JAKARTA - Setelah mendapat pujian sana sini dari publik, sekarang kinerja Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru dipertanyakan. Komite yang menyelidiki kebocoran draf sprindik tersangka Anas Urbaningrum itu diragukan kredibilitasnya oleh salah satu saksi yaitu Produser TVOne, Dwi Anggia. Dwi adalah satu dari belasan terperiksa yang sempat dipanggil Komite Etik.
Dwi meradang dan langsung melayangkan protes karena merasa kesimpulan Komite Etik yang juga menyebut namanya tidak sesuai dengan keterangan yang ia sampaikan saat dipanggil.
Presenter TVOne ini menumpahkan kekecewaannya dan protesnya kepada Komite Etik KPK melalui akun twitternya @dwi_anggia pada 4 April 2013 lalu.
Dari 10 poin twit yang ditulis Dwi, ia menegaskan mengenai keterangannya pada Komite Etik bahwa percakapannya melalui Blackberry Messenger (BBM) dengan Sekretaris Ketua KPK Wiwin Siswandi, adalah mengenai status tersangka Rusli Zainal, Gubernur Riau dalam kasus dugaan korupsi PON. Bukan mengenai status tersangka Anas Urbaningrum.
"Saya rasa komite etik juga harus bekerja berdasarkan etika dan fakta saya sudah jelaskan kepada komite etik terkait bbm saya ke WS “Iya, valid sekali, Daeng bbm aku tadi, tidak ada kaitan dengan status AU," ujar Dwi seperti yang dilansir JPNN, pada Sabtu pagi (6/4).
Menurut Dwi penjelasannya tentang isi BBM dengan Wiwin sudah sangat jelas pada Komite Etik. Dwi pun merasa saat itu pihak Komite Etik ini sudah cukup jelas dan mengerti penjelasannya. Namun, pada akhirnya, ia mengaku tak habis pikir, Komite Etik yang terdiri dari Bambang Widjojanto dengan pihak luar Anies Baswedan justru memutarbalikkan fakta yang ia sampaikan.
"Ini sudah sangat jelas saya sampaikan pada komite etik, dan mereka menerima dengan sangat jelas penjelasan saya tapi mengapa ketika diumumkan berbeda. Saya heran, apakah komite etik paham atas apa yang saya sampaikan? bgaimana mungkin komite etik mengeluarkan kesimpulan tidak berdasar fakta," kicau Dwi lagi lewat twitternya.
Dwi mengaku memiliki transkrip selama pemeriksaanya dengan Komite Etik. Ia siap membuka transkrip itu untuk mengingatkan kembali pada Komite Etik keterangan sebenarnya.
"Padahal dalam pertemuan dengan komite etik, sangat jelas kronologis saya sampaikan. Tapi saya keberatan, bahwa ternyata yang diumumkan tidak sesuai fakta," keluhnya.
Dwi pada akhirnya menyesalkan karena kedatangannya di Komite Etik untuk membantu KPK justru tidak sesuai harapan. Kesimpulan oleh Komite Etik tentang keterangan Wiwin dan dirinya disampaikan tidak sesuai fakta pemeriksaan.
"Saya datang penuhi panggilan dengan niat baik membantu. Tapi sayangnya ada hal yang menurut saya tidak sesuai dengan fakta apa adanya. Hasilnya adalah justifikasi yang menimbulkan persepsi persepsi yang tidak tepat. bukannya komite etik berkerja membenahi etika dan moral?," tutup Dwi.
Seperti diketahui draf surat perintah penyidikan (sprindik) pimpinan KPK kepada empat penyidik atas nama tersangka Anas Urbaningrum bocor ke publik pada 8 Februari lalu. Draf sprindik itu menyatakan Anas sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sarana Olahraga Nasional Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Setelah beredar draf sprindik itu pada hari yang sama, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) "memangkas" tugas Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. SBY lalu mengambil alih kendali partai pemenang Pemilu itu dengan alasan Anas harus fokus pada masalah hukumnya.
Draf sprindik ini beredar lebih awal dua pekan dari sprindik resmi KPK yang terbit 22 Februari 2013. Setelah ada sprindik resmi KPK, Anas pun menyatakan mundur dari jabatannya Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Setelah ramai draf sprindik Anas yang bocor tanpa diketahui sejumlah pimpinan yang memiliki kuasa atas itu, KPK akhirnya membentuk Komite Etik untuk menelusuri kebenaran sprindik yang bocor.
Tim Komite etik terdiri atas ilmuan Prof Anies Baswedan, mantan Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, pimpinan KPK Bambang Widjajanto, dan penasihat KPK Abdullah Hehamahua, mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Abdul Mukti Fajar.
Selama sebulan lebih, Komite Etik memeriksa belasan orang di antaranya internal KPK, pimpinan KPK, dan wartawan, termasuk Dwi Anggia.
Setelah itu, pada 3 April lalu Komite Etik KPK mengeluarkan kesimpulan dan menjatuhkan sanksi usul pemecatan kepada Sekretaris Ketua KPK Wiwin Siswandi, sanksi tertulis kepada Ketua KPK Abraham Samad, dan sanksi teguran lisan untuk Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja. (flo/jpnn)
Dwi meradang dan langsung melayangkan protes karena merasa kesimpulan Komite Etik yang juga menyebut namanya tidak sesuai dengan keterangan yang ia sampaikan saat dipanggil.
Presenter TVOne ini menumpahkan kekecewaannya dan protesnya kepada Komite Etik KPK melalui akun twitternya @dwi_anggia pada 4 April 2013 lalu.
Dari 10 poin twit yang ditulis Dwi, ia menegaskan mengenai keterangannya pada Komite Etik bahwa percakapannya melalui Blackberry Messenger (BBM) dengan Sekretaris Ketua KPK Wiwin Siswandi, adalah mengenai status tersangka Rusli Zainal, Gubernur Riau dalam kasus dugaan korupsi PON. Bukan mengenai status tersangka Anas Urbaningrum.
"Saya rasa komite etik juga harus bekerja berdasarkan etika dan fakta saya sudah jelaskan kepada komite etik terkait bbm saya ke WS “Iya, valid sekali, Daeng bbm aku tadi, tidak ada kaitan dengan status AU," ujar Dwi seperti yang dilansir JPNN, pada Sabtu pagi (6/4).
Menurut Dwi penjelasannya tentang isi BBM dengan Wiwin sudah sangat jelas pada Komite Etik. Dwi pun merasa saat itu pihak Komite Etik ini sudah cukup jelas dan mengerti penjelasannya. Namun, pada akhirnya, ia mengaku tak habis pikir, Komite Etik yang terdiri dari Bambang Widjojanto dengan pihak luar Anies Baswedan justru memutarbalikkan fakta yang ia sampaikan.
"Ini sudah sangat jelas saya sampaikan pada komite etik, dan mereka menerima dengan sangat jelas penjelasan saya tapi mengapa ketika diumumkan berbeda. Saya heran, apakah komite etik paham atas apa yang saya sampaikan? bgaimana mungkin komite etik mengeluarkan kesimpulan tidak berdasar fakta," kicau Dwi lagi lewat twitternya.
Dwi mengaku memiliki transkrip selama pemeriksaanya dengan Komite Etik. Ia siap membuka transkrip itu untuk mengingatkan kembali pada Komite Etik keterangan sebenarnya.
"Padahal dalam pertemuan dengan komite etik, sangat jelas kronologis saya sampaikan. Tapi saya keberatan, bahwa ternyata yang diumumkan tidak sesuai fakta," keluhnya.
Dwi pada akhirnya menyesalkan karena kedatangannya di Komite Etik untuk membantu KPK justru tidak sesuai harapan. Kesimpulan oleh Komite Etik tentang keterangan Wiwin dan dirinya disampaikan tidak sesuai fakta pemeriksaan.
"Saya datang penuhi panggilan dengan niat baik membantu. Tapi sayangnya ada hal yang menurut saya tidak sesuai dengan fakta apa adanya. Hasilnya adalah justifikasi yang menimbulkan persepsi persepsi yang tidak tepat. bukannya komite etik berkerja membenahi etika dan moral?," tutup Dwi.
Seperti diketahui draf surat perintah penyidikan (sprindik) pimpinan KPK kepada empat penyidik atas nama tersangka Anas Urbaningrum bocor ke publik pada 8 Februari lalu. Draf sprindik itu menyatakan Anas sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sarana Olahraga Nasional Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Setelah beredar draf sprindik itu pada hari yang sama, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) "memangkas" tugas Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. SBY lalu mengambil alih kendali partai pemenang Pemilu itu dengan alasan Anas harus fokus pada masalah hukumnya.
Draf sprindik ini beredar lebih awal dua pekan dari sprindik resmi KPK yang terbit 22 Februari 2013. Setelah ada sprindik resmi KPK, Anas pun menyatakan mundur dari jabatannya Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Setelah ramai draf sprindik Anas yang bocor tanpa diketahui sejumlah pimpinan yang memiliki kuasa atas itu, KPK akhirnya membentuk Komite Etik untuk menelusuri kebenaran sprindik yang bocor.
Tim Komite etik terdiri atas ilmuan Prof Anies Baswedan, mantan Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, pimpinan KPK Bambang Widjajanto, dan penasihat KPK Abdullah Hehamahua, mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Abdul Mukti Fajar.
Selama sebulan lebih, Komite Etik memeriksa belasan orang di antaranya internal KPK, pimpinan KPK, dan wartawan, termasuk Dwi Anggia.
Setelah itu, pada 3 April lalu Komite Etik KPK mengeluarkan kesimpulan dan menjatuhkan sanksi usul pemecatan kepada Sekretaris Ketua KPK Wiwin Siswandi, sanksi tertulis kepada Ketua KPK Abraham Samad, dan sanksi teguran lisan untuk Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolda DIY Dicopot
Redaktur : Tim Redaksi