Kolaborasi Diperlukan untuk Tanggulangi Retinopati Diabetika Diabetes

Jumat, 11 Oktober 2024 – 14:38 WIB
Guru besar UGM Prof. dr. Muhammad Bayu Sasongko, Sp.M(K), M.Epi, PhD., mengatakan kolaborasi diperlukan untuk menanggulangi Retinopati Diabetika diabetes. Foto: tangkapan layar Zoom

jpnn.com - JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama para pemangku kepentingan meluncurkan Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan Indonesia 2025-2030.

Dokumen ini akan menjadi panduan utama bagi penanganan kesehatan mata di Indonesia, dengan fokus utama pada retinopati diabetika (RD).

BACA JUGA: 4 Buah Kering yang Sebaiknya Jangan Dikonsumsi Penderita Diabetes

"Kolaborasi pentahelix akan sangat diperlukan dalam mengatasi permasalahan kesehatan mata pada diabetes untuk dapat menggerakkan semua dimensi,” kata Prof. dr. Muhammad Bayu Sasongko, Sp.M(K), M.Epi, PhD, Guru Besar UGM dalam konferensi pers daring memperingati Hari Penglihatan Sedunia 2024, Jumat (11/10).

Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada  (UGM) ini menambahkan, peta jalan merupakan revisi dari Peta Jalan Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan 2017-2030.

BACA JUGA: 7 Makanan yang Harus Dihindari Penderita Diabetes

Hal ini sebagai upaya mengatasi salah satu komplikasi utama diabetes yang mengancam penglihatan.

“Dengan semangat gotong royong, kita perlu bekerja sama untuk menjaga kesehatan penglihatan dan meningkatkan kualitas hidup jutaan penderita diabetes di Indonesia," ucapnya.

BACA JUGA: Viral Pemilik Indekos di Semarang Makan Kucing untuk Obati Diabetes, Polisi Turun Tangan

Perubahan dilakukan untuk menyesuaikan dengan target global dan regional terbaru serta transformasi sistem kesehatan nasional. 

Konsorsium yang melibatkan ahli, pemangku kebijakan, serta sektor kesehatan publik dan swasta akan memainkan peran penting.

Dia menambahkan, retinopati diabetika telah menjadi masalah prioritas kesehatan mata di Indonesia, mengingat dampak signifikan pada kualitas hidup, produktivitas, dan beban pembiayaan.

Dengan makin tingginya prevalensi diabetes, risiko komplikasi RD yang menyebabkan kebutaan juga meningkat. 

"Retinopati diabetika dapat terjadi pada siapa saja yang memiliki diabetes, terutama jika kadar gula darah tidak terkontrol," jelas Prof. Bayu.

Penderita diabetes disarankan untuk melakukan pemeriksaan mata rutin setidaknya sekali dalam setahun, bahkan jika tidak ada keluhan, sambungnya.

Peta jalan ini juga menargetkan cakupan skrining sebesar 80 persen untuk penderita diabetes dan tatalaksana yang tepat bagi 60% pasien pada 2030.

Ini sejalan dengan target WHO yang mendorong negara-negara untuk melakukan skrining mata secara teratur pada penderita diabetes.

Di sisi lain, jumlah penderita RD diperkirakan akan meningkat drastis, mencapai 5 juta kasus pada tahun 2025.

Jika tidak ditangani secara efektif, RD diperkirakan akan menelan biaya kesehatan sebesar Rp 138 triliun pada tahun yang sama, melonjak dari Rp 38 triliun pada 2017. 

“Pemerintah harus segera mengambil kebijakan kesehatan komprehensif untuk mengidentifikasi dan melakukan pemantauan berkelanjutan pada mereka yang berisiko," ungkapnya.

Prof. Bayu menyebutkan, peta jalan ini mencakup strategi intervensi yang akan memperkuat kegiatan promotif, preventif, skrining, dan deteksi dini RD. Integrasi penanganan RD ke dalam layanan kesehatan primer juga menjadi prioritas.

 “Kami bantu meningkatkan kualitas hidup jutaan penderita diabetes di Indonesia," sebutnya.

Dengan peluncuran Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025-2030, diharapkan Indonesia dapat menghadapi tantangan kesehatan mata akibat diabetes dengan lebih efektif, guna mengurangi beban penyakit dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (esy/jpnn)


Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler