jpnn.com - jpnn.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialias Akbar sudah sesuai aturan. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, OTT memang tidak harus disertai dengan adanya barang bukti suap.
Menurut Febri, KPK dalam menggelar OTT selalu mengacu pasal 1 angka 19 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). ”Ada empat kondisi yang bisa disebut sebagai tangkap tangan," katanya, Senin (30/1).
BACA JUGA: Patrialis Jadi Pesakitan, Beginilah Doa Zulkifli Hasan
Febri mengatakan hal itu untuk menepis anggapan yang menyebut Patrialis tidak tertangkap tangan karena tidak ada barang bukti uang saat mantan menteri hukum dan hak asasi manusia itu ditangkap KPK di pusat perbelanjaan Grand Indonesia, Rabu (25/1).
Sedangkan merujuk pasal 1 angka 19 KUHAP, ada empat kondisi yang masuk kategori tertangkap tangan. Pertama adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana. Kedua, penangkapan dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan.
BACA JUGA: Mahfud Pastikan OTT ke Patrialis Murni Penegakan Hukum
Ketiga, seseorang tertangkap tangan sesaat setelah diserukan oleh khalayak ramai sebagai pelaku tindak pidana. Yang terakhir adalah apabila pada seseorang ditemukan benda yang diduga keras telah digunakan untuk berbuat kejahatan atau ikut serta melakukannya.
Merujuk pada salah satu ketentuan pasal 1 angka 19 KUHAP itu, kata Febri, maka penangkapan Patrialis dilakukan beberapa saat setelah tindak pidana terjadi. Dia menjelaskan, penyidik KPK mengetahui pada Rabu (25/1) ada pertemuan dan transaksi suap.
BACA JUGA: Sambangi KPK, Mahfud Bantah Bahas Patrialis Akbar
Setelah ada peristiwa dugaan pidana, lanjut Febri, penyidik kemudian menangkap orang dekat Patrialis yang bernama Kamaluddin di lapangan golf Rawamangun, Jakarta Timur sekitar pukul 10.00.
Saat menangkap Kamaluddin, penyidik menemukan draf putusan uji materi Undang-undang nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"Kami menemukan draf putusan MK yang diduga ditransaksikan dalam perkara ini," katanya.
Siang harinya, penyidik menuju ke salah satu kantor pengusaha Basuki Hariman di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Importir daging sapi itu diduga sebagai pemberi suap.
Sedangkan pada malam harinya, penyidik menangkap Patrialis di Grand Indonesia. "Jadi, ini perlu dipahami sebagai sebuah rangkaian dari sebuah OTT yang dilakukan di tiga lokasi," kata Febri.
Febri menjelaskan, dalam OTT di tiga lokasi ini ditemukan dokumen keuangan perusahaan. “Tercatat uang keluar dari perusahaan dengan kode-kode tertentu dan pihak-pihak tertentu," jelasnya.
Selain itu, penyidik juga menemukan voucher penukaran mata uang asing dan draf putusan MK. "Jadi perlu dipahami bahwa OTT tidak selalu melibatkan atau menemukan uang di lokasi di OTT tersebut," katanya.
Dalam kasus ini, kata dia, indikasi penerimaan suap oleh Patrialis sebesar USD 20 ribu sudah terjadi sebelum penangkapan pada 25 Januari 2017. "Jadi, sebelum Januari ini sudah ada indikasi penerimaan yang diterima PAK (Patrialis Akbar, red) ini," ujarnya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Suap Penerimaan CPNS Bombana Segera Disidang
Redaktur & Reporter : Boy