Komisioner HAM PBB Khawatirkan Nasib Minoritas Muslim China

Senin, 30 Mei 2022 – 06:04 WIB
Komisioner Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet (ANTARA FOTO/REUTERS/Fausto Torrealba/hp/cfo)

jpnn.com, BEIJING - Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB) Michelle Bachelet mendesak China untuk meninjau kembali kebijakan kontraterorismenya, agar mematuhi standar HAM internasional.

Namun, Bachelet menegaskan bahwa perjalanannya selama enam hari di China, termasuk kunjungan ke wilayah barat Xinjiang, bukan merupakan penyelidikan terhadap kebijakan HAM China tetapi kesempatan untuk terlibat dengan pemerintah.

BACA JUGA: Menlu Retno Ditelepon Orang Penting dari China, Ada Pesan soal G20

"Saya telah mengajukan pertanyaan dan kekhawatiran tentang penerapan tindakan kontraterorisme dan deradikalisasi di bawah penerapan yang luas, terutama dampaknya terhadap hak-hak Uighur dan minoritas Muslim lainnya," kata dia dalam konferensi pers secara daring pada Sabtu.

Bachelet memulai perjalanannya ke China, yang pertama kali dilakukan oleh Komisaris Tinggi HAM PBB dalam 17 tahun, pada Senin (23/5) di kota selatan Guangzhou sebelum menuju ke Xinjiang.

BACA JUGA: China Ungkap Data Mengejutkan: Korut Seolah Tahu Bakal Ada Wabah Covid-19

Tahun lalu, Kantor Komisaris Tinggi PBB menyatakan keyakinan bahwa orang-orang Uighur di Xinjiang telah ditahan secara tidak sah, dianiaya, dan dipaksa bekerja.

Di lain pihak, China membantah semua tuduhan kekerasan di Xinjiang.

BACA JUGA: Kabar Gembira, Perusahaan China Setuju Danai Proyek Besar di Sumatera Utara

Akses Bachelet selama berada di China dibatasi karena Beijing mengatur agar dia melakukan perjalanan dalam "lingkaran tertutup", yaitu dengan mengisolasi orang-orang dalam gelembung virtual untuk mencegah penyebaran COVID-19, serta tidak melibatkan pers asing.

Kelompok hak asasi manusia dan negara-negara Barat khawatir bahwa China akan menggunakan kunjungan Bachelet sebagai dukungan atas pelaksanaan HAM di negara tersebut.

Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price mengatakan pada Selasa (24/5) bahwa merupakan "suatu kesalahan untuk menyetujui kunjungan dalam keadaan seperti itu".

China awalnya membantah keberadaan kamp penahanan di Xinjiang tetapi pada 2018 mengatakan telah mendirikan "pusat pelatihan kejuruan" yang diperlukan untuk mengendalikan apa yang dikatakannya sebagai terorisme, separatisme, dan radikalisme agama di wilayah tersebut.

Bachelet mengatakan dia menyampaikan kepada pemerintah China tentang kurangnya pengawasan yudisial yang independen atas pengoperasian pusat-pusat itu dan tuduhan penggunaan kekerasan, perlakuan buruk, dan pembatasan ketat pada praktik keagamaan.

Pada 2019, Gubernur Xinjiang Shohrat Zakir mengatakan semua peserta pelatihan telah "lulus". (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler