jpnn.com, SURABAYA - Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Usman Kansong, mengemukakan keterbukaan informasi publik sebagai prinsip dasar dalam pemerintahan yang baik dan demokratis.
"Ini pondasi penting yang memungkinkan masyarakat berpartisipasi dalam merumuskan kebijakan Pemerintahan, mendukung transparasi, dan memastikan akuntabilitas Pemerintah," ujar Usman saat membuka Webinar Lokakarya bertajuk 'Kajian Revisi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik' di Surabaya, pada Senin (30/10).
BACA JUGA: Lewat Penghargaan Ini Kominfo Apresiasi Dukungan Insan Humas pada KTT ASEAN
Menurutnya, UU KIP memberikan tanggung jawab kepada badan publik negara untuk secara aktif mempublikasikan informasi berkala, setiap saat, dan serta merta.
Selain itu, UU No.14 Tahun 2008 juga mengatur pengecualian terhadap akses informasi yang bisa membahayakan keamanan nasional atau privasi individu.
BACA JUGA: Lewat Cara Ini Kredit Pintar Dukung Akses Keuangan Merata di FinExpo 2023
"Ada tantangan bagaimana kita mendayung di antara dua kepentingan, yang pertama adalah keterbukaan informasi dan yang kedua adalah perlindungan informasi," papar Usman kepada peserta Lokakarya yang hadir secara daring dan luring.
Kemkominfo memandang pengelolaan dan pelayanan informasi publik di badan publik kepada masyarakat belum terakomodir sepenuhnya dalam penerapan regulasi yang ada.
BACA JUGA: Baseus Luncurkan Aksesoris Pendukung iPhone 15, Eksklusif Hanya di Shopee & Tokopedia
Terkait permasalahan ini, Kemkominfo telah mengumpulkan studi kasus terkait di masyarakat dan beberapa badan publik yang akan dituangkan dalam kajian naskah akademik.
Mmelalui Lokakarya ini, Kominfo menfasilitasi pemangku kepentingan seperti Komisi Informasi, badan publik, masyarakat sipil, dan akademisi untuk mengkaji kemungkinan adanya revisi terhadap UU KIP tersebut.
"Dari hasil kajian tersebut, harapannya dapat mengakomodasi semua kebutuhan pemangku kepentingan dan tentunya lebih tepat guna untuk memenuhi hak publik mendapatkan informasi publik," kata Usman.
Hasil temuan permasalahan dipaparkan oleh Hasyim Gautama, Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik, yang mengungkap temuan permasalahan dalam Implementasi UU KIP.
Dia menyebut temuan tersebut terdapat di tujuh klaster.
Klaster pertama yaitu pada pemohon dan Badan Publik, kedua pada proses pengelolaan informasi publik, ketiga Komisi Informasi, keempat Informasi Publik, kelima penyelesaian sengketa, keenam pasca keputusan Komisi Informasi, dan terakhir pasasl-pasal spesifik yang perlu direvisi.
Untuk membahas temuan tersebut, Kemkominfo menghadirkan nara sumber yaitu Samrotunnajah Ismail (Komisioner Komisi Informasi Pusat), Muhammad Yasin (praktisi Keterbukaan Informasi Publik), dan Arbain dari FOINI (Freedom of Information Network Indonesia).
Samrotunnajah menyebut jika sampai saat ini, Komisi Informasi masih dalam tahap melakukan kajian pada UU KIP.
"Sudah sampai tahap lanjut kajianya, dan kami berharap kita semua di sini (Lokakarya) bisa saling melengkapi," harap Samrotunnajah.
Menurutnya dalam tahap kajian ini, Komisi Informasi memandang perlunya peningkatan kualitas dan kuantitas sosialisasi UU KIP tersebut.
"Lebih aktif mensosialisasikan dan kalau perlu edukasi secara masif," kata Samrotunnajah.
Dia menyebut jika kasus sengketa informasi yang muncul itu diakibatkan karena tidak ditanggapi oleh Badan Publik.
"Sengketa informasi bukan aib, dan bukan suatu untuk dihindari oleh Badan Publik," imbuhnya.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada