Kofi Annan dan Albert Arnold ’’Al’’ Gore di WCF 2013

Rabu, 12 Desember 2012 – 00:31 WIB
Dua peraih Hadiah Perdamaian Nobel itu hampir pasti, dan sudah memberi green light untuk tampil di The World Cultural (in Development) Forum 2013 di Bali. Kofi Annan, Mantan Sekjen PBB tahun 1997-2006, dan Albert Gore, mantan wakil Presiden AS, tahun 1993-2001 saat Neger Adi Daya itu dipimpin Presiden Bill Clinton.

Keduanya serius menyatakan kesediaannya untuk hadir dan menjadi salah satu narasumber dalam conference dunia yang sedang dirancang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI itu. Kedua tokoh itu memiliki daya pikat signifikan, setidaknya buat Brazil yang sedang gencar-gencarnya memerankan diri sebagai inisiator dan sekaligus pengungkit isu climate change. Ketika Wamendikbud Prof Dr Wiendu Nuryanto M.Arch, PhD mempresentasikan rencana kedua pembicara itu, Hamilton Pereira, Secretario de Cultura Brazilia langsung merespons positif.

Bagi Hamilton, penyelamatan lingkungan, perjuangan menurunkan angka deforestasi, membangun kecintaan terhadap bumi yang dipijak, dengan segala habitat dan keragaman hayatinya, adalah pekerjaan yang harus disentuh dari akarnya, yakni budaya! Sejak sukses di World Environment and Development Forum 2012 di Rio de Janeiro lalu, negeri penghasil kopi dan pisang nomor satu di dunia ini betul-betul concern sebagai motor penanggulangan perubahan iklim dunia. “Karena itu, kami akan aktif meneruskan dan mendorong gagasan Bali WCF 2013 ini ke kementerian dan institusi yang punya kewenangan untuk mengirimkan delegasi,” ucap Hamilton Pereira, yang ditemui di sebuah gedung bernuansa seni kontemporer di SCTN-Via N2 Anexo do Teatro Nacional, Brazilia itu.

Kepada Hamilton, Wamen Wiendu Nuryanti juga menyampaikan rasa bela sungkawa atas tutup usianya legenda arsitek Brazil, Oscar Niemeyer, Jumat lalu. Wiendu yang juga guru besar arsitektur itu memberi apresiasi yang besar kepada tokoh yang karya-karya kontemporernya menjadi icon penting di Kota Brasilia, Rio de Janeiro, New York, Paris, dan banyak kota besar itu. Perempuan yang lahir di Jogjakarta, 15 Mei 1959 ini sempat berkeliling kota, menyaksikan seni arsitektural hasil imaginasi Niemeyer itu.

Hamilton pun berterima kasih atas menyampaikan simpatinya kepada Wiendu. Dia menceritakan, setahun lalu, Hamilton bersama Niemeyer merencanakan sebuah project untuk institusinya. Dia sempat mempertontonkan foto-fotonya bersama Bapak Arsitektur Brazil itu di personal computer di ruang kerjanya.

:TERKAIT Brazil pantas bersikap responsif, karena negeri yang berbatasan dengan 10 negara Amerika Latin itu ---Suriname, Guyana, Venezuela, Kolumbia, Uruguay, Argentina, Paraguay, Bolivia, Peru, Ekuador dan Chili—itu adalah negeri terluas, terbesar, dan paling banyak permukaan daratannya. Jarak wilayah terpanjang Brazil (horizontal, timur-barat) adalah 4.319 kilometer, hampir sama jauhnya dengan titik utara-selatan (vertikal), yakni 4.394 kilometer. Jika dijumlah, luasnya hampir separuh dari luas Amerika Selatan, yakni 8.511.965 kilometer persegi.

Yang terbanyak dari kawasan seluas itu adalah hutan tropis, paru-paru dunia, dan penyedia oksigen terbesar di dunia. Isu pemanasan global, perubahan iklim, perusakan hutan, peningkatan permukaan air laut akibat salju abadi meleleh, berhasil disosialisasikan secara baik kepada warga Brazil. Itulah kisah sukses yang bisa dibagi ke dunia internasional untuk save the planet. Indonesia adalah negeri tropis yang juga terus dipantau langkah demi langkah kemajuan reforestasinya.

Karena itu, semua fakta itu seperti bertemu dalam momentum yang serba pas dan serba kebetulan. Seperti dipertemukan alam, untuk bersama-sama membangun kemitraan strategis di bidang kultural. Termasuk soal mantan Wapres AS, Al Gore yang lahir pada 31 Maret 1948 itu, yang sedang popular dengan trade mark aktivitas lingkungan hidupnya. Setelah bersama Presiden ke-45 Bill Clinton, Al Gore sempat  menjadi nominator untuk calon presiden dari Partai Demokrat tahun 2000, tetapi akhirnya harus menyerah dari rival utamanya, George W Bush. Dia lebih popular, tetapi dia kalah suara. Al Gore mendirikan organisasi non profit, yang sangat berambisi untuk program Climate Protection. Dia mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian atas kerja kerasnya menjadi aktivis climate change.

Karena itulah, ketika Al Gore yang juga almamater Harvard College itu disebut-sebut oleh Prof Wiendu, resonansinya langsung bergetar sampai di Negeri Brazil. Nada itu juga terdengar merdu saat berjumpa dengan Ministry of External Relations, yakni Ambasador Hadil Fontes da Rocha Vianna, Head Secretary General of Cooperation, Culture and Trade Promotion di Gedung Kemenlu Brazil. ’’Kami berterima kasih dan satu kehormatan besar, kami ditawari menjadi salah satu mitra strategis di WCF 2013,’’ aku Fontes.

“Karena itu, kami akan melakukan koordinasi internal, dan mendistribusikan informasi ini kepada kementerian dan institusi yang berkompeten. Karena, ini menyangkut soal program, anggaran, dan hal-hal teknis yang harus dibicarakan secara detail,” lanjut dia. Wiendu yang didampingi Ketua Organizing Committee Prof Aman Wirakartakusumah, Duta Besar Indonesia untuk Brazil, Sudaryomo Hartosudarmo, dan Prof Heddy Shri Ahimsa Putra, Cultural Expert dari UGM Jogjakarta itu pun berharap agar respons positif ini segera ditindak lanjuti secara teknis.

Akan halnya dengan calon pembicara lain, Kofi Annan yang dilahirkan di Kumasi, Gold Coast, Ghana, pada 8 April 1938 itu. Alumni Kwame Nkrumah University of Science and Technology, Macalester College dan jebolan Institute of International and Development Studies Massachusetts Institute of Technology (MIT) ini adalah sosok diplomat yang hebat. Dia mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian, karena aktivitasnya menanggulangi Global AIDS dan Pembiayaan Kesehatan tahun 2001.

Bukan hanya soal kesehatan, Kofi Annan bergerak, mendedikasikan tenaga, pikiran, mungkin juga perasaan, dan spirit hidupnya. Pada 23 Februari sampai 31 Agustus 2012, Annan berinisiatif untuk merampungkan konflik berdarah yang tak berkesudahan di Syria. Dia bersama PBB dan Liga Arab bergabung dalam Special Representative for Syria, untuk menciptakan stabilitas keamanan dan perdamaian di Timur Tengah. Sayang, usaha kerasnya tidak memperoleh respons setimpal. Dia pun akhirnya frustrasi dan keluar dari program kemanusiaan itu, setelah PBB gagal membuat resolusi.

Perhatian Kofi Annan terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan, tidak bisa diabaikan begitu saja. Dia adalah contoh, legenda hidup, yang terus berjuang untuk membangun rasa kemanusiaan. Satu budaya dalam bersikap yang sangat fundamental. “Karena itu, kami mohon kepada Presiden Brazil Dilma Rousseff dan Mantan Presiden Brazil untuk menjadi salah satu nara sumber di Bali,” tambah Prof Aman Wirakartakusumah. (bersambung)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lihatlah Kedipan Mesra Si Kunang-Kunang

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler