jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengapresiasi pemerintah yang telah berhasil menurunkan angka stunting nasional dengan cukup signifikan.
“Bukan hal yang mudah apalagi di masa pandemi Covid-19,” kata Edy, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (12/2).
BACA JUGA: BPIP Gelar Rakor Kick Off Pancasila dalam Tindakan, Bahas Kolaborasi Menekan Stunting
Namun, Edy memberikan saran agar pengukuran stunting memiliki standar nasional.
Sebab, hal itu diperlukan agar pemerintah daerah yang melakukan survei bisa memakai standar yang sama. Perbedaan cara ukur antar satu wilayah dikhawatirkan akan mempengaruhi kredibilitas data di pusat.
BACA JUGA: Sekjen Gerindra: Pengentasan Kemiskinan hingga Stunting Menjadi Prioritas
Anggota dewan Dapil Jawa Tengah III itu pun mempertanyakan adanya enam daerah yang stuntingnya meningkat pada periode survei 2022.
Enam provinsi tersebut adalah Sulawesi Barat (2021: 33,8 persen dan 2022: 35 persen ), Papua (2021: 29,5 persen dan 2022: 34,6 persen), NTB (2021: 31,4 persen dan 2022: 32,7 persen), Papua Barat (2021: 26,2 persen dan 2022: 30 persen), Sumatera Barat (2021: 23,3 persen dan 2022: 25,2 persen), dan Kalimantan Timur (2021: 22,8 persen dan 2022: 23,9 persen). Kenaikan ini harus menjadi atensi pemerintah pusat. “Dana digelontorkan banyak, kok, naik,” kata Edy.
BACA JUGA: Turunkan Kemiskinan Ekstrem dan Stunting, Heru Budi Minta Peran Maksimal RT-RW di DKI
Legislator Patai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menyarankan agar pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan BKKBN, untuk terjun langsung ke enam provinsi tersebut. Ini untuk mengetahui penyebab kenaikan anak yang stunting. Setiap provinsi memiliki kondisi yang berbeda. “Jadi enam provinsi harus jadi prioritas,” kata Edy.
Selanjutnya, intervensi yang bisa dilakukan adalah kepada ibu hamil, terutama pada ibu dengan kondisi kurang energi kronis (KEK). Menurut Edy, Poltekes bisa digerakan untuk membantu intervensi terutama di tingkat keluarga. Poltekes dapat membantu layanan kesehatan primer.
”Saya minta Kementerian Kesehatan juga ajak tenaga kesehatan di luar dokter,” ungkapnya. Ini bertujuan agar masukan kepada pemerintah lebih beragam. “Dalam public health nursing keterlibatan perawat, ahli gizi, dan bidan masih terabaikan. Padahal itu penting agar keluarga mandiri,” imbuhnya.
Edy juga menyarankan ada kelas prenatal untuk ibu hamil. Ini untuk membantu mengawasi kondisi kehamilan dan pengasuhan pada anak. Selama ini pemerintah ada sertifikasi untuk calon pengantin melalui KUA.
Termasuk diaplikasikan ke ibu hamil. “Kalau ada ibu dengan gangguan kehamilan, anemia, atau malnutrisi bisa tedeteksi dan ditangani hingga betul-betul sehat,” ujarnya.
Edy mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) Sumedang yang telah menerapkan Sitem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) untuk penanganan stunting.
Kabupaten Sumedang telah mampu mengambil dan memvisualisasi data untuk menjadi bekal dalam berbagai kebijakan intervensi stunting.
“Kita membutuhkan sistem data yang mampu memetakan di mana lokasi keluarga stunting dan berapa jumlahnya? Termasuk yang berpotensi stunting,” ungkapnya.
Berbekal data itu, tenaga kesehatan dapat mendatangi keluarga tersebut guna memberikan intervensi spesifik anak stunting sesuai penyebabnya. Keluarga pun harus diedukasi dan dibantu untuk memanfaatkan resources yang dimiliki.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul