jpnn.com, JAKARTA - Anggota Panja Illegal Mining Komisi VII DPR RI Yulian Gunhar mengatakan segera menindaklanjuti dugaan penjualan batu bara secara ilegal oleh PT. MHU di Kalimantan Timur.
"Kami akan memanggil pimpinan dan manajemen PT MHU terkait dugaan manipulasi pengapalan dan penjualan, ekspor ilegal batu bara," kata Gunhar dalam keterangan di Jakarta, Selasa (20/9).
BACA JUGA: Konon Brigjen Hendra Pakai Jet Pribadi ke Jambi, Desmond Bereaksi Begini
Menurut dia, pemanggilan itu menyusul adanya laporan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada Menko Polhukam Mahfud MD terkait dugaan rasuah PNBP sektor pertambangan batu bara.
Berdasarkan laporan MAKI, Gunhar menyebut ada dugaan manipulasi pengapalan batubara ilegal sebanyak 8.218.817 MT oleh PT MHU dengan indikasi kerugian negara Rp 9,3 triliun.
BACA JUGA: Misteri Pembunuhan Mbak AS, Ditemukan 13 Luka di Tubuhnya, Ada Benda Ini di TKP
Oleh karena itu, Komisi VII sebagai mitra pemerintah dalam pengawasan pengelolaan sektor mineral dan batu bara, berkewajiban untuk mendalami dugaan penyimpangan oleh PT MHU.
Gunhar mencatat ini bukan kasus pertama yang membelit PT MHU. Sebelumnya, perusahaan itu diduga melakukan illegal mining di Kutai Kartanegara.
BACA JUGA: DPR Sahkan RUU PDP sebagai UU, Data Setiap Warga Terlindungi
"Maka Komisi VII akan meminta keterangan dari PT MHU terkait dugaan manipulasi pengapalan yang berujung pada kerugian negara dalam jumlah besar," ucap legislator PDIP itu.
Menurut dia, dugaan manipulasi pengapalan batu bara untuk ekspor oleh PT MHU merupakan fenomena puncak gunung es.
Maka dari itu Panja Illegal Mining ingin membongkar berbagai kecurangan dan manipulasi dalam ekspor batu bara yang selama ini diduga dilakukan perusahaan tambang.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Panja Illegal Mining sekaligus Wakil Ketua Komisi VII DPR Bambang Haryadi mengamini rencana pemanggilan tersebut.
"Secepatnya komisi VII akan menindaklanjuti laporan MAKI terkait dugaan ekspor ilegal batu bara," ujar Bambang. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam