jpnn.com, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti dugaan penjualan senjata oleh Indonesia ke Myanmar.
Masalah itu dibahas dalam diskusi publik bertajuk "Junta Myanmar, Pelanggaran HAM dan Problematika Suplai Senjata dari Indonesia" yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan dan Imparsial di Cafe Sadjoe, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (9 /10).
BACA JUGA: Pindad Dituduh Jual Senjata ke Junta Myanmar, Begini Respons DEFEND ID
Pembicara dari Themis Law Firm dan Akademisi Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan pemerintah Indonesia juga seharusnya bertanggung jawab untuk apa senjata yang pernah dijual tersebut digunakan oleh Myanmar.
"Ada pembiaran atau ketidaktahuan yang disengaja oleh pemerintah Indonesia untuk mendukung junta militer di Myanmar guna melakukan pelang?garan HAM terhadap rakyatnya sendiri," ujar Feri dikutip dari siaran pers.
BACA JUGA: Pendekar Silat di Kediri Tewas Dianiaya, AKBP Teddy Chandra Datang Melayat
Dia mengatakan Komnas HAM seharusnya melakukan penyelidikan apakah ada penjualan atau suplai senjata oleh Indonesia ke Myanmar pasca 2021.
Sebab, kata Feri, pada 2020, salah satu BUMN Indonesia memproduksi 400 juta amunisi yang sebagian besarnya kemungkinan besar diekspor ke Myanmar.
BACA JUGA: Presiden Jokowi Blak-blakan soal Penguasa Myanmar: Ada Ketidakpercayaan
"Apakah Presiden (Joko Widodo, red) dengan mudah kemudian dibohongi dengan laporan bawahannya bahwa penjualan senjata atau amunisi tersebut telah mengikuti resolusi PBB terkait penjualan senjata," tuturnya.
Sementara itu, Ketua YLBHI Muhammad Isnur menyinggung langkah mantan Jaksa Agung RI Marzuki Darusman bersama Feri Amsari Cs mengadukan kepada Komnas HAM soal dugaan penjualan senjata oleh BUMN Ri ke Myanmar.
"Itu sesuatu yang sangat baik dan dilindungi oleh UUD 1945. Jadi, jangan ada ancaman terhadap orang-orang ini. Komnas HAM harus bertindak cepat dan tegas serta terukur," ujar I?s?nur dalam diskusi itu.
Dia mengatakan Indonesia secara moral terikat karena mendorong lahirnya ?pertanggung?jawaban k?orporasi dalam menjaga produknya agar tidak disalahgunakan untuk pelanggaran HAM.
"Semua ekspor sebelum 2021 juga harus ditelusuri meski Defense.ID mengakui tidak lagi mengekspor ke Myanmar sejak 2021," ujarnya.
Selain itu, Isnur mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada Myanmar agar tidak menggunakan senjata yang diimpor dari Indonesia untuk membantai warga Myanmar.
"Terjadi disparitas antara kebijakan Kemenlu yang mendorong perdamaian di Myanmar, tetapi di satu sisi dengan mudah mengekspor senjata ke Myanmar," lanjutnya.
Sementara itu, kata Isnur, kebijakan ekspor senjata peraturannya di tingkat menteri pertahanan. Artinya, kebijakan Kemenhan cenderung mengabaikan resolusi yang telah disepakati Indonesia di PBB di mana Kemenlu menjadi ujung tombaknya.
Selain itu, isnur juga menyebut pengaturan terkait ekspor senjata tidak serius dibangun, sehingga bisa saja dimanfaatkan untuk kepentingan lain.
Untuk itu, dia mengatakan penting diatur melalui peraturan yang lebih komprehensif. Termasuk juga soal impor senjata yang tidak transparan di Indonesia.
"Jangan sampai senjata yang diproduksi Indonesia dipakai untuk merepresi orang yang tidak bersalah. Sehingga kita tergolong pada negara yang otoritarian kalau kita tidak peduli untuk apa senjata itu digunakan," tutur Isnur.(fat/jpnn)?
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam