Kolega Sarankan SBY Siapkan Capres

Lewat MK, Kubu Prabowo Ingin Ubah UU Pilpres

Rabu, 03 Oktober 2012 – 07:37 WIB
JAKARTA - Di tengah kabar bakal majunya sejumlah jenderal purnawirawan dalam bursa calon presiden 2014, tadi malam (2/10) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertemu dengan alumni Akabri 1970. Pertemuan itu berlangsung dalam acara peluncuran buku Mengawali Integrasi, Mengusung Reformasi yang dihelat di Raffless Grand Ballroom, Balai Kartini, Jakarta.

Buku tersebut disusun oleh para purnawirawan dari Akabri 1970. Judul tersebut dipilih karena para taruna yang diterima pada awal 1967 adalah yang pertama mengikuti program pendidikan kemiliteran terintegrasi di bawah lembaga baru bernama Akabri. Sebutan alumni Akabri perdana, yakni Akabri "70 karena mereka lulus pada 1970.

Letjen TNI (pur) Agus Widjojo yang menjadi pengarah dalam penyusunan buku setebal 520 halaman itu dalam sambutannya mengatakan, buku itu bukan merupakan persiapan Pemilu 2014.

Namun, Jenderal (pur) Luhut B. Panjaitan yang berbicara sebelum Agus Widjojo di akhir sambutannya menyinggung mengenai capres 2014. Dia menegaskan, Presiden SBY juga disarankan untuk menyiapkan capres yang memiliki track record baik. "Bila diizinkan, kami memberikan saran menyiapkan penerus tongkat estafet," kata Luhut.

SBY tidak menanggapi secara langsung mengenai figur capres dalam sambutannya. Namun, dia mengungkapkan harapannya terhadap purnawirawan yang saat ini terjun dalam dunia politik agar tetap menjaga hubungan baik. "Kakak-kakak dan adik-adik yang masuk politik praktis saya harapkan menjadi politikus yang baik dan menjaga persahabatan. Tidak menghalalkan politik segala cara," kata SBY.

Dalam acara tersebut, hadir Jenderal (pur) Endriartono Sutarto yang dikabarkan menjadi kandidat capres 2014. Selain itu, ada Jenderal (pur) Subagyo H.S., Jenderal (pur) Fachrul Razi, Jenderal (pur) Pol Suroyo Bimantoro, dan Laksamana (pur) Bernard Kent Sondakh. Mantan Wapres Try Sutrisno juga hadir dalam acara yang berlangsung hampir dua jam itu. Dalam acara tersebut, SBY didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri. Di antaranya, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.

Sementara itu, Partai Gerindra terus bermanuver untuk memuluskan jalan Prabowo Subianto dalam Pilpres 2014. Salah satu di antaranya, mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres. "Kami memang pengurus DPP Partai Gerindra. Tapi, permohonan ini kami ajukan dalam kapasitas pribadi," kata Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Advokasi Habiburokhman.

Pasal 9 UU Pilpres mengatur bahwa pasangan capres-cawapres hanya bisa diusulkan parpol atau gabungan parpol yang memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah secara nasional.

Menurut Habib "begitu dia biasa disapa", pasal itu bertentangan dengan pasal 6 A ayat (2) UUD 1945. Di dalam konstitusi, ingat dia, hanya disebutkan bahwa pasangan capres dan cawapres diusulkan parpol atau gabungan parpol peserta pemilu. Sama sekali tidak ada syarat jumlah minimum perolehan kursi parlemen atau jumlah minimum perolehan suara nasional. "Yang penting parpol pengusul capres-cawapres tersebut merupakan peserta pemilu," tegasnya.

Dengan demikian, batas minimum perolehan suara parpol untuk mengajukan capres-cawapres seharusnya sama dengan batas minimum parpol untuk dapat duduk di parlemen atau parliamentary threshold, yakni 3,5 persen. Ketentuan presidential threshold yang berlaku di UU Pilpres sekarang, tegas Habib, berpotensi menimbulkan kerugian konstitusional bagi mereka. "Kami melihat adanya upaya untuk menjegal pencapresan pemimpin kami Prabowo Subianto atau capres alternatif lainnya pada Pemilu 2014 yang akan datang," kata Habib.

Salah satu indikasinya, lanjut dia, tampak dari keengganan beberapa partai di DPR merevisi pasal 9 UU No 42 Tahun 2008 itu. "Padahal, kalau ketentuan itu tidak diubah, rakyat tidak akan mempunyai cukup pilihan untuk menentukan siapa yang layak menjadi presiden pada pilpres mendatang," tandasnya.

Saat ini draf revisi RUU Pilpres digodok oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. Beberapa fraksi seperti PKS, PPP, Partai Gerindra, dan Partai Hanura aktif mendorong supaya syarat presidential threshold disamakan dengan parliamentary threshold, yakni 3,5 persen.

FPAN mengusulkan syarat itu diturunkan menjadi flat, yakni 15 persen kursi DPR atau 15 persen perolehan suara sah secara nasional. Sedangkan, Fraksi Partai Demokrat juga mengusulkan turun menjadi 15 persen kursi DPR atau 20 persen perolehan suara sah. Hanya Fraksi Partai Golkar dan Fraksi PDIP yang cenderung ingin tetap sama dengan pemilu sebelumnya. Bahkan, PKB mendorong persyaratan itu ditingkatkan lagi menjadi 30 persen perolehan suara sah nasional atau 25 persen perolehan kursi DPR. (fal/pri/c4/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Awasi Pilgub Sultra, Panwaslukada Libatkan OKP dan BEM

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler