Komersialisasi Vaksin Covid-19, PKS: Pemerintah Tak Boleh Lepas Tanggung Jawab

Senin, 12 Juli 2021 – 11:44 WIB
PKS menolak komersialisasi vaksin Covid-19. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - PKS menolak rencana pemerintah menyediakan layanan vaksin Covid-19 berbayar. Wakil Ketua FPKS DPR RI Mulyanto mengatakan dalam kondisi darurat saat ini pemerintah harusnya memberikan layanan gratis kepada semua masyarakat.

"Bukan malah menambah beban masyarakat," tegas Mulyanto di Jakarta, Senin (12/7).

BACA JUGA: Harga Vaksin COVID-19 Berbayar Rp879 Ribu per Orang

Menurutnya, alasan pemerintah membuat kebijakan itu sangat tidak rasional. Jika ingin mempercepat herd immunity seharusnya memperbanyak titik layanan vaksinasi Covid-19 secara masif di puskesmas, klinik, kalau perlu di kantor-kantor kelurahan, kantor RW dan posyandu.

Bukan dengan mudahnya membuka layanan vaksin komersial bagi sebagian masyarakat.

BACA JUGA: Harga Vaksin Gotong Royong Kemahalan, Perusahaan Ogah Berpartisipasi

"Karena secara prinsip vaksinasi ialah tanggung jawab pemerintah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Pemerintah tidak boleh lepas dari tanggung-jawab tersebut," tegas Mulyanto.

Dia mengingatkan jangan sampai masyarakat yang tidak mampu terpaksa harus membeli vaksin mandiri ini.

BACA JUGA: Indonesia Bakal Datangkan Booster Vaksin COVID-19, WHO Belum Melihat Manfaatnya

"Bansos yang Rp 300 ribu per bulan per keluarga tidak sebanding dengan harga vaksin Covid-19 Sinopharm yang lebih dari Rp 300 ribu per dosis, apalagi kalau harus disuntik dua kali untuk dosis lengkap," ujar Mulyanto.

Selain itu Mulyanto khawatir setelah program vaksin berbayar ini dilaksanakan, kuota vaksin gratis bukannya ditingkatkan, tetapi perlahan-lahan berkurang. Padahal target sebaran vaksinasi sudah ditetapkan dan anggarannya sudah disiapkan.

Tambahan lagi, kebijakan ini rentan dimanipulasi pihak yang mencari keuntungan, dengan mengalihkan vaksin gratis menjadi vaksin berbayar.
"Akibatnya, vaksin gratis menjadi langka," bebernya.

Oleh Karena itu, daripada pemerintah repot memikirkan sistem pengawasan distribusi vaksin gratis secara ketat, lebih baik kebijakan dualisme vaksin ini dibatalkan.

"Walaupun jenis vaksin antara program mandatori dan program mandiri berbeda, namun dalam praktiknya masyarakat tidak bisa melihat dan membedakan kedua jenis vaksin tersebut," ujar Mulyanto.

Mulyanto juga mengatakan modus tersebut sangat mungkin dan kerap terjadi untuk komoditas lain, khususnya barang subsidi, seperti gas melon 3 kilogram, pupuk subsidi, atau solar, di mana komoditas subsidi dialihkan menjadi komoditas komersial

"Ujung-ujungnya, karena vaksin gratis menjadi langka, maka rakyat terpaksa mengikuti komersialisasi vaksin. Ini kan bahaya. Akan merugikan rakyat," tegas Mulyanto.

Selain itu, Anggota Komisi VII DPR RI itu menyarankan sebaiknya pemerintah fokus mempercepat riset dan produksi vaksin Merah Putih, yang tengah dikembangkan Konsorsium Riset Covid di bawah koordinasi BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), sebagai instrumen mencapai herd immunity masyarakat.

"Pemerintah jangan terlalu mengandalkan vaksin impor," tegas Mulyanto. (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler