jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengambil langkah cepat dalam mengatasi pandemi virus corona.
Salah satunya ialah melakukan penutupan semua taman nasional, wisata alam, dan suaka margasatwa.
BACA JUGA: Raker Virtual dengan DPR, KLHK Sampaikan Fokus Bantu Penanganan Covid-19
Siti menjelaskan ketika diumumkan adanya Covid-19 di Indonesia awal Maret 2020 lalu, KLHK memutuskan menutup kawasan wisata di taman nasional dan wisata alam.
“Pada waktu itu ada 71 yang kami tutup (taman nasional, wisata alam dan suaka margasatwa,” tegas Siti saat rapat kerja bersama Komisi IV DPR secara virtual, Rabu (8/4).
BACA JUGA: KLHK Lakukan Sejumlah Langkah Strategis Atasi Pandemi Corona
Namun, Siti menegaskan, melihat perkembangan situasi karena pandemi Covid-19, maka KLHK pun memutuskan menutup 54 taman nasional, 133 wisata alam, dan 73 suaka margasatwa. “Kami sudah tutup seluruhnya,” kata mantan sekretaris jenderal Dewan Perwakilan Daerah (Sekjen DPD) itu.
Alasan penutupan antara lain arahan pemerintah yang meminta masyarakat mengurangi mobilitas di luar rumah.
BACA JUGA: Lihat Update Corona 8 April 2020 Ini, Oh, Sumatera Utara..
Kemudian, untuk social distancing/physical distancing atau menghindari kerumunan.
Selain itu, untuk menghindari penyebaran Covid-19 dari pengunjung ke petugas dan sebaliknya. Kemudian, menghindari potensi penularan Covid-19 dari pengunjung yang mungkin menjadi carrier kepada satwa liar.
Siti menambahkan pihaknya juga terus berupaya mempertahankan kinerja kelompok usaha kehutanan sosial dengan kecepatan untuk penerimaan bagi kelompok dan pendapatan anggota.
“Sehingga kegiatan masyarakat hutan tidak stagnan,” tegasnya.
Jadi, kata Siti, KLHK berusaha terus mengikuti beberapa kegiatannya seperti juga mempercepat dukungan sarana ekonomi produktif bagi kelompok tani hutan.
“Kami mempercepat bank pesona dan bantuan ekonomi produktif. Percepatan ini menurut Perpres baru dan arahan presiden paling tidak harus dicover dalam empat bulan bisa diselesaikan,” ujarnya.
Siti menambahkan, lembaga konservasi juga terpengaruh karena satwa sudah memperoleh makanan. Biasanya, kata dia, satwa mendapatkan makanan dari retail, supermarket dan lain-lain. “Oleh karena itu ini juga kami tangani dan perlu subsidi untuk pangan satwa,” katanya. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy