Komite Sekolah Dilarang Ngobyek

Tidak Boleh Ambil Untung dari Buku dan Seragam Baru

Minggu, 21 Juli 2013 – 07:33 WIB
JAKARTA - Masa-masa awal tahun ajaran baru seperti sekarang ini, bisa dimanfaatkan komite sekolah nakal. Mereka memanfaatkan momentum penerimaan siswa baru sebagai ajang berbisnis. Mulai dari ikut-ikutan menjual buku pelajaran, seragam sekolah, dan sejenisnya. Pemerintah tegas melarang komite sekolah ngobyek.

Instruksi untuk para komite sekolah itu disampaikan langsung Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh. Menteri asal Surabaya itu mengatakan, kinerja komite sekolah yang melenceng selama ini harus diluruskan lagi. "Saya juga pernah menjadi ketua komite sekolah. Harus berjalan sesuai rel yang telah ditetapkan," papar Nuh.

Ketentuan soal komite sekolah ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan. Nuh mengatakan, peran utama komite sekolah adalah menjembatani kepentingan sekolah, masyarakat, dan wali murid atau siswa. Ketika unsur itu harus terwakili di dalam sebuah komite sekolah.

Untuk urusan pendanaan sekolah, komite sekolah menjadi pihak yang berhak mengesahkan rencana anggaran dan belanja sekolah (RABS). Jika komite sekolah bisa berjalan sesuai dengan ketentuannya, penetapan biaya pendidikan di sekolah tertentu bisa diatur. Dan tidak memberatkan siswa kelompok miskin.

Nuh juga menuturkan, banyak laporan keberadaan komite sekolah yang justru ikut dalam urusan penarikan pungutan siswa baru. "Saya tegaskan segala pungutan, khususnya di pendidikan dasar (SD dan SMP sederajat, red) tidak boleh," katanya.

Tetapi di lapangan istilah pungutan itu kerap dikaburkan dengan embel-embel sumbangan pendidikan. Menurut Nuh, antara pungutan dan sumbangan itu berbeda sekali. Mantan rektor ITS itu menuturkan sumbangan adalah penarikan uang kepada wali siswa yang tidak mengikat jumlahnya dan cara membayarnya.

Ada komite sekolah yang menyiasati pengutan dengan menetapkan sejumlah pilihan jumlah uang yang diminta. "Seperti itu tetap namanya pungutan. Misalnya pilihan A Rp 1 juta, B Rp 750 ribu, dan C Rp 500 ribu, itu bukan sumbangan. Itu pungutan," uran mantan Menkominfo itu.

Nuh juga mewanti-wanti supaya komite sekolah tidak memanfaatkan masa tahun ajaran baru untuk mengeruk uang. Contoh kasus di Kota Bogor, ada komite sekolah yang menjual paket buku pelajaran kepada walimurid.

"Meskipun tidak tegas dikatakan menjual, saya yakin komite dapat uang dari walimurid dan komisi dari penerbit," tandasnya. Kasus ini terbongkar setelah salah satu dari buku yang diedarkan itu memuat konten pornografi.

Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW (Indonesia Corruption Watch) Febri Hendri mengakui jika banyak sekali komite sekolah yang nakal. Dia juga menciup keberadaan komite sekolah yang menjadi boneka kepala sekolah. Untuk tujuan mendapatkan uang yang besar dari walimurid, komite sekolah tidak lagi independen.

"Komite sekolah disetir kepala sekolah. Sebagai imbal baliknya, komite sekolah mendapatkan sesuatu dari kepala sekolah," tandasnya.

Menurut Febri, idealnya komite sekolah harus bisa menjembatani kepentingan orang tua siswa dengan pihak sekolah. Untuk urusan pengadaan buku, seraga, dan sejenisnya, komite sekolah cukup berperan mengkoordinir saja. "Jangan mengambil untung," kata dia.

Febri menegaskan dalam PP 48/2008 komite sekolah dilarang menarik pungutan kepada wali murid terkait seragam sekolah dan sejenisnya. "Supaya kinerja komite sekolah baik dan independen, jangan menjadi boneka kepala sekolah," kata dia. Jika komite sekolah sudah menajdi boneka, fungsi kontrolnya akan kendur atau melempem. (wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tim Olimpiade Fisika Sumbang Empat Perunggu

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler