jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa sampai dengan 30 September ini, realisasi dari program perhutanan sosial sudah mencapai 4,2 juta hektare. KLHK pun terus berupaya untuk meningkatkan lagi capaian dari program yang sudah berjalan sejak 2015 itu.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto mengatakan, program ini muncul karena ketidakadilan akses pemanfaatan hutan.
BACA JUGA: KLHK Tingkatkan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Kesetaraan Gender
Menurut dia, dari total pemanfaatan hutan sebanyak 42 juta hektare, 96 persennya (40,96 juta hektare) diberikan kepada swasta dan 4 persen (1,75 juta hektare) diberikan kepada masyarakat.
Karena hal itu, pemerintah memutuskan agar akses pemanfaatan hutan oleh masyarakat ditingkatkan menjadi 12,7 juta hektare (30 persen) dari jumlah total pemanfaatan hutan.
BACA JUGA: 7 Poin Pernyataan Sikap Forum Rektor Indonesia Terkait RUU Cipta Kerja
"Namun hingga saat ini realisasi pemanfaatan itu baru mencapai 4,2 juta hektare,” ujar dia dalam diskusi virtual yang digelar KLHK, Senin (11/10).
Bambang menuturkan, 4,2 juta hektare perhutanan sosial ini dialokasikan untuk 870.746 KK (kartu keluarga) yang tersebar di 6.673 lokasi. Menurutnya, dengan adanya UU Cipta Kerja akan mengakselerasi realisasi perhutanan sosial tersebut.
“Dengan payung hukum baru UU cipta kerja, aksesnya akan lebih cepat lagi,” ujar dia.
Selain itu, KLHK juga akan menggencarkan kerja sama dengan gubernur mempercepat realisasi program tersebut. Selanjutnya melakukan pendampingan perhutanan sosial guna meningkatkan sumber daya manusia pengelola perhutanan sosial.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengatakan pengaturan perhutanan sosial ditambahkan dalam revisi UU nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan di UU cipta kerja.
Menurut dia, terdapat tambahan dua pasal yang disisipkan di antara pasal 29 dan pasal 30.
“Pasal sisipan pasal 29A dan pasal 29B agar keadilan kepada rakyat melalui akses legal yang diberikan pemerintah melalui menteri LHK,” sebut Bambang.
Bambang menambahkan, pengaturan tersebut memberikan kepastian hukum bagi masyarakat di dalam kawasan hutan dan di sekitar kawasan hutan untuk melakukan pemanfaatan hutan. Baik hutan lindung dan hutan produksi untuk kegiatan perhutanan sosial.
Dia menambahkan, adanya akses legal ini tidak akan membuat masyarakat dikriminalisasi karena ketidaksengajaan pemanfaatan hutan.
"Yang jelas masyarakat di kawasan hutan dan di sekitar kawasan hutan yang sejak awal sudah tinggal disana, turun-temurun. Itulah yang prioritas percepatan akses legal perhutanan sosial,” tandas Bambang.(cuy/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan