jpnn.com, DENPASAR - Dosen Institut Seni Indonesia Denpasar I Wayan Nuriarta meraih gelar Doktor Kajian Budaya dari Universitas Udayana. Wayan berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul Artikulasi Identitas dalam Komik Wayang Epik Mahabharata di Indonesia.
Pengukuhan I Wayan Nuriarta berlangsung di Ruang Aula Widya Sabha Mandala, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Jalan Pulau Nias, Denpasar, Senin (22/7).
BACA JUGA: Raih Gelar Doktor Hukum Untar, Mia Hadiati Usulkan Mediasi Mengenai Hal Ini
Tim Penguji terdiri dari Prof. I Nyoman Darma Putra (Promotor), Prof. I Nyoman Suarka (Ko-Promotor I), Dr. Ida Ayu Laksmita Sari (Ko-Promotor II), Ketua Penguji Prof. Ngurah Anom Kumbara, dan anggota penguji masing-masing Prof. I Made Suastra, Prof. I Wayan Swandi, Dr. Maria Matildis Banda, Dr. I Wayan Suardiana.
I Wayan yang juga menjabat pengurus Gurat Institute dan anggota HOCA menyampaikan latar belakang penelitiannya bahwa wayang epik Mahabharata menempati posisi penting dalam sejarah seni komik dan budaya populer di Indonesia. Sebagai bagian dari budaya populer, kehadiran komik lazimnya dianggap sebagai bacaan hiburan dan pencarian nilai-nilai moral bagi kebanyakan penghobi, terutama pada cerita-cerita Mahabharata dan Ramayana.
BACA JUGA: Aryono Prakoso Resmi Menyandang Gelar Doktor di UNJ, Selamat
"Akan tetapi, lebih dari sekadar hiburan, komik sebetulnya juga mengandung berbagai gagasan, aspirasi, ideologi, atau apa yang dalam penelitian ini disebutkan sebagai artikulasi identitas, topik yang jarang dibahas secara serius dalam sejarah studi komik yang relatif jarang di Indonesia," ujarnya dalam keterangan yang diterima.
Komik wayang epik Mahabharata, menurutnya, adalah peleburan dua perkara yang sepintas lalu paradoksal. Di satu sisi karya ini merupakan komik sebagai seni populer yang komersial dan bersifat massal. Namun di sisi lain, karya ini juga wayang sebagai seni adiluhung yang semula muncul dalam sastra, ditafsirkan dalam seni rupa dan tari, populer sebagai teater wayang kulit, dan tetap populer dalam seni wayang orang yang spektakuler.
BACA JUGA: Hebat, Ridwan Kamil Dianugerahi Gelar Doktor Honoris Causa dari University of Glasgow
"Namun, komikus komik wayang mampu mengemas kedua aspek tersebut sebagai penjelmaan baru. Komik wayang epik Mahabharata hadir sebagai komik dengan identitasnya tersendiri. Komik wayang epik Mahabharata karya ketiga komikus Indonesia yaitu R.A Kosasih, Teguh Santosa, dan Gun Gun adalah peleburan berbagai identitas yang tampak dalam artikulasi masing-masing," papar I Wayan Nuriarta.
Dia melanjutkan kajian mengutamakan konten komik epik Mahabharata yang merefleksikan perbincangan relevan untuk memaknai artikulasi identitas keindonesiaan. Hal ini menjadi penanda yang berbeda (otherness) dengan Barat.
"Upaya mengartikulasikan identitas keindonesiaan lewat komik epik Mahbaharata menjadi menarik dikaji karena Mahabharata berasal dari luar, dalam hal ini India. Internalisasi atau rekreasi identitas India ke dalam identitas Indonesia ini memberikan dimensi semakin menarik dalam pembahasan artikulasi identitas dalam konteks budaya populer komik," tukasnya.
Berdasarkan analisis dan persoalan penelitian yang diangkat, I Wayan Nuriarta menarik tiga kesimpulan. Pertama, tiga komikus terkemuka Indonesia R.A Kosasih, Teguh Santosa, dan Gun Gun melakukan konstruksi identitas keindonesiaan dalam komik wayang epik Mahabharata lewat tiga bentuk, yaitu konstruksi identitas visual, identitas verbal, dan identitas naratif.
Dalam melakukan kontruksi bentuk itu, komikus melakukan dengan kekhasan sesuai dengan pandangan dunia (world view) dan latar belakang budaya masing-masing yaitu Sunda, Jawa, dan Bali. Teks verbalnya menggunakan bahasa Indonesia dan memasukkan unsur bahasa daerah dalam komiknya, seperti penggunaan istilah Sunda untuk bertegur-sapa, sampurasun, bahasa Jawa seperti kata kangmas (panggilan untuk saudara laki-laki), dan kata kerahayuan (keselamatan).
"Konstruksi narasi keindonesiaan hadir dengan memunculkan Drupadi sebagai perempuan yang hanya memiliki seorang suami yaitu Yudistira. Drupadi tidak dimunculkan sebagai perempuan yang melakukan poliandri seperti narasi versi India. Hadirnya tokoh Antasena. Tokoh Antasena hanya ada di kisah Mahabharata versi Jawa. Konstruksi naratif sebagai identitas keindonesiaan juga muncul dengan adanya tokoh Maharsi yang bercerita pada Prabu Janamejaya. Komik Mahabharata karya Gun Gun banyak memasukkan ajaran Agama Hindu yang tidak terasa sebagai konstruksi radikal karena epik Mahabharata berasal dari India," urai I Wayan Nuriarta.
Kedua, ada tiga faktor penyebab terjadinya artikulasi identitas keindonesiaan dalam komik wayang tiga komikus yaitu faktor kesadaran pentingnya penguatan identitas budaya daerah, faktor nasionalisme, dan faktor ideologi kapital.
Sedangkan kesimpulan ketiga, implikasi artikulasi identitas dalam komik wayang Mahabharata berdampak pada lahirnya rekreasi komik, diterimanya komik sebagai budaya Indonesia, terjadi counter hegemoni terhadap dominasi identitas komik sebagai budaya Barat dengan munculnya komik wayang dalam sepanjang sejarah kemunculannya dari 1955 sampai 2015, dan lahirnya genre-genre baru komik di Indonesia.
Di akhir, I Wayan Nuriarya meyakini penelitian ini memiliki manfaat praktis bagi dunia pendidikan sebagai bahan ajar atau modul yang dapat digunakan dalam pengajaran desain komunikasi visual.
Penelitian ini juga memperkaya khasanah kajian kritis budaya populer komik dalam Kajian Budaya dan kajian komunikasi visual terutama yang berkaitan dengan artikulasi identitas budaya dalam komik. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gelar FGD, Mahasiswa Doktoral IPB Membedah Buku Komunikasi Pembangunan Bersama Para Dosen
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga