Komisi III Minta Ketua DPR Mediasi Pertemuan MA, MK dan KPU

Selasa, 12 Februari 2019 – 10:05 WIB
Politikus Partai NasDem Akbar Faizal. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi III DPR meminta Ketua DPR Bambang Soesatyo memediasi pertemuan antara Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pertemuan ketiga lembaga tersebut untuk membicarakan porsoalan hukum antara KPU dengan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) karena berpotensi mengganggu jalannya pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada bulan Oktober mendatang.

BACA JUGA: TPDI: Sikap KPU Berpotensi Gagalkan 807 Calon Anggota DPD RI

Anggota Komisi III DPR, Akbar Faizal meminta persoalan hukum antara KPU dengan PTUN Jakarta dan Bawaslu segera diselesaikan.

Menurutnya, perseteruan tersebut berpotensi mengganggu stabilitas nasional, karena dapat memengaruhi pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), bulan Oktober mendatang.

BACA JUGA: Sering Kirim Pesan soal Prabowo - Sandi di WA, Oknum PNS Diperiksa Bawaslu

“Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan oleh MPR yang berasal dari dua unsur, yakni DPR dan DPD hasil Pemilu 2019. Saat ini, legalitas hukum calon anggota DPD tengah dipersoalkan, karena PTUN Jakarta membatalkan keputusan KPU tentang Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD Tahun 2019. Jadi, pelantikan Presiden dan Wakil Presiden bisa terhambat karena legalitas anggota DPD dapat dipersoalkan secara hukum,” kata Akbar kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/2).

Diketahui, polemik antara PTUN Jakarta dan KPU berawal dari gugatan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO). Majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan perkara sengketa proses pemilu yang diajukan OSO, memerintahkan KPU menerbitkan DCT anggota DPD baru yang memasukan nama OSO.

BACA JUGA: Bawaslu Sibuk Copoti 328 Baliho Kampanye Caleg

Dalam putusan perkara Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT, majelis hakim PTUN Jakarta juga membatalkan keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT Pemilu Anggota DPD Tahun 2019.
Bawaslu pun telah memutus sengketa tersebut.

Bawaslu memerintahkan KPU memasukkan OSO dalam DCT anggota DPD Pemilu 2019. Namun, KPU terus beralasan menjalankan putusan MK, sehingga tim kuasa hukum OSO melaporkan komisioner KPU ke Polda Metro Jaya.

Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowi diperiksa Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Rabu (30/1), dengan sangkaan melanggar Pasal 421 KUHP juncto Pasal 216 ayat (1) KUHP, karena tidak melaksanakan perintah undang-undang, serta putusan PTUN dan Bawaslu.

Melanjutkan keterangannya, Akbar meminta Ketua DPR Bambang Soesatyo turun tangan, mempertemukan pihak-pihak terkait agar persoalan hukum yang ada saat ini tak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Menurutnya, persoalan DCT DPD dapat berdampak pada kekosongan kepemimpinan nasional, karena pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang kalah dalam Pilpres 2019 dapat menggunakan ‘ruang’ tersebut untuk melakukan gugatan.

“Ini masalah serius. Saya sudah berkomunikasi dengan Ketua DPR, meminta kesedian Pak Bambang (Soesatyo) untuk memediasi masalah ini. Dalam komunikasi tersebut, Ketua DPR menyatakan kesediaanya, akan menghubungi Ketua MK dan Ketua MA agar polemik yang terjadi saat ini tak menimbulkan masalah di kemudian hari. Apalagi, sampai menggangu jalannya pelantikan presiden terpilih,” tegas Politisi Partai Nasdem ini.

Akbar berharap, pertemuan Ketua DPR dengan pihak-pihak terkait dapat memberi solusi hukum, dan masalah tersebut dapat diselesaikan sebelum pelaksanaan Pemilu 17 April mendatang. “Masing-masing pihak punya argumentasi dan dasar hukum sesuai undang-undang. Mudah-mudahan mediasi dapat menyelesaikan persoalan,” tandasnya.

Terpisah, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera turun tangan untuk memerintahkan KPU menjalankan putusan PTUN Jakarta terkait gugatan OSO.

Menurut Petrus, jika sampai tanggal 14 Februari 2019, KPU tetap tidak melaksanakan putusan PTUN Jakarta No. 424/G/SPPU/2018/PTUN-JKT, tanggal 14 Nobember 2018, maka sesuai ketentuan pasal 116 ayat (6) UU Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN, Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi harus turun tangan, memerintahkan KPU melaksanakan putusan PTUN Jakarta.

“Jika KPU tetap menolak perintah Presiden, KPU menjadi organ negara yang akan mengacaukan pemilu 2019. Pemilu 2019 dilakukan tanpa keikutsertaan 807 calon Anggota DPD, bahkan membenturkan Presiden Jokowi dengan penyelenggaraan Pemilu 2019,” ujar Petrus.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bedah Pencoretan OSO dari DCT DPD, Fraksi Hanura Gelar Diskusi Publik


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler