jpnn.com, DENPASAR - Wakil Ketua DPD KNPI Bali Bidang Hubungan Antar Lembaga Oktaviansyah N S menilai kebijakan larangan impor pakaian bekas justru lebih merugikan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Tanah Air.
Aturan itu membunuh mata pencaharian jutaan pelaku UMKM yang bergantung pada barang-barang tersebut.
BACA JUGA: Intan Fauzi: Segera Tertibkan Kegiatan Impor Pakaian Bekas di Berbagai Sentra Penjualan
Oktaviansyah mengacu kepada data yang dirilis Kementerian Koperasi dan UMKM pada 7 Februari 2023.
Kementerian yang dipimpin Teten Masduki itu mencatat jumlah UMKM di Indonesia mencapai 8,71 juta unit usaha, di mana 12 persen hingga 15 persen pelaku usaha kecil dan menengah menjual baju bekas impor.
BACA JUGA: Pedagang Pakaian Bekas Impor di Pasar Cimol Gedebage Bandung Tutup Sementara
"Jika impor pakaian bekas ditutup maka akan berdampak pada 12 persen-15 persen dari 8,71 juta unit UMKM atau sekitar 1.045.200 UMKM hingga 1.306.500 UMKM (yang menjual pakaian bekas impor)," kata Oktaviansyah kepada wartawan, Minggu (26/3).
Kemudian, pada 20 Maret 2023, Teten menyatakan ada 591.390 UMKM yang menjalankan bisnis pakaian jadi dengan tenaga kerja mencapai 1,09 juta orang.
BACA JUGA: Bareskrim Gerebek Gudang yang Simpan Pakaian Bekas Hasil Impor
"Jika pakaian bekas impor tidak ditutup maka akan mengancam 591.390 UMKM yang menjual pakaian jadi dan berdampak pada 1,09 juta orang," kata dia.
Dari pernyataan Teten tersebut, kata dia, maka rata-rata tiap UMKM mempekerjakan sekitar 1,84 orang.
"Jika rata-rata tiap UMKM mempekerjakan 1,84 orang maka bisa disimpulkan bahwa ketika penjualan baju bekas impor ditutup akan berdampak pada 1.923.168 hingga 2.403.960 tenaga kerja," kata dia.
Dari data keseluruhan, Oktaviansyah menyatakan semua angka angka versi Kementerian Koperasi dan UMKM sesungguhnya membuktikan bahwa pelarangan baju bekas impor ternyata mengorbankan rakyat.
"Hingga 2,5 kali lipat dampaknya jauh lebih buruk bagi UMKM," kata dia. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif