JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Irmanputra Sidin mengatakan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden tidak berhak melarang siapa pun warga negara Indonesia termasuk isterinya sendiri, Ibu Any Yudhoyono bila memang memenuhi syarat yang ditetapkan untuk menjadi calon presiden pada pemilu presiden 2014 mendatang.
”Jika presiden melarang hal itu maka presiden bisa dianggap telah melakukan tindakan inkonstitusional. Karena hal itu hak warga negara yang tidak bisa diputus oleh larangan presiden saja. Jika larangan itu dilakukan maka itu merupakan tindakan inkonstitusional,” jelas Irman, Senin (28/5) di Jakarta.
Menurutnya, setiap warga negara yang memenuhi syarat menjadi capres tidak wajib meminta ijin presiden.”Memangnya kalau tidak mendapat restu atau ijin presiden, warga negara tidak boleh jadi presiden? Tidak perlu ijin atau restu, kalau memang memenuhi syarat, silakan maju. Karena memang setiap warga negara berhak maju menjadi capres kok,” tegasnya.
SBY, menurut Irman, hanya bisa melarang Ani Yudhoyono termasuk anggota keluarganya yang lain maju sebagai capres seperti anak-anak maupun saudara-saudarannya hanya dalam kapasitasnya sebagai suami atau kepala rumah tangga. ”Jika SBY sebagai suami melarang, itu urusan lain, istri wajib patuh pada suami sesuai norma agama. Di luar itu dia (SBY) tidak bisa melarang, termasuk sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat,” urai pria berkaca mata ini.
Sebagai Ketua Dewan Pembina PD, kata Irman lagi, justru SBY harus memberikan ruang lebih lebar bukan hanya kepada anggota keluarganya dan kader-kader Partai Demokrat, tapi kepada masyarakat umum termasuk kader-kader partai lain untuk menjadi capres sesuai UUD 1945 dan UU Pilpres.
”Penetapan pilpres pun harus dilakukan secara demokratis dan terbuka. Sebab kalau tidak, maka penetapan capres bisa dianggap melanggar UU. Penetapan capres sesuai UUD 1945 disebutkan semua warga negara yang memenuhi syarat berhak menjadi capres dan bukan hanya kader parpol,” jelasnya.
Dalam penetapan capres, menurutnya, sesuai UU Pilpres, maka parpol harus melakukannya secara terbuka dan demokratis yang artinya siapa pun warga negara berhak ikut dicalonkan parpol, termasuk keluarga dan masyarakat umum. ”PD dan semua partai politik lainnya wajib melakukan itu,” imbuhnya.
Sesuai UU Pilpres tersebut, tambah Irman, maka Ani Yudhoyono bisa saja mengajukan dirinya sebagai capres di PDIP atau partai lainnya melalui mekanisme terbuka dan demokratis sesuai UU. ”Megawati, Ical, Prabowo, Wiranto dan yang lain bisa juga mengikuti proses penetapan capres melalui Partai Demokrat secara demokratis dan terbuka,” ujar Doktor HTN dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan ini.
Menurutnya, KPU harus menolak pencalonan jika memang tidak dilakukan secara terbuka dan demokratis. Karena KPU terikat undang-undang, sehingga kalau menerima pendaftaran capres yang dilakukan tertutup dan tidak demokratis maka KPU bisa dibawa ke Dewan Kehormatan KPU. ”Kalau terbukti menerima pendaftaran capres yang melanggar undan-undang maka anggota KPU itu pun bisa diberhentikan,” terang Irman lagi.
Terkait perdebatan capres pengganti SBY, menurutnya belum ada satu pun yang menyentuh hal substansial seperti target dan tujuan masing-masing capres. ”Isu Pilpres 2014 saat ini bukan isu-isu yang keluar dari negarawan karena baru hanya mengarah ke orang saja,” lontar Irman.
Diteruskannya, saat ini semua orang bicara seolah Indonesia negara yang sudah mapan yang tanpa masalah. ”Sehingga siapapun orangnya seolah bisa menjalankan roda pemerintahan secara normal. Padahal ada segunung masalah yang saat ini dihadapi bangsa ini. Perdebatan mengenai pilpres bagi seorang negawaran justru seharusnya pada pembenahan dan konsep untuk melakukan perbaikan. Itu yang belum muncul sama sekali,” urainya panjang lebar.
Lebih dalam lagi, dijelaskan Irman, jika capres menghadirkan konsep, maka tidak akan isu dinasti politik, capres tua-muda, capres perempuan-pria, capres harus orang Jawa non Jawa dan capres sipil-militer. Jadi bukan siapa dia tapi apa yang mau dia lakukan,” tegasnya.
Terakhir ia mengatakan, siapapun capresnya kalau tanpa konsep yang konkrit dan jelas maka tetap saja Indonesia seperti saat ini. ”Hingga Pilpres 2019 pun tetap saja keadaannya seperti ini,” pungkasnya. (ind)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tahapan Revisi Upah Minimum Sudah Dimulai
Redaktur : Tim Redaksi