Komisi X DPR Minta Mendikbud Kaji Ulang Kebijakan Sekolah Lima Hari

Minggu, 18 Juni 2017 – 21:43 WIB
Teuku Riefky Harsya. Foto: DPR.go.id

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi X DPR Teuku Riefky Harsya meminta pemerintah mengkaji terlebih dahulu kebijakan sekolah lima hari per minggu dengan waktu belajar 8 jam sehari. Kebijakan tersebut menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

Menurut Riefky, dalam rapat kerja di DPR pada 13 Juni 2017, Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy menyatakan bahwa ada kesalahpahaman sebahagian publik terhadap rencana kebijakan tersebut. Mendikbud juga menjamin bahwa regulasi itu tidak akan membuat Madrasah Diniyah (Madin) gulung tikar.

BACA JUGA: Pengamat: Pemerintah Bingung Tentukan Arah Pendidikan

“Walaupun demikian, kami telah mengingatkan mendikbud untuk mengkaji kembali kebijakan tersebut," ujar Riefky dalam pernyataan tertulisnya, Minggu (18/6).

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk berkoordinasi, baik dengan dengan organisasi kemasyarakatan seperti Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah maupun pada kepala daerah.

BACA JUGA: Jangan Suguhi Masyarakat Pertikaian Antarparpol Pada Pembahasan RUU Pemilu

"Saat ini ada puluhan ribu Madrasah Diniyah dengan puluhan juta muridnya yang belajar dari pukul 13 hingga 17 sore setiap harinya. Madin juga mempunyai payung hukum yang telah diatur oleh Kementerian Agama RI," jelas politikus Demokrat itu.

Wasekjen DPP Partai Demokrat ini juga menyatakan, kalau tujuannya untuk membangun kharakter dan wawasan kebinekaan, sebetulnya pemerintah tinggal melanjutkan saja kebijakan Pemerintahan Presiden keenam Susilo Bambang Yuhdoyono (SBY) tentang Kurikulum 2013 (K-13).

BACA JUGA: Sekolah Lima Hari, Uang Saku Harus Ditambah

Sebab, kata dia, untuk menghadapi era globalisasi, K-13 yang digagas era Mendikbud Muhammad Nuh telah mengamanatkan seluruh mata pelajaran untuk membentuk murid agar mempunyai kompetensi sikap, Ketrampilan dan pengetahuan.

Bila dikaitkan dengan wawasan kebangsaan dan kebinekaan, K-13 dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) telah diperluas menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN).

"Di mana yang tadinya pendekatan hafalan telah diubah menjadi pendekatan kasus, sehingga siswa dapat memahami dari pendekatan Pancasila, UUD, Kebhinekaan dan NKRI," tambahnya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Didesak Sahkan RUU Tindak Pidana Terorisme


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler