yang bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan.

Ini menjadi kunci menyukseskan target pengurangan dan penghapusan merkuri di Indonesia. Seluruh masyarakat dunia juga memiliki kesempatan yang sama dalam mendukung dan membantu tercapainya tujuan Konvensi Minamata.

''Hal ini merupakan kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk menjadi bagian dari upaya internasional dalam menjadikan merkuri sebagai sejarah masa lalu (Make Mercury History),'' tegas Vivien.

Negara-negara yang menandatangani dan mengesahkan konvensi Minamata, termasuk Indonesia, telah sepakat untuk merapatkan barisan mengatur strategi dalam menangani permasalahan akibat merkuri dalam seluruh daur hidupnya.

Hingga pertengahan tahun 2018 setidaknya 101 negara telah meratifikasi (mengesahkan) Konvensi ini.

Konvensi Minamata melarang adanya pertambangan primer merkuri, mengatur perdagangan merkuri, membatasi hingga menghapuskan penggunaan merkuri, mengendalikan emisi dan lepasan merkuri serta mendorong pengelolaan limbah mengandung merkuri yang ramah lingkungan.

Organisasi PBB di bidang lingkungan Hidup, UN Environment, menyatakan bahwa setiap tahun setidaknya 9.000 ton merkuri lepas ke atmosfer, air maupun tanah.

Dalam kehidupan sehari-hari, merkuri banyak ditemukan dalam alat kesehatan (termometer), amalgam gigi, baterai, kosmetik, lampu fluorescent, dan lain lain.

Namun sumber emisi dan lepasan merkuri terbesar berasal dari kegiatan Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), diikuti dengan pembangkit listrik berbahan bakar batubara, produksi non-ferrous metal serta proses produksi semen.(adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KLHK Serukan Pelestarian Burung Hantu Indonesia


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler