KNKT : Rusia Tak Taat Perjanjian Investigasi

Selasa, 29 Mei 2012 – 05:35 WIB

JAKARTA - Kerjasama Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia dengan pihak Rusia dalam mengungkap tabir kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 ternyata menemui hambatan. Dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI kemarin (28/5), Ketua KNKT Tatang Kurniadi mengungkap sikap kurang kerjasama Rusia dalam melakukan investigasi mengungkap kecelakaan yang merenggut 45 nyawa itu.
 
"Ada sejumlah hal yang tidak ditaati pemerintah Rusia dalam upaya investigasi," ujar Tatang saat menyampaikan laporan perkembangan investigasi pesawat Sukhoi di Komisi V DPR RI, gedung parlemen, Jakarta, Senin (28/5).
 
Menceritakan kronologis kerjasama, Tatang mengungkap bahwa kecelakaan pesawat sipil supercanggih produksi Rusia itu telah menyedot perhatian dunia. Pada saat kejadian kecelakaan terjadi pada 9 Mei, sore hari dirinya sudah dihubungi oleh Ketua KNKT Rusia yang menanyakan kabar tersebut.

Tidak hanya Rusia, pihak Air Traffic Service dari Australia, Singapura dan Prancis juga menanyakan kebenaran kabar kecelakaan tersebut. "Terlihat sekali bahwa kecelakaan ini telah menarik perhatian dunia," ujar purnawirawan Marskal Madya Tentara Nasional Indonesia itu.
 
Kerjasama investigasi KNKT dengan pihak Rusia dilakukan setelah pihaknya menerima tembusan email dari pemerintah Rusia yang disampaikan kepada Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Kerjasama itu dimulai sejak 10 Mei, saat helikopter Basarnas mengkonfirmasi telah melihat serpihan pesawat Sukhoi.

"Tim Rusia dipimpin Wakil Menteri Perdagangan dan Industri dan Wakil Direktur Sukhoi (JSC Sukhoi Civil Aircraft express), mereka meminta segera diangkat bangkai pesawat, meski belum melihat beratnya medan," ujar Tatang.
 
Permasalahan mulai muncul saat perwakilan dari Prancis dan Amerika Serikat menelepon KNKT. Tatang menyatakan, Prancis dan AS menyatakan merasa berkepentingan dengan investigasi itu dan ingin mendapat laporan atas setiap perkembangan.

"Pihak Rusia tidak mau, padahal aturan internasional menyatakan mereka berhak," ujar Tatang. Dalam hal ini, Prancis adalah pihak yang juga berkepentingan karena memasok mesin untuk pesawat SSJ 100 itu.
 
Adanya intervensi Rusia juga muncul saat mereka meminta dimasukkannya criminal investigator di dalam penelusuran kecelakaan itu. KNKT, kata Tatang, meminta kepada pihak Rusia untuk berkoordinasi dengan Mabes Polri dalam kaitan investigasi tersebut.

Polri sendiri secara tidak langsung menyatakan menolak keberadaan itu. "Criminal investigation tidak bisa diselipkan di KNKT karena akan merusak proses investigasi kecelakaan itu," jelas Tatang.
 
Dia menjelaskan, salah satu poin utama dalam kerjasama investigasi adalah kesepakatan untuk membuka bersama apapun data dari bekas serpihan yang dimiliki Sukhoi. Kesepakatan itu terkadang dilanggar oleh pihak Rusia. Seperti halnya temuan peralatan-peralatan elektronik pesawat Sukhoi yang tidak disampaikan langsung kepada KNKT.
 
Sebagai contoh, informasi atas adanya alat pemancar frekuensi yang dimiliki pesawat. Ternyata, Rusia baru menyampaikan saat proses investigasi berjalan bahwa pesawat Sukhoi itu memiliki dua frekuensi, satu portabel dan satu lagi frekuensi lama. "Mereka mencari-cari alat-alat kecil itu, baru disampaikan kepada kami," ujarnya.
 
Saat membuka data Cockpit Voice Recorder, pihak Rusia sempat ngotot agar pihak KNKT tidak mengirimkan penerjemah. Ketika itu, KNKT telah memanggil penerjemah bahasa Rusia yang saat itu bekerja di kedutaan Tashken, Uzbekistan. Namun, Rusia sempat menolak dengan bersikukuh cukup dua penterjemah yang mereka miliki. "Penterjemah dari kami sejak Selasa minggu lalu sudah ada di KNKT," jelasnya.
 
Gara-gara sikap Rusia, KNKT juga mendapat teguran dari Komisi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Ini setelah muncul pemberitaan di luar negeri bahwa pihak Rusia telah mengungkap informasi terkait isi CVR. Pihak Rusia ketika itu menyatakan bahwa kondisi pesawat sebelum penerbangan dalam kondisi bagus.

"Perjanjiannya adalah informasi apapun tidak boleh keluar. Saya sampai mendapat warning," ujarnya.
 
Tatang menambahkan, hingga memasuki pekan ketiga pasca kecelakaan Sukhoi, kemungkinan KNKT akan segera menyampaikan rekomendasi segera. Rekomendasi segera atau rekomendasi awal itu sejatinya akan disampaikan kemarin.

Namun, selama proses raker berlangsung, ternyata rekomendasi segera itu belum diumumkan. "Rekomendasi segera harusnya bisa dipublish hari ini," ujarnya.
 
Terkait hasil final dari investigasi, Tatang menyatakan bahwa proses itu akan memakan waktu berbulan-bulan. Saat ini, KNKT terus mengerahkan tim yang dedikatif, dengan dukungan satu orang Sukhoi yang menjadi penasehat teknis. "Jika diminta waktu 4-5 bulan, itu agak susah," ujarnya.
 
Hasil final investigasi, lanjut dia, bisa saja berubah jika Flight Data Recorder (FDR) pesawat Sukhoi itu ditemukan. Tatang menyatakan, KNKT bisa membuka kembali investigasi kecelakaan Sukhoi jika tim penelusuran berhasil menemukan FDR. "FDR itu akan menjadi new and important evidence. Seperti pengalaman Prancis, setelah 4 tahun, akhirnya membuka kembali investigasi," tandasnya.
 
Selain KNKT, Raker tersebut juga menghadirkan Menteri Perhubungan EE Mangindaan, Kepala Basarnas Marsekal Daryatmo, Kepala BMKG Sri Woro Harijono, Direktur PT Trimarga Rekatama Sujito Ong.
 
Dari hasil raker tersebut, juga terungkap bahwa penerbangan pesawat Sukhoi tidak pernah memiliki ijin resmi dari Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub. Wakil Dirut PT Trimarga Rekatama Sunaryo menyatakan, selama ini pihak Trimarga Rekatama hanya menjadi fasilitator Sukhoi Rusia dengan para pembeli di Indonesia. "Untuk urusan perijinan dilakukan oleh Indo Asia," kata Sunaryo.
 
Namun, pihak PT Indo Asia yang diundang susulan dalam Raker itu ternyata membantah. Manajer Operasional Indo Asia Agung Baktiono menyatakan bahwa pihaknya hanya mengurus ijin penanganan darat kepada pesawat Sukhoi yang akan melakukan joyflight melalui Bandara Halim. "Kami menyediakan pelayan bagi pesawat tersebut. Kami mengurus untuk izin masuk, atau izin mendaratnya saja," ujarnya dalam raker.
 
Agung membantah jika pihak Indo Asia juga mengurus ijin penerbangan Sukhoi di wilayah Indonesia. JSC Sukhoi Civil Aircraft express hanya meminta izin untuk penerbangan masuk atau landing permitt dari Rusia ke Indonesia. Sementara, izin terbang untuk melakukan joy flight tidak ada. "Hanya ada izin masuk dari Rusia ke Indonesia," tandasnya.
 
Menhub dalam paparannya kemarin menjamin akan segera diselesaikannya asuransi bagi para korban jiwa. Menhub menyatakan, pihak . JSC Sukhoi Civil Aircraft express telah berjanji untuk mematuhi aturan sebagaimana Peraturan Menhub nomor 77 tahun 2011. Dimana satu korban jiwa berhak mendapat asuransi senilai Rp 1,25 miliar. "Meski belum ada perjanjian tertulis, sudah ada komitmen dari pihak Sukhoi," janji Menhub.
 
Mayoritas anggota Komisi V DPR dalam raker itu mendesak dibentuknya panitia kerja (panja) terkait kasus Sukhoi. Panja juga mendesak Kementrian Perhubungan segera membentuk Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan sebagaimana amanat UU Penerbangan.(bay/dim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Tak Berhak Larang Istri Nyapres


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler