jpnn.com - JAKARTA- Dibatalkannya ribuan peraturan daerah (Perda) oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menuai kontra di parlemen. Komisi II DPR yang membidangi dalam negeri pun berencana meminta klarifikasi atas kebijakan itu.
"Pekan depan sebelum reses kami akan melakukan Raker (rapat kerja) dengan Mendagri. Pastinya kami akan pertanyakan perihal Perda itu," kata anggota Komisi II DPR Yandri Susanto kepada INDOPOS di Gedung DPRI Jakarta, kemarin (16/6).
BACA JUGA: TOP! KRI Produk Indonesia Uji Coba Embarkasi Tank Leopard
Dia menjelaskan Mendagri tidak seharusnya membabi buta untuk membatalkan ribuan Perda yang notabene lebih menyasar kepada peraturan yang bersifat intoleran. Menurut Sekretaris Fraksi PAN ini, pemda harus juga dikomunikasikan sebelum Kemendagri mengambil keputusan membatalkan perda. "Ya tetap hati-hati dalam menghapus perda. Sebaiknya Mendagri melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pemda. Karena masing-masing daerah memiliki kearifan lokal yang berbedayang patut dihormati," tegasnya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Almuzzammil Yusuf mendesak pemerintah melalui Mendagri untuk mengumumkan kepada masyarakat perda peraturan mana saja yang dibatalkan.
BACA JUGA: Tito Sudah Temui Beberapa Senior, Termasuk BG
“Pemerintah harus transparan karena pemda, DPRD, dan masyarakat ingin mengetahui perda mana saja yang telah dibatalkan. Mereka juga ingin mengetahui argumentasi dan hasil kajian dari pembatalan 3.143 perda oleh Kemendagri," katanya.
Ketua Bidang Polhukam DPP PKS ini menjelaskan pentingnya pemda dan DPRD mengetahui perda yang dibatalkan karena dalam UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah mereka hanya memiliki waktu 14 hari untuk mengajukan keberatan kepada Pemerintah Pusat. “Pada Pasal 251 ayat 7 dan 8 disebutkan jika pemda menolak keputusan perda yang dibatalkan oleh pemerintah dengan alasan yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, maka pemda dapat mengajukan keberatan kepada presiden dan menteri paling lambat 14 hari sejak keputusan perda itu diterima," jelas Muzzammil.
BACA JUGA: Pak Jokowi, Ini Ada Pujian dari Misbakhun soal FCTC
Selain itu, kata Muzzammil, informasi perda mana saja yang dibatalkan perlu segera diketahui dan direspons segera oleh pemda. Karena, jika perda yang dibatalkan tersebut tetap diberlakukan maka menurut Pasal 252 akan mendapat sanksi, di antaranya tidak dibayarkan selama tiga bulan hak-hak keuangan bagi kepala daerah dan DPRD terkait.
“Sanksi berat lainnya adalah penundaan atau pemotongan DAU dan/atau DBH bagi Daerah bersangkutan. Jadi pemda dan DPRD terkait sangat berkepentingan dan memiliki hak untuk mengetahui lebih awal perda yang dibatalkan," ujarnya.
Muzzammil menegaskan, saat ini pemda, DPRD, dan masyarakat mempertanyakan informasi yang beredar bahwa perda yang dicabut termasuk perda yang berisi tentang moralitas, religiusitas, dan yang sesuai dengan kearifan lokal. “Kita menghormati kekhasan Bali untuk Nyepi sebagai bagian dari Bhineka Tunggal Ika maka kita harus hormati juga fenomena kearifan lokal di daerah-daerah lain," cetusnya menambahkan. (dli/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Calonkan Tito Jadi Kapolri, Ini Komentar Anak SBY
Redaktur : Tim Redaksi