Raih Gelar Doktor Hukum Untar, Mia Hadiati Usulkan Mediasi Mengenai Hal Ini

Senin, 22 Juli 2024 – 14:52 WIB
Mia Hadiati berhasil menyelesaikan studi doktornya di Program Studi Doktor Ilmu Hukum (Prodi DIH) Fakultas Hukum (FH), Universitas Tarumanagara (Untar). Foto: Dok. Untar

jpnn.com, JAKARTA - MIA Hadiati berhasil menyelesaikan studi doktornya di Program Studi Doktor Ilmu Hukum (Prodi DIH) Fakultas Hukum (FH), Universitas Tarumanagara (Untar) setelah melalui Ujian Terbuka, Senin (15/7/2024) di Auditorium Gedung M, Kampus I.

Ia berhak menyandang gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Model Alternatif Penyelesaian Sengketa terhadap Perceraian akibat Perkawinan di Bawah Umur di Indonesia”.

BACA JUGA: Untar Luluskan Dokter Pertama Ilmu Manajemen, Ini Topik Disertasinya

Mia Hadiati berhasil menjadi lulusan ke-37 Prodi DIH Untar.

Penelitiannya dilatarbelakangi oleh perkawinan di bawah umur yang terjadi di Indonesia, serta pembaruan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang batas usia perkawinan 19 tahun baik pria maupun wanita.

BACA JUGA: Sah, Anggota DPR Wayan Sudirta Resmi Bergelar Doktor Hukum

Penelitian ini berfokus pada perlindungan hak anak perempuan dan peningkatan akses terhadap keadilan, mencerminkan komitmen terhadap isu-isu kesetaraan gender dan keadilan yang tangguh.

Beberapa kasus di Indonesia, antara lain pernikahan pria usia 40-an dan 60-an dengan gadis berusia 14 tahun.

BACA JUGA: Luar Biasa, Untar Sukses Pertahankan Klaster Mandiri Perguruan Tinggi untuk Kinerja PKM

Persentase pernikahan di bawah umur untuk Indonesia cukup tinggi dibanding negara- negara lain di dunia.

Sebaran paling banyak terjadi di provinsi Kalimantan Selatan (22,77 persen), Jawa Barat (20,93 persen), dan Jawa Timur (20,73 persen).

Untuk angka perceraian, paling tinggi di daerah Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Dari penelitian ini, ditemukan hubungan kausalitas antara tingginya tingkat perceraian dengan angka dispensasi perkawinan yang terjadi karena faktor kekhawatiran orang tua/wali akan pergaulan remaja, perbuatan zina, kondisi ekonomi, serta pendidikan.

Hal ini menunjukkan pentingnya intervensi pendidikan dan ekonomi yang juga mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.

Adapun upaya yang bisa dilakukan untuk menekan jumlah perceraian akibat perkawinan anak di bawah umur adalah dengan pendekatan yang membahas perbaikan hukum, pendidikan, dan ekonomi bagi pasangan yang telah melakukan perkawinan di bawah umur.

Mia menyarankan model alternatif penyelesaian sengketa berupa mediasi.

Dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari beberapa model mediasi, Mia mengusulkan perpaduan antara facilitative mediation dan transformative mediation untuk diterapkan di Indonesia.

Menurutnya, kedua model mediasi tersebut ideal diterapkan di Indonesia.

Dengan model mediasi tersebut, para pihak dibantu untuk menilai kembali situasi dan kondisi psikologis dan kesehatan mental para pihak sehingga bisa menyelesaikan masalah dari akarnya.

Prof. Dr. Ariawan Gunadi, S.H., M.H. mengungkapkan model penyelesaian berupa mediasi sudah dilakukan oleh banyak negara, seperti Jepang dan Amerika Serikat.

Di Jepang, mediasi sebagai model penyelesaian sengketa cukup populer karena mengutamakan kedamaian dalam proses penyelesaian.

Dorongan penguatan hukum untuk memperketat syarat dispensasi nikah memfungsikan kembali Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor 379 Tahun 2018 tentang Petunjuk dan Pelaksanaan Bimbingan Perkawinan Pranikah bagi Calon Pengantin.

Hal ini diwajibkan bagi calon pengantin yang menikah dewasa maupun mendapatkan dispensasi perkawinan anak, tanpa terkecuali.

Penegakan hukum pidana bagi pemaksaan pernikahan juga diperkuat sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Undang-Undang ini juga diberlakukan terhadap anak guna mencegah terjadinya pernikahan di bawah umur.

Mia juga menyarankan pembentukan konsultan keluarga yang ahli, bekerja sama dengan lembaga peradilan untuk membantu menyelesaikan permasalahan keluarga, termasuk dalam proses mediasi.

Ujian Terbuka diketuai Prof. Dr. Amad Sudiro, S.H., M.H., M.M., M.Kn. yang juga menjadi Promotor Pendamping dan Prof. Mella Ismelina F.R., S.H., M.Hum. sebagai Promotor Utama. Prof. Dr. Ariawan Gunadi, S.H., M.H., Prof. Dr. H. K. Martono, S.H., M.H., Dr. Gunawan Djajaputra, S.H., S.S., M.H., dan Dr. Tjempaka, S.H., M.H., M.Kn. merupakan anggota penguji internal, sedangkan Prof. M. Khoirul Huda, S.H., M.Hum. sebagai penguji eksternal.(fny/adv)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Selamat, Humas Untar Raih Penghargaan Tertinggi dari Anugerah Diktiristek 2023


Redaktur : Fany
Reporter : Fany, Fany

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler